Jadi semenantang apapun pekerjaan (selama bukan nyawa taruhannya) menurut saya layaklah buat dijalanin. Jadi Financial Advisor tuh udah kayak bisnismen aja pokoknya. Harus pandai bekerja sama,harus pandai menjalin relasi,pokoknya kerjanya tuh berhubungan dengan banyak orang. Soft Skill tuh dibutuhin bangetlah pokoknya.
Tapi biasanya kerja gak sesuai passion itu gak ada puasnya sama sekali.Ah boro-boro bicara kepuasan, menikmati saja gak bisa apalagi puas. Tapi yah, mengeluh juga bukanlah sikap dewasa yang menandakan bahwa saya siap memasuki dunia kerja.Tapi saya akan kesampingkan dulu persoalan passion (Emangnya passion lu apa sih ris? Passion saya ya? Hkmm, passion saya sih menulis...menulis ungkapan-ungkapan betapa saya mencinta kamu.. Apa sih geje)
Oke oke kembali ke laptop...Sebelumnya saya belum pernah menjalani pekerjaan yang kerjanya menjual begini. Dalam artikel saya yang lain saya sudah cerita, bahkan saya selalu menghindari pekerjaan beginian. Tapi yah apa boleh buat, dapatnya ini, ya jalanin aja dulu. Toh gak buruk-buruk amat kok..
Saya pernah jadi pramuniaga di sebuah toserba, waktu itu saya belum lulus kuliah. Kepuasan dari pekerjaan ini adalah ketika saya dan rekan selesai merapihkan pajangan dan melihat barang menjadi rapih.. ada juga kepuasan saat selesai membantu dan melayani costumer. Begitu juga saat saya bekerja di toko buku, hingga menjadi auditor di sebuah perusahaan distribusi di kota Bandung, selalu ada kepuasan dari setiap pekerjaan ketika saya selesai mengerjakannya.
Menjadi Financial Advisor kepuasan yang saya dapatkan adalah, tentu saat closing. Closing sendiri artinya berhasil menjual produk perusahaan. Tapi yang lebih memuaskan saya adalah saat saya berhasil closing dengan cara yang jujur. Karena memang tak sedikit Financial Advisor ataupun agen asuransi yang tidak jujur dalam menggaet nasabah. Demi ngejar target dan bonus biasanya bohongpun jadi. Kalo nasabah komplen itu gimana nanti.
Masalahnya tantangan menjual asuransi itu ya ada pada kata asuransi itu sendiri. Gak tau kenapa kayaknya banyak banget orang anti sama asuransi. Saya maklum sih, mungkin banyak orang ngerasa ketipu sama penjelasan Financial Advisor atau agen asuransi di luaran sana.
Itu sebab orang seperti saya ini harus pandai-pandai "bersilat lidah." Bagaimana cara membahasakan kata "asuransi" ini dalam bentuk lain. Saya kadang memakai istilah santunan.
Saya harus pintar-pintar membaca karakter nasabah. Kalo dia terlihat antiasuransi saya harus "cuci" dulu otaknya. Syukur-syukur berhasil. Tapi kalo nasabah yang sudah sadar pentingnya asuransi, saya tak segan-segan untuk menyebut istilah asuransi. Makanya bahasa saya tergantung karakter nasabah. Gak bisa dipukul rata.
Hal lain yang memberi kepuasan sekaligus menjawab pentingnya asuransi adalah saat melayani claim nasabah. Saya pernah menangani claim nasabah yang suaminya meninggal dunia. Selain seorang isteri, almarhum meninggalkan juga dua orang anak yang masih kecil-kecil.
Saya bisa merasakan betapa wanita tersebut merasakan kehilangan. Bukan hanya kehilangan sosok yang dicintai, tapi juga kehilangan sosok yang menjadi ujung tombak keluarga dalam mencari nafkah. Bayangkan kalo suaminya tidak memiliki asuransi? Trainer saya pernah cerita tentang pengalamannya sampai akhirnya dia sadar tentang pentingnya asuransi. Suatu hari seorang kenalannya bertanya padanya.
"Kalo misalnya anda pergi dua hari berapa uang yang akan anda tinggalkan untuk anak isteri anda? satu dua atau tiga juta?Â
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!