Mohon tunggu...
Boris Toka Pelawi
Boris Toka Pelawi Mohon Tunggu... Aktor - .

.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Tak Ada yang Mau Dibenci, Kenapa "Haters" Ada?

29 September 2018   10:09 Diperbarui: 15 April 2019   15:24 1710
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ada beberapa ciri seorang haters, antara lain, kita memuji tapi sebenarnya di dalam hati kesal , pujiannya tidak tulus, dan yang tahu ya cuman diri kita sendiri. Saat orang lain bersinar kita tidak mengakuinya. Coba saja lihat perdebatan antara fans Lionel Messi dan Cristiano Ronaldo.Sudah deh,pendukung kedua pesepak bola ini mah gak ada yang objektif.

Pas Ronaldo cetak gol dibilang ya pasti gol orang cuman menunggu di depan gawang. Ketika Lionel Messi bikin gol, ya wajarlah bikin gol orang mainnya di liga abal-abal. Makannya ada istilah, Pujian semanis madu nggak akan ada artinya kalau kamu jadi haters. 

Haters sendiri sudah punya makna radikal, tapi masih ada lagi pembenci garis keras yang militan, mereka terus menyerang seseorang baik lewat kehidupan ataupun melalui karya-karya si orang tersebut. Mereka juga membuat akun palsu hingga sengaja menyebarkan berita hoaks untuk menjatuhkan orang yang dibencinya.

Namun pertanyaan mendasar dari semua ini adalah, kita sendiri tidak mau dibenci, namun kenapa kita membenci? Apa sebenarnya motivasi kita saat membenci, dan apa gunanya hal itu untuk kita. Kepuasan belaka? Mungkin saja. Gunanya adalah untuk melampiaskan rasa marah, dengki hingga dendam tak berdasar. Tapi apa gunanya melampiaskan semua itu, bahkan apa sebenarnya gunanya memiliki semua perasaan yang mendasari rasa benci? Bahkan nyaris tidak ada.

Saya teringat pesan pengacara kondang Hotman Paris, "jadikanlah idolamu sebagai lawanmu."Jangan cuman bisa nyinyir, begitu sering Hotman Paris memberi pencerahan melalui caption postingannya di instagram. Misalnya Marq Marquez, dulu dia mengidolakan Valentino Rossi sebagai pembalap MotoGP, maka dia terus berlatih, dia amati, tiru, dan modifikasi gaya membalap sang legenda, hingga akhirnya dia bisa menjadikan idolanya itu sebagai lawannya.

Inilah cara "membenci" yang positif, bukan hanya nyinyir. Tapi jadikan "kebencian" itu sebagai motivasi untuk memecut diri. Trims!

Penikmat yang bukan pakar

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun