Mohon tunggu...
Muhammad Fatkhurrozi
Muhammad Fatkhurrozi Mohon Tunggu... Insinyur - fantashiru fil ardh

Pengamat politik

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Penurunan Harga Minyak Dunia, Sampai Kapan?

22 Januari 2016   14:29 Diperbarui: 22 Januari 2016   18:25 1246
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi - minyak (Shutterstock)

Dalam 2 tahun terakhir, harga minyak mentah terus turun. Kini harganya menjadi sekitar 40% dari harganya saat Juni 2014, yakni 26.5 USD/b untuk WTI dan 27.8 USD/b untuk Brent (oil-price.net, 21-01-2016). Angka tersebut adalah yang terendah dalam 12 tahun terakhir. Harga itu disebut-sebut bahkan lebih murah dari harga susu (268 USD/b) dan Coca-cola (237 USD/b) [1].  

Sementara sekitar 250 ribu karyawan perusahaan migas di seluruh dunia dirumahkan [2], suara mayoritas analis memperkirakan penurunan akan terus berlanjut pada 2016 ini. Harga minyak bumi dikhawatirkan menyentuh angka di bawah 20 USD/b, yang para ahli menyebutnya “uncharted area” (tidak terkategori).  Apakah ada perubahan di 2016 ini?

Kisah Singkat

Dunia telah memproduksi minyak yang telah melampaui kebutuhan sejak pertengahan 2014 (Gambar 1). Saat ini kelebihan suplai minyak diperkirakan sebesar 1,5 juta barel per hari. Angka tersebut diperkirakan oleh International Energy Agency (IEA) akan bertahan hingga akhir 2016 [3].

Gambar 1. Bagan perkembangan demand vs supply minyak dunia sejak 2009 hingga 2016 [3].

Harga minyak pada 2010-2014 mengalami trend kenaikan dikarenakan tingginya demand masyarakat dunia seiring banyak negara sedang bangkit dari krisis 2008. Di satu sisi, suplai tidak dapat mengimbangi, dan banyak sumur-sumur tua yang produksinya stagnan. Konflik di Libya dan Iraq juga mengurangi suplai dunia. Saat itu harga minyak mentah di kisaran 100 USD/b [4].

Bisnis minyak yang bergairah mendorong pengebor-pengebor di Amerika untuk berinovasi menyedot minyak dari formasi serpih (shale formations). Hal tersebut marak di negara bagian North Dakota dan Texas. Begitu masif, kini produksi minyak Amerika hampir dua kali dari 2010 [4].

Sejak saat suplai melebihi demand, di situlah dimulai penurunan harga minyak.

Pada pertengahan 2014, permintaan minyak global mulai turun. Ekonomi Eropa sedang memburuk. Sedangkan ekonomi China juga tersandung-sandung. Namun di satu sisi, Amerika tetap menggenjot produksi minyaknya. Ditambah Iraq dan Libya yang produksinya mulai ‘online’, harga minyak mulai meluncur, menjadi 70 USD/b [4].

Pada titik itu, banyak orang beranggapan bahwa Saudi Arabia dan negara-negara OPEC akan menurunkan produksi minyaknya untuk bisa tetap ekonomis. Namun yang terjadi malah sebaliknya, Saudi menambah produksinya guna memepertahankan market share, berharap agar murahnya harga minyak dapat menjatuhkan bisnis minyak serpih di Amerika yang lebih high-cost dibanding pengeboran konvensional. Harga minyak kemudian berlanjut turun, dari 50, kemudian ke 40, hingga kini di bawah 40 USD/b [4].

Yang diharapkan oleh Saudi tidak –atau belum- terjadi. Amerika masih kokoh dengan angka produksi minyaknya. Perusahaan migas Amerika punya cara beradaptasi. Mereka berhasil mengontrol pengeluaran dan menggenjot produksi minyak agar pundi-pundi dollar tetap mengalir (namun pada bulan belakangan produksinya stagnan). Iraq tak mau kalah, produksi minyaknya dua kali lipat sejak 2014 menjadi lebih dari 4 juta barel per hari.  Sedangkan Iran, akibat pencopotan sanksi nuklir yang akan berlangsung, mereka mulai mengekspor minyak pada tahun ini. Pasar terus kebanjiran minyak berlebih. Sedang dalam waktu bersamaan, negara yang sedang ‘melaju’ seperti China, Brazil, dan Russia berada dalam perlambatan ekonomi yang menambah lesu harga minyak. Harga dolar yang menguat juga mengurangi konsumsi minyak di beberapa bagian dunia [4]. Ditambah lagi, musim dingin yang ‘hangat’ di belahan bumi bagian utara yang dipengaruhi oleh El Nino juga mengurangi kebutuhan akan minyak [5].

