Mohon tunggu...
Boris Toka Pelawi
Boris Toka Pelawi Mohon Tunggu... Aktor - .

.

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Kompasiana Diserang karena Tulisan tentang Kekristenan?

16 Juni 2020   12:48 Diperbarui: 16 Juni 2020   14:41 756
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
artikel yang dibagikan kompasiana dihalaman facebooknya (dokpri)

Belakangan ini memang beberapa kali saya menulis fenomena kekristenan di Kompasiana.Karena saya pribadi menulis apa yang mau saya tulis. Seperti kita tahu, artikel yang kita tulis sebagian besar akan dishare oleh Kompasiana di halaman Facebooknya, yang hari ini sudah lebih dari satu juta pengikut.

Beberapa tulisan saya tentang kekristenan pun turut dibagikan Kompasiana di halaman facebooknya. Iseng-iseng saya lihat, saya agak heran juga melihat sebagian besar komentarnya. Beberapa diantaranya saya taruh di bawah. Ini hanyan untuk contoh saja.

salah satu komentar yang saya ambil dari halaman facebook kompasiana yang mengomentari artikel yang saya tulis (dokpri)
salah satu komentar yang saya ambil dari halaman facebook kompasiana yang mengomentari artikel yang saya tulis (dokpri)
tampaknya tidak semua orang sudah paham bahwa kompasiana adalah media warga.Siapapun bisa menulis topik yang dia ingin tulis selama tidak hoax dan melanggar ketentuan kompasiana (dokpri)
tampaknya tidak semua orang sudah paham bahwa kompasiana adalah media warga.Siapapun bisa menulis topik yang dia ingin tulis selama tidak hoax dan melanggar ketentuan kompasiana (dokpri)
Sebenarnya dalam artikel tentang fenomena kekristenan yang saya tulis sebelumnya, komentar serupa juga muncul. Maka yang saya bahas ini hanya beberapa diantaranya saja.

Pertama, saya jelaskan lagi, bahwa kompasiana hanyalah wadah. Siapapun bisa menulis disini, termasuk mereka yang merasa kompasiana tak seharusnya menerbitkan tulisan dengan tema kekristenan. Walaupun saya tahu, di pikiran mereka, kompasianalah yang membuat tulisan itu, padahal kompasiana hanyalah wadah, yang menulis bukan pihak Kompasiana.

Lalu jika dikatakan Kompasiana kekurangan topik, ini pasti karena persepsinya, lagi-lagi Kompasiana yang dianggap membuat tulisan. Jadi Kompasiana dengan begitu banyak penulisnya tidak mungkin kekurangan topik. Yang ada malah kadang topiknya terlalu banyak. Mari kita lihat komentar yang lain mengenai artikel saya tersebut.

orang ini juga pasti tak mengerti bahwa kompasiana itu media warga (dokpri)
orang ini juga pasti tak mengerti bahwa kompasiana itu media warga (dokpri)
gambar ini menjadi bukti permasalahan sesungguhnya bahwa ternyata banyak yang komen, tapi tidak baca isinya (dokpri)
gambar ini menjadi bukti permasalahan sesungguhnya bahwa ternyata banyak yang komen, tapi tidak baca isinya (dokpri)
Beberapa orang menyadarinya dan saya sepakat dengan pendapat mereka (dokpri)
Beberapa orang menyadarinya dan saya sepakat dengan pendapat mereka (dokpri)
Jadi ternyata, banyak orang tidak tahu Kompasiana itu media apa, tapi mengikuti halaman facebooknya. Dan parahnya saat ada artikel dibagikan mereka tidak membaca isinya, mereka hanya membaca judulnya saja. Ternyata benar, bahwa orang Indonesia itu krisis membaca dan krisis dalam berkomentar.

Sebenarnya tidak ada kewajiban untuk kita membaca sebuah tulisan. Maka jika kita memilih untuk tidak membaca sesuatu, alangkah eloknya kalau kita tidak ikut berkomentar, karena sudah pasti komentar kita akan salah. Sebab kita tidak tahu materi yang dibahas mengatakan apa, wong kita cuman baca judulnya saja.

Jadi mengenai ketidak pahaman mereka saya sudahi sampai disini. Lalu ada juga yang berkomentar, sekalipun tulisannya benar, sebaiknya tulisan itu untuk kalangan sendiri saja. Maksudnya tulisan kekristenan saya ditulis dan disebarkan ke orang kristen saja. Pertanyaan saya, saya sebarkan melalui apa? Melalui grup WhatsApp kah?

Siapa yang dimaksud dengan kalangan sendiri? Saya jadi teringat kejadian antara Pendeta Esra Alfred Soru yang mengupload video bantahan tentang ajaran pendeta Erastus Sabdono yang dinilai oleh Pendeta Esra Alfred Soru  sesat.

Dalam hal ini saya menghormati kedua pendeta ini, dan setelah saya dengar ajarannya, memang ada perbedaan penggiringan narasi, tapi sampai sejauh ini saya masih merasa kedua ajaran pendeta tersebut baik-baik saja.

Karena Pendeta Esra Alfred Soru mengupload video tanggapan tentang ajaran pendeta Erastus Sabdono, banyak pendukung pendeta Erastus Sabdono menuding bahwa Pendeta Esra Alfred Soru hanya mencari subscriber dan adsense di youtube, makanya dia buat video tanggapan terhadap ajaran pendeta Erastus Sabdono.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun