Setiap kali saya dan rekan akan bekerja, atasan kami selalu mengingatkan agar kami memperhatikan proses bisnis yang terjadi di lapangan. Memperhatikan proses bisnis tempat kita bekerja saat status kita hanya karyawan, beuhh  boro-borolah! Kalau saya punya mental  entrepreneur  saya  nggak  akan kerja kali. Begitu mungkin alam bawah sadar kita terprogram. Lagian saya tidak ada minat jadi pengusaha kok, ada tugas, saya kerjakan, selesai, habis cerita. Kalaupun ada minat jadi pengusaha, banyak anak muda sekarang menolak bekerja, dan merasa lebih baik jika belajar dari internet atau seminar.
Tapi semakin kesini saya jadi paham, berpikir bahwa proses bisnis hanya urusan pengusaha dan manajer adalah sebuah kekeliruan. Suatu kali atasan saya ngobrol dengan saya, "Apa Tuhan mau saya jadi pengusaha ya?" Dia berkata demikian karena dia termasuk orang yang sudah pernah mencicipi berbagai posisi di tempat kerja kami. Pernah jadi HRD, Supervisor, Manajer Operasional, hingga auditor. Pengalaman berpindah posisi itu membuatnya merasa memiliki sedikit banyak pengetahuan untuk mendirikan sebuah usaha. Dia tahu bagaimana cara menyeleksi hingga menerima karyawan yang baik, dia tahu bagaimana cara menjalankan sisi operasional perusahaan, dan lain sebagainya.
Tapi, terlepas dari bahwa ilmu tersebut kelak akan bermanfaat di kemudian hari jika ingin jadi pengusaha. Penekanan beliau agar kami memperhatikan proses bisnis adalah untuk memaksimalkan kinerja dan demi kebaikan perusahaan juga. Mungkin masih ada yang berpikir, jika proses bisnis adalah soal meningkatkan iklan, menjual lebih banyak, sebanyak-banyaknya. Tapi yang saya pelajari, proses bisnis lebih dari itu. Menanamkan kesadaran agar tiap pekerja mau mengamati proses bisnis yang terjadi (sesuai dengan porsi dan bagiannya) akan memberi nilai tambah bagi kita sebagai pekerja.
Contohnya saya yang bekerja di perusahaan distributor air minum. Penjualan adalah ujung tombak perusahaan, kecepatan dan ketepatan menjadi hal sangat penting dalam kegiatan ini. Contohnya, sebuah mobil membawa seratus produk, di depan gerbang tentu jumlah produk tersebut harus dipastikan lagi oleh pihak terkait (petugas gudang/security misalnya). Tujuannya? Agar jumlah yang terjual secara data dan fisik sesuai. Bayangkan, kalau tercatatnya mobil tersebut membawa seratus produk, tapi faktanya membawa dua ratus produk, bukankah telah terjadi kerugian perusahaan? Apakah ini bukan proses bisnis juga? Tentu proses bisnis, karena menyangkut untung rugi perusahaan.
Apakah terjadi pencurian? Belum tentu, bisa saja salah hitungkan. Artinya, segala aktivitas dalam sebuah perusahaan adalah proses bisnis. Kenapa bisa salah hitung? Sudahkah dilakukan sesuai SOP? Nah pengamatan kita akan aktivitas di perusahaan, adalah bagian dari bisnis yang kita sumbangkan sesuai porsi kita sebagai karyawan.  Yah mungkin semua sudah tahu kali ya. Ini mah intermezzo saja, soalnya hape sepi, nggak  ada yang nge-chat.
Contoh lain proses bisnis yang saya baru tahu saat kerja di sebuah mini market yang sejauh mata memandang selalu ada adalah, FIFO (bukan merek hape ya). Elehhh  semua orang mungkin juga sudah tahu. Biarinlah ya. Jadi FIFO itu adalah  first  in  first  out.Kalau di mini market tuh, produk yang pertama kali datang adalah produk yang pertama kali harus keluar (dipajang atau didisplay di rak toko). Memajangnya pun tak boleh sembarangan.
Produk yang masih terpajang di rak (atau minuman di mesin pendingin) harus diposisikan (digeser) paling depan, lalu produk baru disusun dibelakang. Tujuannya? Ya kalau asal tumpuk nanti produk lamanya keburu kadaluarsa karena ketimpa produk baru terus. Nah konsep-konsep begini adalah proses bisnis yang tak boleh lepas dari pengamatan kita sebagai pekerja. Kalau mau kritis, kritislah dalam bagian ini. Jangan kritis soal gaji mulu (kayak saya yang kritis hanya pada soal gaji, kerja mah hancur).
Bukankah saat mendirikan sebuah usaha, usaha kita itu akan digerakkan oleh aktivitas bisnis. Di dunia kerja ilmu untuk jadi pengusaha pun sebenarnya ada. Usaha sekarang ini macam-macamlah modelnya, tapi saya yakin proses bisnis (dari segi manajemen/operasional misalnya) ya begitu-begitu saja. Dunia kerja itu sudah menawarkan  basic  agar kita mampu mengelola sebuah usaha. Soal nanti jadi pengusaha itu lain cerita.
Seorang karyawan yang paham proses bisnis dan tidak pasti akan beda memperlakukan pekerjaannya. Jika seorang pekerja sadar bahwa data yang diketiknya di komputer adalah data yang akan dianggap valid oleh perusahaan, pasti dia ngetiknya tak akan sembarangan. Pasti ada perasaan deg-deg-kan, karena takut salah. Sedangkan yang tak paham, dan menganggap pekerjaannya hanya tugas administratif, pasti bakal sembarangan. Padahal ada konsekuensi di balik setiap kesalahan. Karena setiap divisi saling bersangkutan.
Hal-hal begini sebenarnya adalah proses bisnis yang menarik untuk dipelajari. Ada yang bilang begini, sebenarnya ada banyak orang yang bisa bikin burger lebih enak dari Mc Donald's, ada banyak orang yang bisa bikin ayam goreng lebih enak dari KFC, tapi sampai saat ini tak ada yang bisa menciptakan proses bisnis (sistem) lebih baik dari kedua perusahaan tersebut. Bagaimana kentang dipasok, dari mana dagingnya dibeli, bagaimana kentangnya diproduksi, daging ayamnya beli dari siapa, gimana cara membersihkannya, Â dan lain sebagainya.
Jadi sebenarnya, mendunianya Mc Donald's dan KFC bukan karena kemenangan mutlak sebuah resep. Tapi kemenangan sebuah proses bisnis. Tebakan aku saja sih. Saya bukan seorang  coach  sih, tapi memahami proses bisnis bisa dikatakan juga memahami filosofi dibalik pekerjaan. Bahkan banyak perusahaan ternama yang coba menanamkan prinsip untuk proses bisnisnya. Misalnya prinsip Kaizen yang memiliki arti tiada hari tanpa memperbaiki diri yang diterapkan oleh Toyota.
Jadi bisnis itu bukan cuman urusan pengusaha, karyawan pun adalah pemain inti dalam proses bisnis yang terjadi dalam dunia kerja. Ini hanya opini berdasarkan sedikit pengalaman, dan sedikit pengetahuan dalam ingatan.
Hari ini Bandung Hujan...
Boleh setuju boleh tidak
Penikmat yang bukan pakar.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H