Masihkah Berlanjut?

Sebagian, bahkan sebagian besar analis memprediksi penurunan harga minyak masih berlanjut di 2016. Kajian IEA mengatakan jika Iran memproduksi minyaknya lebih cepat, maka penurunan akan lebih gila lagi. Bila produksi  minyak Iran tembus 600 ribu barel per hari dan produsen lain tetap pada angka yang sama, maka suplai minyak global dapat melebihi 1,5 juta barel per hari. Jadi, kemungkinan harga minyak masih akan terjun adalah sangat mungkin [4].

Selain Iran yang akan lepas dari penjara ekonomi, bertambahnya –atau kembalinya- pemain dalam produksi minyak juga diprediksi masih awet di 2016. Negara-negara tersebut di antaranya Irak, Rusia, dan mayoritas negara di Amerika Latin. Irak yang kini sedang bergulat dengan ISIS, tanpa diduga dapat menggenjot produksi minyaknya. Pada Juni 2015, produksinya meningkat menjadi  4.1 juta barel per hari, meningkat sekitar 2/3 dari tahun 2010 [6]. Rusia, pada Desember 2015, mencapai puncak produksi minyaknya sejak era pasca Soviet, yakni sebesar 10,83 juta barel per hari [7]. Produksi minyak mentah dunia cenderung tetap pada trend kenaikan (Gambar 2).

 


Gambar 2. Produksi Minyak Global dari 1965 hingga 2015. [8]

Sedangkan bos British Petroleum, Bob Dudley, meramal harga minyak bisa akan lebih buruk lagi, yakni mencapai 10 USD per barel di 2016. Namun katanya, itu hanya berlangsung sementara di awal tahun. Di pertengahan 2016, ketika akan memasuki musim panas yang konsumtif, dia optimis harga minyak akan naik  menjadi 30 hingga 40 USD per barel. Di akhir tahun, harganya dimungkinkan mencapai 50 USD per barel [9].

Ketegangan antara Iran dan Arab yang baru-baru ini muncul diprediksi dapat mengganggu stabilitas suplai minyak. Kemudian jika produksi minyak serpih Amerika tidak dapat menghandle murahnya harga minyak, hal itu akan mendorong mereka tutup usaha, yang pada gilirannya akan menaikkan harga minyak. Juga ketika ekonomi China mulai membaik, dan sanksi Iran tidak jadi dicabut, hal itu juga akan membuat harga minyak ‘membaik’ [4]. Tetapi semua itu masih tebakan. Yang jelas, segala bentuk prediksi paling canggih sekalipun tidak akan dimuat di media massa, mereka akan merahasiakannya untuk kepentingan pasar modal. []

Referensi:

[1] http://www.bnn.ca/News/2016/1/19/What-a-barrel-of-oil-can-buy-.aspx
[2] http://www.nytimes.com/2016/01/13/business/energy-environment/bp-jobs-oil-prices.html
[3] https://www.iea.org/oilmarketreport/omrpublic/
[4] http://www.vox.com/2016/1/12/10755754/crude-oil-prices-falling
[5] http://www.emirates247.com/business/oversupply-us-rate-hike-mild-weather-oil-below-38-b-2015-12-15-1.614071
[6] http://www.bloomberg.com/news/articles/2015-08-12/iraq-boosts-oil-output-to-all-time-high-in-july-iea-says
[7] http://www.reuters.com/article/us-russia-energy-production-idUSKBN0UG02S20160102
[8] http://www.energyinsights.net/cgi-script/csArticles/articles/000000/000085.htm
[9] http://www.theweek.co.uk/oil-price/60838/oil-price-rally-proves-to-be-another-false-dawn 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun