Saat suatu ketika saya melihat kedua anak saya tertidur dan menatap ke arah mereka dalam-dalam, tanpa sadar saya merasa sedih dan air mata saya menetes. Bagaimana saya memberikan rasa aman kepada mereka ketika saya sendiri tidak merasa aman berada di dunia ini. Dan saya adalah seorang ayah.
Adakalanya beban mental terbesar saya bukan ketika harus menghadapi itu semuanya dan bertarung tanpa henti. Melainkan ketika orang lain mengetahui apa yang saya alami dan pada akhirnya memandang diri saya berbeda. Bagaimana mungkin seorang dewasa memiliki ketakuan dan trauma yang tidak masuk akan seperti itu. Bagi orang seperti saya, tantangan dari lingkungan adalah yang terberat. Saya khawatir orang tidak memaklumi apa yang saya alami melainkan sebaliknya memandang saya rendah.
Saya menuliskan ini bukan bermaksud mendapatkan belas kasihan daripada Anda. Saya terus berjuang menghadapinya meskipun saya harus melawannya hingga puluhan tahun mendatang. Dan saya tidak ingin kalah. Namun saya ingin mengatakan kepada Anda, jika Anda masih memiliki pikiran yang sehat, benak yang jernih, berbahagialah! Jika Anda tidak menghirup berbagai ketakutan yang tidak masuk akal setiap hari bersyukurlah!
Sayangnya, banyak orang menurut saya dengan sengaja  merusak pikirannya. Menciptakan berbagai harapan yang tidak realistis. Menciptakan pemikiran yang tidak masuk akal yang membuat mereka stress ketika tidak dapat meraihnya. Merusak otak mereka dengan narkoba, rokok, seks dan kebiasaan yang buruk.
Seperti halnya seorang wanita yang menjual dirinya untuk meraih kekayaan. Saya tahu ia punya ratusan cara untuk memperbaiki hidupnya dengan cara yang wajar dan kemudian membangun kehidupan yang normal. Namun ia memilih cara yang mudah, hingga akhirnya ia memutuskan menikah dengan seorang pria tua kaya raya dan menjadikannya istri simpanan. Iapun menikmati apa yang ia anggap sebagai sumber kebahagiaan, yakni kekayaannya. Ternyata nikmatnya  hanya sesaat. Sejenak ia merasa kesepian saat ia sadar sang pria kaya itu hanya  mengharapkan tubuhnya bukan dirinya seutuhnya. Pada saat itu ia menyadari bahwa manusia tidak hidup dari roti saja.
Jadi saya masih sepakat dengan apa yang dikatakan Dalai Lama, kebahagiaan itu adalah persoalan saat ini. Bersumber dari batin. Tergantung pada cara Anda memandang dunia. Setidaknya, meskipun saya terus berjuang melawan berbagai kejanggalan dalam diri saya tapi saya merasa bahagia. Setidaknya saat saya menyadari memiliki istri yang begitu mencintai saya dan 2 anak sayam yang merupakan pemberian terbesar dari Tuhan, yang menyayangi saya dengan tulus. Â Tatapan mereka yang penuh kasih membuktikan betapa sempurnanya hidup saya.
Agustinus Levinas
Tangerang
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H