Mohon tunggu...
Muhammad Fatkhurrozi
Muhammad Fatkhurrozi Mohon Tunggu... Insinyur - fantashiru fil ardh

Pengamat politik

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Ketika Pancasila Diuji

31 Mei 2018   20:31 Diperbarui: 31 Mei 2018   20:59 1133
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Harusnya kritik dipandang sebagai sesuatu yang positif, suatu usaha introspeksi bersama. Kritik bukan dihadapi dengan pembungkaman dan framing keji, apalagi aksi fisik main hakim sendiri. Walhasil sekarang ini muncul anggapan bahwa jika mau 'aman', seseorang harus merapat pada penguasa. Menyeberang dari pihak oposisi ke pangkuan penguasa dinilai sebagai opsi yang cukup menggiurkan. Sambil mengaku-aku diri sebagai yang paling Pancasila kemudian dapat menggebuk pihak lain semaunya.

Sebagian masyarakat akhirnya terbawa pada anggapan bahwa tuduhan "anti-pancasila" sebenarnya tidak berarti banyak. Justru kita curiga, jangan-jangan tuduhan tersebut sejatinya hanyalah jargon kosong yang ditujukan untuk mencitra-burukkan kelompok warga negara tertentu, sambil menutupi ketidakpancasilaan diri sendiri.

Seperti kejadian yang sudah-sudah. Menurut Din Syamsudin, Pancasila selama ini masih menjadi sebuah klaim dan cenderung sebagai alat politik kekuasaan untuk memukul lawan. Seperti pengalaman saat Orde Baru. Baginya, Pancasila mulai kehilangan kesakralan sudah cukup lama[6].

Presiden telah membentuk Unit Kerja Presiden Pembinaan Ideologi Pancasila (UKP-PIP) yang pada tahun ini berganti menjadi Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP). Pejabatnya menerima bayaran melebihi gaji kepala negara. Harapannya, badan tersebut dapat mengokohkan kembali jati diri bangsa supaya semakin Pancasila.

Namun sebenarnya, hal yang lebih penting adalah keteladanan Pancasila. Tanpa keteladanan, ajaran apapun akan sulit diterima. Jika para elit hanya mempertontonkan kedzaliman terhadap kaum alit dan konflik horizontal antara "Saya Pancasila" dengan yang "anti-Pancasila" terus berlanjut, wajar saja Pancasila terus dipertanyakan.

Pancasila terus diuji dan rakyat terus menilai. Penilaian rakyat lah yang menentukan masa depannya, karena bagaimanapun, kekuasaan sejatinya ada di tangan rakyat. [] Wallahua'lam

----
  
 

[1]https://www.jpnn.com/news/3169-anggota-dprd-tersangkut-korupsi

[2]https://tirto.id/benarkah-dpr-lembaga-terkorup-cku8

[3]https://jurnalpolitik.id/2018/05/18/rapat-paripurna-dpr-417-anggota-dewan-absen/

[4]https://tirto.id/dalam-13-tahun-56-kepala-daerah-jadi-terpidana-korupsi-cHDy

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun