Begitu juga ketika pemerintah ingin menjadikan Indonesia penghasil minyak atsiri pala dan produk turunannya dengan kualitas premium. Maka harus dipetakan lokasi dan konsep pengembangannya serta ditentukan perusahaan apa yang akan menjadi mitra.
Namun rambu-rambu ini yang kadang terlupa. Sehingga para pengambil kebijakan yang mungkin tidak memahami history pengembangan perkebunan dapat  saja berpikir bahwa  dengan melakukan hal yang baru mereka telah melakukan langkah progresif padahal sebaliknya.
Spirit Pengembangan PerkebunanÂ
Saya harus akui bahwa para tokoh-tokoh perkebunan di masa lalu telah mewarisi ilmu yang sangat berharga. Dahulu perkebunan dikembangkan dengan pola UPP dengan konsep
- Pengembangan kawasan perkebunan
- Pendampingan secara konsisten satu UPP bertugas mengawal perkebunan dengan luasan yang memenuhi skala ekonomi
- Adanya pengembangan kelembagaan petani
- Adanya pengembangan kemitraan dengan industry yang kemudian meneruskan pembinaannya
Nah yang mengejutkan saya, dalam pengembangan PIR, petani akan didorong pada akhirnya memiliki saham pada industri pengolahan walaupun hal ini tidak pernah terwujud. Ini adalah konsep yang sangat visioner yang akhirnya kita amini saat ini. Pasalnya lemahnya petani perkebunan diakibatkan tingginya ketergantungan pada perdagangan barang mentah dan fragmentasi lahan yang cukup tinggi.
Saat pemerintah kini fokus pada akselerasi penyediaan benih melalui BUN 500, tentu tidak ada salahnya. Hanya perlu diingat, benih mungkin berdampak 40 % terhadap produksi pertanaman, namun perkiraan saya hanya 10 % dari faktor penentu kesejahteraan petani . Jika Anda membagikan cengkeh hingga jutaan batang tanpa dibarengi peningkatan SDM petani, pengembangan kelembagaan dan kemitraan, maka benih yang dibagikan hanya akan memperluas kebun namun tidak berhasil mensejahterakan petani.
Disinilah letak perbedaan konsep pengembangan perkebunan sesuai dengan mindset yang diwariskan para pendahulu. Kapan pemerintah memberi bantuan benih? Saat masyarakat membutuhkan benih dalam konteks pengembangan kebun yang telah dimitra dengan industri. Sehingga akan dirancang dengan tepat varietas seperti apa yang diintroduksi. Tidak semata-mata membagikan benih unggul dan bermutu.
Jadi pengembangan perkebunan berdasarkan pengalaman saya sudah memiliki patron yang jelas. Kreativitas dan out of box regulation  harus dilakukan dalam konteks itu. Ketika Anda lapar maka Anda harus tetap mengkonsumsi makanan dengan gizi yang seimbang. Ada karbohidrat, protein, mineral dan vitamin. Ini adalah patronnya.Â
Ruang kreativitas Anda ada pada cara Anda memasak dan bahan baku apa yang Anda gunakan. Â Mungkin Anda akan mengganti beras dengan sorgum atau protein daging dengan siput dan mengolahnya dengan cerdas. Tapi Anda tidak bisa menghilangkan konsumsi karbohidrat atau protein sama sekali. Jika Anda lakukan maka hidup Anda akan berdalam ancaman.
Jadi membangun perkebunan juga membutuhkan pemahaman atas rambu-rambu. Anda harus mendapatkan sensenya sebelum Anda menciptakan sebuah konsep yang progresif. Kabar baiknya para Bapak perkebunan telah meninggalkan warisan yang sangat berharga. Setidaknya ini dibuktikan bagaimana ekonomi Indonesia bergantung pada ekspor perkebunan, mengingat  40-30 tahun lalu Indonesia bukankan eksportir kakao, kelapa sawit yang penting.
Pada masa itu kita hanya mewariskan sisi pengembangan era kolonial yang dilakukan dengan cara eksploitasi dan akan segera usang. Indonesia kini menikmati apa yang para tokoh perkebunan kerjakan di masa lalu. Hanya, "para pendatang baru" yang dengan pengetahuan yang terbatas, melihat perkebunan hanya dari sebuah buku yang ia baca lalu merasa seolah meraup isi dunia dan memiliki ruang yang luas untuk berkreasi.