Lalu siapkah pengkritik sejati?
Menurut saya mereka diibarat komantan pleton yang berjuang hingga nyawanya dan prajuritnya terancam. Setelah perang usai ia lalu mendatangi seorang Jenderal untuk menyampaikan kritik. “Mohon maaf Pak Jenderal, strategi yang dijalankan selama membuat kami di lapangan mudah menjadi sasaran empuk musuh. Kita harus merubah kebijakan dan strategi perang. Kami juga membutuhkan peralatan yang lebih lengkap”, sarannya.
Sang komandan melakukan kritik setelah ia melakukan bertempur hingga meradang nyawa bersama anak buahnya dan menemukan hal-hal yang perlu diperbaiki. Di sisi lain ia tidak hanya menyampaikan kekurangan namun juga memberikan solusi.
Jadi Anda ingin mengkritik? Mari lakukan dulu tugas Anda, bekerjalah membantu masyarakat dengan kepintaran Anda, jika perlu hingga nyawa Anda terancam, setelah Anda mendapatkan gambaran utuh tentang masalah di lapangan, sampaikan apa yang salah dari pemerintah berserta solusinya bukti jika Anda memahami persoalan.
Hal ini penting. Jangan sampai Anda merasa membela rakyat yang tidak Anda kenal karena Anda hidup dibalik tembok. Sehingga ketidaknyamanan Anda seolah menjadi ketidaknyamanan masyarakat. Kebenaran Anda seolah menjadi kebenaran Indonesia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H