Mohon tunggu...
Boris Toka Pelawi
Boris Toka Pelawi Mohon Tunggu... Aktor - .

.

Selanjutnya

Tutup

Hobby Artikel Utama

Tulisan Itu Seperti Baju yang Dipakai Berulang-ulang

17 Mei 2020   14:10 Diperbarui: 18 Mei 2020   11:30 508
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tulisan itu ibarat baru yang nyaman dan bisa dipakai berulang| Ilustrasi: Pixabay

Pada artikel kali ini saya hanya mau berbagi tips tentang menulis. Perlu diingat saya disini bukanlah penulis profesional. Saya hanya pernah menulis sebuah novel berjudul "Kamu dan Braga" yang diterbitkan oleh Jentera Pustaka, teman-teman bisa membelinya di playbook. 

Sisanya, saya hanya menulis status di Facebook dan menulis di kompasiana. Saya sudah berhenti menulis pesan untuk si dia, karena dia balasnya lama, bikin ngebatin saja.

Dan untuk teman-teman Kompasianer tetaplah berkomentar dan memberi vote di artikel saya. Saya sangat menghargainya. Hanya saja saya tidak bisa balas langsung karena internet di rumah saya lemot. Jadi saya akan balas ketika buka komputer di kantor, dan saya akan gantian mampir ke lapak teman-teman.

Jadi saya ingatkan sekali lagi, jika kalian mencari tips dari seorang profesional di dunia kepenulisan, artikel ini rasanya kurang tepat.Ini hanya tips pribadi dari saya saja.

Gak tahu benar gak tahu enggak. Jadi kenapa saya tidak menulis artikel politik? Padahal pembacanya kan banyak, bisa dapat K-rewards gede.

Alasan pertama, saya belum ada waktu untuk riset. 

Kedua, karena kesibukan saya kurang banyak membaca isu terkini soal politik. 

Ketiga, saya ngerasa tidak punya kapasitas menulis isu soal politik. Saya hanya punya potongan unek-unek yang tak bisa saya kembangkan menjadi satu artikel yang komprehensif. 

Keempat, saya masih berusaha idealis. Entah sampai kapan, kita lihat saja nanti.

Itulah alasan kenapa saya tidak menulis isu-isu yang tengah berkembang saat ini sekalipun punya potensi dibaca banyak orang. Alasan kelima adalah, saya masih berusaha menulis sesuatu yang akan saya baca berulang-ulang.

Artinya sesuatu itu adalah premis orisinil yang saya hasilkan dan kemudian saya kembangkan menjadi satu artikel yang utuh.

Kalau saya baca berulang-ulang (minimal untuk melihat apakah ada typo atau tidak) artinya tulisan itu ada harganya untuk saya. Sebab ada banyak juga orang yang habis menulis langsung publish tanpa memeriksa kembali tulisannya.

Ini bukan soal kesalahan teknis seperti typo ya, tapi lebih ke apakah yang nulis menganggap tulisannya sampah atau sesuatu yang ada manfaatnya, minimal untuk diri sendiri.

Kalau ada manfaatnya pasti dia akan baca lebih dari sekali. Bahasa puitisnya itu bukti bahwa dia mencintai tulisannya, jadi dia kunjungi berkali-kali. Kayak nyamperin gebetan gitu deh.

Dari sini dapat disimpulkan saya hanya menulis apa yang membuat saya betah untuk membacanya berulang-ulang, lalu ada manfaatnya minimal untuk diri saya sendiri, dan sudah pasti saya hanya akan menulis apa yang saya suka.

Mustahil orang yang tidak menyukai apa yang ditulisnya akan membaca ulang tulisannya. Yang ada malah pengen menghapus tulisan itukan kalau kita tidak suka.

Saya sendiri beberapa kali menghapus tulisan saya di Kompasiana karena tidak puas dengan hasilnya, saya tidak nyaman membiarkan tulisan saya itu ditemukan di internet. 

Tulisan itu ibarat baju atau celana. 

Kalau kita suka pasti kita pakai berulang-ulang, bahkan kalau perlu cuci kering. Karena kita merasa nyaman saat mengenakannya, makanya kita pakai berulang-ulang. Bukan hanya itu, kita juga akan mengenakan baju atau celana yang membuat kita terlihat keren.

Kita pasti menyingkirkan pakaian yang membuat kita tidak nyaman atau terlihat jelek. Tapi sederhana pun sebuah baju atau celana, kalau dia bisa membuat kita tampak anggun dan kita nyaman saat mengenakannya, pasti kita akan menyayanginya.

Kita akan mencucinya dengan hati-hati agar tidak luntur, kita jemur baik-baik, dan selalu kita lipat dengan rapi di dalam lemari.

Saya tidak tahu apakah sudah ada analogi seperti ini sebelumnya, tapi demikianlah hubungan antara penulis dengan tulisannya menurut saya. Seperti seseorang dengan pakaiannya.

Maka pertanyaannya apakah kita sudah menulis sesuatu yang membuat kita nyaman? Membuat kita terlihat baik, keren dan anggun? Ataukah selama ini kita menulis sesuatu yang tidak cocok untuk diri kita hanya karena ingin pembacanya banyak.

Ibarat pakaian, apakah selama ini kita mengenakan baju atau celana yang sebenarnya membuat kita tidak nyaman dan merasa buruk, tapi karena trend mode-nya lagi seperti itu kita ya mengikut saja. Jangan-jangan hanya agar diperhatikan banyak orang kita sering mengenakan pakaian yang aneh.

Dalam hal tulisan apakah demi dibaca banyak orang kita sering membuat tulisan yang bombastis judulnya tapi kosong isinya? Atau jangan-jangan kita malah turut merajut hoax dalam tulisan yang kita kenakan.

Jika sedemikian pribadi hubungan antara penulis dan tulisannya, berarti seseorang haruslah menulis sesuai dengan gayanya sendiri. Jika penulis itu adalah tubuh maka tak semua jenis pakaian cocok untuk tubuh si penulis.

Penulis haruslah membeli pakaian yang sesuai dengan ukuran badannya. Kalau dia memaksakan pakaian yang tak sesuai ukuran, maka bisa kesempitan atau longgar. Artinya, penulis janganlah memaksakan menulis sesuatu yang tak sanggup untuk dia sajikan secara ideal.

Tapi terserah sih, seperti yang saya bilang di awal. Ini adalah tips versi saya. Keuntungannya jika kita mengikuti tips ini adalah kita akan jauh lebih produktif dan senang dalam menulis.

Contohnya saya, saya kalau disuruh menulis puisi bisa stres sendiri. Karena jika puisi itu sebuah baju, itu bukanlah baju yang saya rasa cocok untuk saya pakai. Tapi saat orang lain yang memakainya saya bisa melihat baju itu pantas dikenakan. Maksudnya saat orang lain yang menulis puisi saya bisa menikmati keindahannya.

Saya pikir intisari tulisan ini sudah sampaikan. Ibarat pakaian yang membuat nyaman dan keren lalu kita kenakan berulang-ulang, tulislah sesuatu yang membuat kita tidak bosan untuk membacanya berulang-ulang.

Karena diri kita adalah pembaca pertama dari tulisan kita, kalau kita saja malas, bosan, dan jijik dengan tulisan kita, apalagi orang lain. Kalau kita menulis sesuatu yang bisa kita nikmati, maka orang lainpun pasti akan menikmatinya.

Saya pikir ini saja tips dari saya. Semua berdasarkan pengalaman pribadi saja. Yowes semoga bermanfaat. 

Kalian juga bisa membaca tulisan saya yang lain disini.

Penikmat yang bukan pakar

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun