Mohon tunggu...
Muhammad Fatkhurrozi
Muhammad Fatkhurrozi Mohon Tunggu... Insinyur - fantashiru fil ardh

Pengamat politik

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Bubarkan Gerakan Radikal Khilafah?

18 Januari 2016   20:19 Diperbarui: 29 Maret 2016   08:03 7232
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Penelitian tersebut diakui telah berhasil menjelaskan bagaimana sebenarnya posisi gerakan keagamaan transnasional itu dalam konteks perubahan sosial-keagamaan dan sosial-politik di Indonesia. Hasil paling penting dari penelitian itu adalah kesimpulan bahwa keberadaan gerakan keagamaan transnasional di Indonesia secara agama, politik dan ekonomi tidaklah membahayakan NKRI. Alasannya, disebutkan bahwa bagaimanapun (mereka) adalah warga negara Indonesia. Penelitian itu kemudian merekomendasikan kepada pemerintah dalam hal ini Kementerian Agama agar tidak perlu merisaukan keberadaan gerakan-gerakan keagamaan transnasional ini.

Menarik juga untuk merefer pada salah satu tokoh parpol nasionalis di Indonesia -yang bahkan nonmuslim-, Effendi Simbolon (PDIP), soal penegakan syariah Islam. Beliau dalam suatu kesempatan pernah menyatakan bahwa beliau justru terheran-heran pada orang Islam yang tidak mau menerapkan syariah. Baginya, justru dengan syariah Islam lah Indonesia bisa bebas dari cengkraman neoliberalisme ekonomi [5].

Tapi konon Bahrun Naim, yang katanya dalang di balik bom Thamrin itu, adalah anggota HTI. Tapi itu dulu, dan itu dibenarkan oleh jubirnya, Ismail Yusanto. Tapi mengait-ngaitkan aksi terorisme Thamrin dengan 'ajaran' HTI tentu kurang bijak. Ini seperti mengatakan bahwa "Si Amrozi pernah masuk -misalnya- TK "Bina Bangsa". Tahun 2002 dia jadi teroris, dia ngebom di Bali. Maka TK Bina Bangsa adalah TK pencetak teroris." Jadi memang kurang tepat bila mengalamatkan gelar teroris pada suatu jama'ah akibat ulah salah satu oknum -yang bahkan sudah tidak sehaluan dengan jama'ah tersebut. Tuduhan tersebut juga belum mempertimbangkan fakta di lapangan seperti apa aktivis HTI yang sebenarnya dan belum pernah ngoprek-ngoprek kitab yang diajarkan HT.

Last, mengungkit-ngungkit sesuatu atas ketakutan yang tidak berdasar (gerakan khilafah yang katanya mengancam) dan melupakan pokok permasalahan bangsa adalah tindakan gegabah. Orang tersebut perlu tahu, di Papua dan Maluku sana ada organisasi yang lebih radikal, siap memecah belah NKRI, dan benar-benar merancang makar. Juga orang itu perlu baca berita, siapa yang telah menjual murah tambang emas di Mimika dan Sumbawa, atau ladang migas di Cilacap, atau di Mahakam, dll. Juga mengobral BUMN-BUMN atau meliberalisasi perusahaan pembangkit listrik, air bersih, dan proyek-proyek infrastruktur. Atau juga yang kemarin sempat santer, kebun sawit yang sempat terbakar, yang jelas-jelas 'meneror' jutaan warga hingga menyebabkan korban jiwa.

Alhasil, mencoba mengait-ngaitkan terorisme dengan ide khilafah, apalagi membuat petisi untuk membubarkan ormas Islam -intelektual- yang mengusung ide khilafah menurut penulis malah ada kesan orang itu belum melek politik, bisa dibilang juga kurang piknik. Mereka belum pernah ngeteh bareng Ustadz Felix Siauw yang biasanya ngisi pengajian para ABG di SMA SMA atau kantor-kantor. Atau belum pernah ngopi bareng pejabat DPRD, Walikota, Bupati, yang pernah beramah-tamah dengan orang HTI. Atau juga belum pernah tamasya ke car free day di kota-kota besar yang ada aktivitas HTI nya. Atau belum nyoba jadi intel atau polisi yang suka nongkrong bareng aktivis HTI yang biasanya demo halaman gedung pusat pemerintahan. Sekian. []  

 

Referensi:

[1] http://hizbut-tahrir.or.id/2009/09/21/khilafah-dalam-pandangan-barat/ 
[2] http://hizbut-tahrir.or.id/tentang-kami/ 
[3] http://www.fahmiamhar.com/2010/01/hizbut-tahrir-sebuah-analisis-politik.html  
[4] http://khazanah.republika.co.id/berita/dunia-islam/religi-nusantara/15/07/19/nrqhne-perlukah-risaukan-gerakan-keagamaan-transnasional-di-indonesia 
[5] http://hizbut-tahrir.or.id/2015/04/16/effendi-simbolon-mengherankan-ada-umat-islam-menolak-syariah-islam/

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun