Satu hari, dapur istana sangatlah berantakan. Isi panci tumpah, tempat sampah diatas meja, tepung berantakan, serta cipratan saus rata penuhi tembok.
“Ya Tuhaaan, ” seru seseorang pelayan.
Sebagian pelayan wanita serta lelaki datang. Muka mereka melongo lihat kondisi dapur istana. Sembilan orang putri terlihat coreng-moreng dengan kecap, serta taburan tepung di rambutnya. Mereka tertawa cekikikan, lantas kabur dari dapur, serta berkubang di danau dekat istana.
Senantiasa demikian sehari-hari. Ada saja tingkah sembilan putri yang bikin semua pelayan istana kelabakan. Mulai mencorat-coret dinding istana, mencabuti bunga di taman, sampai membasahi lantai aula untuk main perosotan.
“Bandel sekali mereka! ” gerutu satu diantara pelayan sembari menggosok-gosok dinding dapur.
“Seandainya mereka bukanlah putri raja, tentu telah kujewer satu-satu telinganya! ” sungut pelayan lain sembari menyapu tepung serta sampah yang berantakan.
“Seandainya mereka bersembilan ini mempunyai karakter yang baik seperti adik bungsunya, tentu kita dapat bekerja dengan tenang, ” kata seseorang pelayan lelaki yang repot mengepel lantai.
Ya. Sembilan putri raja yang nakal ini mempunyai seseorang adik bungsu yang baik hati. Putri Kuning namanya. Sang Bapak memberikannya nama dengan warna, supaya gampang mengetahui anaknya. Putri-putrinya yang lain bernama Putri Jambon, Putri Hijau, Putri Biru, Putri Nila, Putri Kelabu, Putri Oranye, Putri Merah Merona, serta Putri Ungu.
Putri Jambon yaitu si sulung. Nakalnya minta ampun. Dialah yang senantiasa memimpin adik-adiknya menjahili semuanya warga istana.
Mereka jadi sangatlah nakal, lantaran tak mempunyai seseorang ibu. Permaisuri Werana sudah wafat dunia waktu melahirkan Putri Kuning. Sesaat, Raja kerap pergi ke luar kerajaan dengan beragam masalah. Putri-putri dirawat oleh inang istana. Tetapi, inang-inang yang menjaga tak dapat mengatur kenakalan mereka. Mereka cuma taat apabila sang Bapak tengah di istana.
Saat itu, Putri Kuning tengah menolong bersihkan taman istana. Dia menyapu daun kering yang berguguran. Mendadak, sembilan kakaknya melintas serta menendang daun kering yang telah susah-payah dihimpun. Mereka tertawa terbahak-bahak sembari menghina adiknya.