Mohon tunggu...
Boris Toka Pelawi
Boris Toka Pelawi Mohon Tunggu... Aktor - .

.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Demokrat Serang KAMI, Strategi Alihkan Pendukung Jokowi pada AHY

22 Agustus 2020   08:32 Diperbarui: 22 Agustus 2020   08:35 4204
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saya selalu percaya. Kalau bukan karena dua tokoh utamanya, yaitu SBY dan Megawati, sudah lama Demokrat dan PDIP bersatu. Tapi apa hendak dikata, sejarah pengkhianatan SBY dalam versi Megawati membuat hubungan keduanya sampai hari ini tidak mencair.

SBY beberapa kali ingin mencairkan suasana, namun kita tahu karakter Megawati yang "dendaman." Saya tidak tahu apa kata itu cocok, tapi saya ingin menggambarkan sosok Megawati yang sulit melupakan kekalahannya oleh SBY dalam dua kali pemilihan presiden.

Apalagi dulu SBY adalah menterinya, itulah sebabnya Megawati merasa dikhianati oleh SBY. Tapi saya yakin saat nanti PDIP sudah sepenuhnya dalam kontrol Puan dan Demokrat tidak lagi dibawah bayang-bayang SBY, kedua partai ini akan berkoalisi dengan baik.

Hal itu bisa dilihat dari sepak terjang AHY, yang langsung sowan ke Jokowi, tanpa gengsi, dengan kesantunan. Bahkan kita tidak mendengar ucapan yang menyerang Jokowi dari mulut AHY.

Kondisi Demokrat saat ini sebenarnya tidak terlalu baik jika mengingat ambisi SBY yang ingin kembali memenangkan pemilihan nasional lewat pilpres. Itu sebab dia memaksakan AHY untuk bertarung pada pilgub DKI Jakarta.

Sampai-sampai Ruhut Sitompul kecewa, karena AHY harus keluar dari tentara dengan pangkat yang bisa dibilang rendah. Sebab dalam konteks pilpres saingannya adalah para Jenderal. Memang kehadiran AHY membuat Demokrat lebih dekat dengan istana.

Itu sebab ada isu bahwa AHY akan dipilih jadi menteri walau akhirnya tidak terbukti. Bisa jadi karena masih ada Megawati disana. Demokrat nyaris tidak punya tokoh lain untuk dicalonkan pada pilpres 2024 selain AHY. 

Maka posisi Demokrat saat ini adalah membangun citra secara perlahan-lahan setalah sebelumnya hancur karena korupsi besar-besaran yang dilakukan anggotanya. Memang di era SBY demokrasi jauh lebih baik dibanding jaman Jokowi, kebebasan berbicara lebih terasa. Sekarang ngomong dikit dilaporkan polisi.

Tapi kekurangannya, begitu banyak korupsi dan pembangunan infrastruktur tidak jelas arahnya. Maka bisa dipahami kalau Politisi Partai Demokrat, Ferdinand Hutahaean turut mengomentari dibentuknya Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) oleh Din Syamsuddin Cs.Ferdinand mengatakan KAMI hanya galangan politik yang berbau opini. 

Ferdinand mengatakan, pernyataan yang dilontarkan pada acara deklarasi KAMI lebih kepada pendapat opini semata. Lantas dia mengimbau agar masyarakat tidak memikirkan jalan politik Din Syamsuddin Cs.

Kenapa sekarang Demokrat kesannya membela pemerintah? Kita tahu Ferdinand adalah orang yang bisa dikatakan menggantikan posisi Ruhut Sitompul yang sudah tidak sejalan dengan garis partai.

Maka apapun yang dikatakan Ferdinand pasti sesuai dengan komando besar partai Demokrat. Kalau begitu berarti ada layar yang diarahkan partai Demokrat untuk mendukung pemerintahan Jokowi, sekalipun secara resmi mereka bukan partai koalisi sah pemerintah.

Alasannya ya Megawati dan SBY tadi. Tapi Demokrat lebih memilih membangun citranya lewat panggung media. Lewat pernyataan-pernyataan yang diarahkan untuk membela Pemerintah.

Kenapa demikian? Sebab dalam dua kali pilpres terbukti bahwa Jokowi memiliki pendukung yang sangat banyak. Dua kali pilpres dia kalahkan dengan telak Prabowo. Jokowi sudah memimpin dua periode, maka pada pilpres 2024 tidak bisa maju lagi. Mau kemana suara pendukungnya dialihkan?

Tentu secara natural suara pendukung Jokowi akan pindah kepada orang yang terlihat mendukung Jokowi.T entu tidak semudah itu karena AHY akan berhadapan dengan Ganjar Pranowo, Risma, dan orang-orang PDIP serta tokoh populer lainnya.

Di satu sisi AHY juga punya peluang menggerus suara pendukung Prabowo yang entah akan dialihkan kemana. Kalau Prabowo masih maju dalam pilpres 2024 maka sulit untuk menggerusnya. Tapi kalau Prabowo tidak maju, peluangnya besar.

Karena menurut saya, tokoh seperti Anies Baswedan yang konon dielu-elukan kelompok 212, itu kecil sekali mengingat ada dua ratus juta lebih rakyat Indonesia. Mereka hanya gaungnya saja yang besar.

Maka dalam hal ini, tidak ada langkah yang lebih realistis selain terus menyuarakan dukungan pada jalannyan pemerintahan Joko Widodo. Mendukung saja hasilnya mungkin tipis-tipis, apalagi melawan pemerintah. Dipastikan AHY akan kehilangan peluang dalam kancah perpolitikan nasional..

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun