Mohon tunggu...
Boris Toka Pelawi
Boris Toka Pelawi Mohon Tunggu... Aktor - .

.

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup Artikel Utama

Tantangan di Persimpangan Remaja Menuju Dewasa

21 September 2017   21:51 Diperbarui: 15 April 2019   15:08 2461
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber gambar (Blog Psikologi)

Lingkungan dan pola pertemanan yang saya jalani turut melunturkan minat saya untuk jadi anak band. Kalau sudah begini, kemana mimpi saya yang dulu ingin bikin gebetan yang nolak saya di SMA menyesal? Mana dulu saya janji kalau sukses jadi anak band mau bikin tato nama dia di lengan saya lagi. (Ini saya kisahkan di novel saya yang sampai sekarang nggak terbit-terbit karena katanya masih ngurus ISBN, heran ngurus itu lama banget sih).

Jadi anggap saja ini bandul untuk menurunkan hati kita biar nggak terbuai dengan usia muda.

Sulit  Move  On dari Masa SMA dan Beradaptasi dengan Pergaulan yang Baru

Tantangan kedua adalah, terkenang masa-masa SMA. Saya termasuk orang yang waktu itu susah ninggalin kenangan tentang masa SMA saya. Saya selalu ingat serunya ada di sekolah, bareng sahabat yang gokil, dan...ah gimana ya, seru deh pokoknya. Padahal sahabat saya, boro-boro di SMS saja nggak pernah bales kok.

Kenangan itu semakin memuncak saat tiba-tiba harus menghadapi dunia kerja di kota Bandung dengan kultur manusianya yang berbeda pula. Sudah kerjanya membosankan, ritme kehidupan pun berubah. Memang ada benarnya juga, pas masih sekolah ingin cepat lulus, pas sudah lulus malah ingin balik ke sekolah.

Tapi ini bukan soal ninggalin kenangan di SMA saja. Tantangan berikutnya di persimpangan remaja menuju dewasa ini adalah soal pergaulan. Di sekolah yang kita hadapin itu sebaya, selevel, paling juga kalau ada yang marahin guru dan orang tua di rumah.

Di dunia kerja (kalau kamu milih kerja) kita akan berhadapan dengan senioritas dan atasan. Kalau dimarahi nggak boleh nangis atau ngambek, karena kita sudah dianggap dewasa, padahal sebenarnya secara psikologi kita masih berdiri di persimpangan antara remaja menuju dewasa.

Harus belajar disiplin, tata krama, hingga cara bicara. Kalau tadinya gondrong atau pirang, maka mau tak mau di dunia kerja rambutnya harus disesuaikan dengan peraturan yang berlaku. Intinya ya pasti akan ada perbedaanlah. Dari yang tadinya minta uang sama orang tua, sekarang sudah bisa memberi uang sama keluarga.

Kalau sudah tahu capeknya nyari uang, pasti cara kita memperlakukan uang juga akan beda. Intinya ada tantangan dari segi ritme keseharian dan pergaulan saja sih.

Semakin Tua Semakin Realistis, Benar atau Salah?

Kalau ini sih saya yakin banyak yang mengalami. Saat kuliah ingin jadi sutradara, ingin jadi A dan O. Ada juga yang ingin S2 ke luar negeri. Tapi setelah lulus S1 dan bertemu pasangannya, maka ambil S2 di luar negeri dicoret dan memilih untuk menikah saja.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun