Mohon tunggu...
Boris Toka Pelawi
Boris Toka Pelawi Mohon Tunggu... Aktor - .

.

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup Artikel Utama

Motivasi Sudah Basi, Ini Zamannya Provokasi!

23 September 2017   15:23 Diperbarui: 15 April 2019   15:09 6125
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Entah ini cuman istilah, atau memang ada perbedaan yang jelas antara metode motivasi dan provokasi ini. Tapi saya yakin kalau belajar langsung ke pakarnya, akan terasa perbedaannya. Ada sebuah kisah dari buku berjudul PROVOKASI yang ditulis oleh Prasetya M Brata yang bisa dibaca disini.

Judul ceritanya Pilih Kekayaan daripada Kebijaksanaan.

Jadi dikisahkan, di zaman Nasrudin Hoja hiduplah seorang hakim yang tersohor. Nasrudin ingin menguji sang hakim. Ia mendatangi hakim dan bertanya, "Tuan hakim anda adalah orang yang dihormati di negeri ini, seandainya boleh memilih antara kebijaksanaan dan kekayaan, tuan pilih mana?"

Mendapat pertanyaan yang bernada provokasi sang hakim langsung menjawab, sebagai hakim tentu aku akan memilih kebijaksanaan. Lalu si hakim balik bertanya,"Kalau anda mana yang anda pilih, kebijaksanaan atau kekayaan?" Lalu dengan tenang Nasrudin menjawab bahwa dia akan memilih kekayaan. Sang hakim bingung, "kenapa?" Lalu Nasrudin menjawab," Bukankah wajar bahwa seseorang akan memilih sesuatu yang belum dia miliki."

Nah ini tentu hanya cerita saja, entah dari kisah nyata atau tidak saya  nggak  tahu, tapi intinya sang hakim merasa terprovokasi dengan pertanyaan dan jawaban Nasrudin. Bagaimana tidak? Raja Salomo saja memilih kebijaksanaan daripada kekayaan, bagaimana mungkin si Nasrudin ini memilih kekayaan.

Tapi setelah mendengar jawaban yang provokatif ini, mungkin si hakim jadi sadar bahwa dia tak sebijak yang dia pikirkan selama ini.

Yang paling kontras adalah sinetron yang banyak tayang di televisi kita. Biasanya ceritanya tentang keluarga. Ada menantu yang menyiksa mertuanya yang lumpuh, ada anak yang mengusir ibunya yang cacat, ada suami yang mengkhianati isterinya, dan macam-macamlah. Intinya kisahnya menurut saya sangat provokatif. Memang sih di dunia ini ada sosok yang tega menjahati anggota keluarganya, tapi saya belum pernah lihat ada yang sejahat seperti yang dikisahkan di televisi. Kalau Malin Kundang hanya tak mengakui siapa ibunya, kisah yang disajikan pada sinetron di televisi kita saat ini menurut saya lebih parah. Unsur dramatisirnya sangat kuat.

Tapi kisah-kisah tersebut memiliki  ending  yang sama. Yaitu tentang azab dan penyesalan. Pasti ujungnya gitu, sosok jahat yang ada dikisah itu pasti menyesal, kena azab, tertimpa hukuman, kecelakaan, kakinya buntung, matanya buta, dan semua itu terjadi seperti karma versi kilat. Punishment  nya tuh kayak dikirim Tuhan menggunakan paket  express.

Bayangkan, untuk membuat sebuah tontonan sebagai tuntunan, unsur motivasi sepertinya sudah tak mempan lagi. Memotivasi agar para pejabat negara tidak korupsi karena merugikan rakyat sudah tak ada gunanya, itu sebab muncul sinetron yang mengisahkan seorang koruptor yang ditolak kubur saat dia meninggal. Bahkan untuk membawa mayatnya ke kuburan saja harus melewati hujan badai, pohon tumbang yang tiba-tiba turun sebagai murka yang kuasa.

Nuansa neraka sampai harus turun ke dunia sebagai  gimmick  untuk menakut-nakuti, untuk memprovokasi agar manusia menjadi orang yang jujur dan baik.  Segini dululah ya, takut lari kemana-mana.

Mungkin lenyapnya Mario Teguh dari televisi adalah pertanda bahwa motivasi sudah tidak berlaku lagi...

Boleh setuju boleh tidak

Penikmat yang bukan pakar.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun