Sebenarnya sudah terlambat bagi saya untuk menceritakan pengalaman cicip mencicip makanan di  Tengkleng Gajah. Alasannya, karena Tengkleng Gajah sudah buka di kota Bandung, tepatnya di Jl. Soekarno Hatta 606 B, lebih dari sebulan yang lalu (sebelum atau saat bulan puasa kalau saya tidak salah). Mungkin sudah semua orang di kota Bandung mencicipi makanan yang disajikan oleh Tengkleng Gajah. Eh tapi kayaknya belum semua orang sih nyobain makan di Tengkleng Gajah, itu mah sayanya aja yang lebay.Â
Nah jadi apa itu Tengkleng Gajah? Dari informasi yang saya dapat di sini, Tengkleng Gajah merupakan warung makan dengan menu serba kambing (apapun makanan yang kamu pesan pasti ada spesies mbekkk di dalamnya). Kecuali minuman, kalian tak akan menemukan jus kambing atau sop buah berisi kepala kambing. Jadi jelas ya, jangan lagi kamu mudah percaya pada kata-kata, biarpun namanya Tengkleng Gajah, bukan berarti warung ini menjual daging gajah. Jangan jadi korban gombalan lagi ya #apasih
Tengkleng sendiri merupakan masakan sejenis sup khas Solo yang berbahan dasar daging, jeroan, dan tulang kambing. Sepintas menyerupai gulai kambing. Warung Tengkleng Gajah sendiri sepertinya berasal dari Yogyakarta, nggak tahulah kalau sudah ada di daerah lain, bisa jadi ini adalah warung Tengkleng Gajah yang pertama di kota Bandung. (orang-orang lebih mengenal Warung Sari Roso Mulyo ini sebagai Warung Tengkleng Gajah, jadi saya juga menyebutnya dengan istilah warung bukan kafe apalagi hotel!).Â
Nah baru kali inilah saya punya waktu untuk mencicipi makanan yang dijual oleh warung Tengkleng Gajah (sebenarnya bukan soal waktu sih, tapi memang duitnya baru ada sekarang, pinjamannya sukses). Akhirnya sekitar jam dua belas siang saya bersama teman pun menginjakkan kaki di warung Tengkleng Gajah.
Memang tempatnya tidak didesain  Instagramable gitu. Tidak seperti kafe-kafe yang memang tiap sudutnya bisa jadi tempat yang bagus untuk foto-foto. Tapi kalau pintar cari angle pasti bisa dapat foto yang indah buat nambah momen di instagram. Ya selama tempatnya bersih dan nyaman saya rasa hal begituan tak jadi soal. Sebab kita cari  makan  karena laparkan, bukan karena pengen foto.
Saat saya masuk ke dalam rata-rata pengunjung sepertinya adalah pekerja yang memang suka dengan daging kambing (atau mungkin juga penasaran dengan makanan yang dijual oleh Tengkleng Gajah). Sebenarnya saya tak ada niat buat menuliskan pengalaman makan di sini, tapi nggak tahulah ya, hati saya tuh kayak terus mendesak diri saya untuk menuliskannya #aihh kumat alaynya. Nah tibalah pada bagian yang paling penting, yaitu apa saja yang dijual oleh warung Tengkleng Gajah dan berapa harganya?
Sate= Rp.35.000
Sate Goreng=Rp.35.000
Tongseng=Rp.35.000
Tongseng Kepala=Rp.35.000
Kepala Goreng=Rp.35.000
Tengkleng Gajah Original=Rp.35.000
Tengkleng Gajah Ditongseng=Rp.35.000
Tengkleng Gajah Digoreng=Rp.35.000
Tengkleng Gajah Sambel Bawang=Rp.35.000
Gule= Rp.15.000
Nasi Goreng Kambing=Rp.20.000
Plus Nasi Putih Rp.5.000
Untuk minumnya sendiri ada beberapa pilihan (seperti yang tertera pada gambar di atas, saya tulis siapa tahu menu di atas tidak terbaca karena kekecilan)
Jeruk Panas=Rp.5.000
Es Jeruk=Rp.5.000
Teh Panas=Rp.5.000
Es Teh=Rp.5.000
Fanta/Sprite/Coke= Rp.6.000
Kopi/White Kopi=Rp.5.000
Kopi Mix=Rp.5.000
Air Mineral=Rp.4.000
Jus Tomat dll=Rp.7.000
dan Soda Gembira=Rp.12.000
Karena penasaran maka saya pun memesan Tengkleng Gajah Tongseng. Karena suasana sedang ramai, maka saya dan teman pun menunggu cukup lama.
Jadi kenapa disebut tengkleng gajah? Itu karena tulang dan daging kambingnya disajikan dengan ukuran  yang besar-besar. Jadi lebih banyak tulangnya dari dagingnya. Tapi konsepnya memang begitu, karena di dalam tulang-tulangnya juga ada sum sum yang  bisa dimakan.Â
Tapi buat kamu yang sedang buru-buru saya tak merekomendasikan menu tengkleng gajahnya, makan tengkleng gajah menurut saya haruslah dalam posisi yang santai, karena makannya butuh perjuangan, harus bongkar-bongkar tulangnya (sekaligus disedot-sedot daleman tulangnya).
Menurut informasi yang saya dapat , sebenarnya Tengkleng Gajah itu disajikan dalam keadaan panas. Tapi tadi saat saya makan kondisinya tak lagi panas. Tapi tak apa-apa, tidak mengurangi kenikmatan saya  untuk melahapnya kok, hap!Â
Begitu juga seharusnya saat menyantap Tengkleng Gajah, seharusnya kita diberi sedotan untuk menghisap daleman yang terdapat di tulang kambingnya (tapi tadi saya nggak dikasih sedotan hiks) Tentu saya tak bisa menjelaskan dengan detail, rasa bawangnya kerasa atau tidak, jeruk nipisnya kebanyakan kagak, kunyitnya kurang nggak., karena saya bukan Chef Juna . Tapi yang mau saya pastikan, makan di Warung Tengkleng Gajah nggak kecewalah, rasanya enak kok.
Beberapa kekurangan Warung Tengkleng Gajah yang mungkin harus lebih diperhatikan menurut saya adalah tidak adanya tisu dan congkel gigi di meja, demikian juga dengan tidak adanya cermin di sekitar tempat makan.Â
Padahal setelah makan kita kan perlu bercermin, masih cantik nggak masih ganteng nggak, atau jangan-jangan wajahnya sudah berubah mirip kambing. Oh iya katanya Warung Tengkleng Gajah ini tutup jam sepuluh dan last ordernya itu jam setengah sepulum malam.Okey sukses selalu Warung Tengkleng Gajah, semoga masyarakat Bandung menyukaimu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H