Langsung saja, karena kondisi warnet kurang nyaman, jadi saya tulis cepat saja. Alasan saya terjebak di warnet saat ini karena lagi nyoba nyairin dana BPJS Ketenagakerjaan via e-claim.
Saya yakin kita semua tahu apa itu Instastory yang ada di instagram. Ada juga yang menyebutnya Snapgram. Instastory adalah kependekan dari Instagram Stories. Fitur ini ada di bagian atas kalau kita buka aplikasi instagram.Â
Sebenarnya Instastory ini bukan ide murni si Mark Zuckerberg, bukan juga hasil kreasi para pekerja di Instagram. Sebenarnya mereka cuma niru Snapchat. Seperti kita tahu, Snapchat adalah aplikasi kirim pesan di mana pesannya itu nanti bisa hilang dengan sendirinya, inilah yang jadi keunikan Snapchat.
Tapi seperti yang dikatakan ... hhm siapa saya lupa. Tapi saya baca di biografinya Steve Jobs, ada kalimat bunyinya begini: seniman baik meniru, seniman hebat mencuri.
Jadi bisa dikatakan sebagai seorang seniman teknologi Mark Zuckerberg sudah mencuri inovasi milik Snapchat. Bahkan tercatat, delapan bulan setelah Instagram meluncurkan Instasory untuk koleksi foto dan video semi permanen, produk tersebut telah digunakan lebih dari 200 juta pengguna aktif Instagram setiap harinya.Â
Saya kutip dari antaranews, Para pengguna Instagram di Indonesia menggunakan Instagram Stories paling banyak dibandingkan rata-rata pengguna instagram di seluruh dunia. Wow!
Melihat hal ini tentu pendiri Snapchat, Evan Spiegel, hanya menyindir demikian, "jika Anda ingin menjadi perusahaan yang kreatif, Anda harus terbiasa dan menikmati fakta yang menunjukkan orang-orang telah meniru ide Anda."Â
Saya suka gaya anak muda ini karena dia tetap kalem walaupun perusahaannya dalam kondisi tertekan. Berbeda dengan Miranda Kerr kekasihnya yang berkata, "apakah mereka tidak bisa inovatif? Apakah mereka harus mencuri semua ide pasangan saya?" Miranda Kerr lebih terdengar emosional.
Tapi bukan soal itu yang mau saya bahas ... Ada beberapa pendapat saya soal fitur Instasory yang kini semakin kreatif saja.
Saya coba mengamati para pengguna instagram, beberapa di antaranya adalah gadis yang nolak saya (dulu pas baru kenal dia saya follow, terus sama dia difollback, pas dia nolak saya, saya unfollow dia, juga dia unfollow saya, karena saya kepo saya follow lagi dia dan kali ini dia tidak follback saya, canda kok). Kedua instagramnya Raline Shah, menurut saya, hanya Raline Shah yang bisa menyaingi Mikha Tambayong.
Selain Raline Shah ada lagi seseorang yang hobi main instastory saat jalan sama pacarnya. Dari kedua hal ini saya memiliki pendapat, bahwa sebenarnya narsis itu adalah emosi yang dimiliki setiap manusia, termasuk artis. Padahal artis tak perlu lagi media sosial karena mereka sudah terkenal, orang-orang sudah mendokumentasikan kehidupan mereka melalui berbagai majalah hingga acara infotaiment.
Tapi artis juga manusia, mereka rindu untuk membagikan keseharian, hingga kebahagiaan yang mereka tengah rasakan. Tentu hal ini di luar masalah endorse dan promo film. Instastory juga seperti fitur alternatif agar kenarsisan atau sifat hobi posting ini tidak nyampah di instagram, terutama saat teman-teman buka instagram, kita tak perlu merasa tak enak karena terlalu banyak memposting foto atau video. Bayangkan, orang biasa saja bisa merekam di instastory lima sampai sepuluh kali dalam satu hari.
Sebagus-bagusnya sebuah foto dan seberapa besarpun dorongan untuk memposting, pasti ada rasa malu, takut nanti dibilang alay atau narsis kalau terlalu sering posting. Makanya banyak orang, terutama wanita, memanfaatkan instastory sebagai wadah untuk membagikan momen (atau sekadar menjadi kelinci) di instagram.
Ya kalau gadis secantik Raline Shah sih tak jadi soal ya, mau posting seratus foto sehari pun, aku sih yes.... Hkm.
Bahkan saya menemukan ada pengguna instagram yang memposting foto terakhir kali setahun yang lalu, tapi cukup aktif memainkan instastory. Untuk contoh kedua, di mana seseorang hobi merekam kebersamaan dengan instastory saat jalan dengan pacarnya, bisa dikatakan juga menjadikan instastory sebagai media defensif alternatif.
Saya pernah menemukan seorang pengguna instagram yang telah memiliki pasangan, dan cukup sering membagikan foto bersama pasangannya di media sosial tersebut. Repotnya saat mereka putus, saya melihat bagaimana selain meng-unfollow pacarnya, dia juga harus menghapus foto kebersamaan dengan pacarnya itu.
Nggak penting juga sih ya...Tapi hal ini menjadi jejak digital, dan menjadi runtuhnya monumen defensif dalam bentuk foto bersama yang selama ini menghalangi kaum jomblo untuk mendekati si orang tersebut. Artinya, sering memposting foto bersama pacar di instagram adalah langkah membuat kentara putusnya sebuah hubungan, dan itu adalah sebuah pengumuman bagi pengagum dan para stalker.
Instastory dimanfaatkan untuk membagi kebersamaan dengan aman, kalau nanti putus tak perlu repot-repot hapus momen. Tak bikin gaduh, juga dosis rekam dan share yang tepat bagi para pasangan yang masih meragukan kekasihnya.
Jadi kesimpulannya, instastory ini adalah penemuan yang jenius, maksud pujian saya bukan untuk Mark Zuckerberg, tapi lebih ke Evan Spiegel. Lalu apakah kalau instastory tidak ada, akan ada banyak yang nyampah di instagram karena terlalu sering posting? Apakah Raline Shah akan posting seratus foto dalam sehari? Saya yakin tidak.
Saat ditanya kenapa dia tak percaya pada riset pasar, Steve Jobs menjawab, "Bahwa konsumen tak tahu apa yang mereka inginkan, sampai kita menunjukkannya pada mereka. Andai Henry Ford tak menciptakan mobil, maka konsumen akan meminta kuda yang lebih cepat."
Jadi hubungan Raline Shah dan instastory, termasuk hubungan kita dan fitur tersebut tak lebih dari hubungan penikmat dan penyedia layanan. Jika tak berlebihan tak ada yang perlu dirisaukan. Tapi tentu, tak ada yang gratis. Apa yang memberi kenikmatan biasanya mengikat karena kita telah terpikat.Â
Jika sudah terpikat akan ketagihan, jika sudah ketagihan biasanya akan berlebihan. Ini sekedar saran absurd yang tak konstruktif saja tentang instastory. Bahwa yang awalnya soal kenarsisan emosional yang wajar, bisa menjelma jadi tindakan tak perlu, sekedar membagikan sampah membunuh waktu. Jika tak ada instastory kita akan cari aplikasi lainnya. Sebab narsis berlebih bukan masalah aplikasi, tapi soal kebiasaan diri....bla-bla-bla..salam dari diriku yang juga narsis.
Bandung gerah...
Boleh setuju boleh tidak
Penikmat yang bukan pakar.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H