Mohon tunggu...
Boris Toka Pelawi
Boris Toka Pelawi Mohon Tunggu... Aktor - .

.

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup Artikel Utama

5 Hal yang Menciptakan Kebuntuan Menulis

26 Juni 2017   20:07 Diperbarui: 15 April 2019   15:02 756
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sebenarnya tulisan ini lebih ke mengingatkan diri saya sendiri sih. Dituliskan pun sebenarnya kayak sudah “basi”. Tapi namanya juga mengingatkan diri sendiri, pasti harus ada proses pengulangan, agar proses mengingatkan diri itu bekerja, sudah barang tentu saya harus tak bosan-bosannya diingatkan. Saya rasa menulis itu tak ubahnya aktivitas atau pekerjaan lain yang ada di dunia ini, pasti akan bertemu tantangan dan kendala. Pasti akan bertemu masa-masa sulit, dan kembali kita akan diuji untuk bangkit dari masa keterpurukan tersebut.

Dalam dunia tulis menulis, masa suram itu bisa datang dalam bentuk “mentok ide”. Mau nulis apapun rasanya kok nggak bisa gitu loh. Nah faktor X yang menyebabkan kita mengalami kesulitan dalam menulis haruslah diatasi dengan sebuah usaha. Tujuannya agar kita lebih mampu “menulis dengan sengaja”. Jika mengandalkan mood saja dalam mengatasinya, rasa-rasanya akan sulit bagi kita untuk keluar dari zona kebuntuan menulis. Oleh sebab itu, menurut saya pribadi, ada beberapa hal yang dapat kita lakukan. Yaitu,  mengidentifikasi pokok permasalahan lalu berusaha membereskannya.

Beberapa hal yang dapat diidentifikasi, sekaligus yang menjadi hambatan kita dalam menulis antara lain:

  • Motivasi

Motivasi adalah motor penggerak. Contohnya jika kita memiliki motivasi, ingin mendapatkan uang saat menulis di Kompasiana. Bisa dipastikan kita akan rajin mengikuti blog competition yang diadakan oleh Kompasiana. Apakah itu salah? Tentu tidak. Yang saya mau jelaskan adalah, bahwa motivasi kita akan menentukan apa yang kita tulis, kapan kita menulis, dan bagaimana kita menulis. Kalau motivasinya ingin jadi penulis terproduktif setiap bulan pasti orang tersebut akan dengan giat menulis, hingga menghasilkan artikel (fiksi & non fiksi) di atas rata-rata penulis lain.

Jadi jika saat ini kita (terlepas dimana kita menulis) mengalami kebuntuan menulis dalam jangka waktu yang cukup lama, motivasi adalah hal yang dapat kita “pergoki” untuk pertama kali. Coba cek, kok bulan kemarin kita bisa begitu produktif, namun bulan ini kok kayaknya mau menulis satu artikel saja sulit banget.

Bisa jadi ada motivasi yang harus diluruskan. Kalau motivasi menulisnya hanya ingin menciptakan sensasi, kemungkinan yang ditulis hanyalah artikel hoax. Kalau motivasinya memang tulus ingin berbagi, pasti dibayar atau tidak ya menulis saja, Nggak banyak mikir. Jadi,  motivasi kita dalam menulis bisa jadi motor penggerak, sekaligus penghambat bagi diri kita dalam menulis. Tergantung apa motivasinya.

  • Waktu

Seseorang yang ingin menghasilkan tulisan harus rela memberi waktunya. Saya sendiri bisa menghabiskan waktu berjam-jam dalam menghasilkan sebuah tulisan (tergantung nulis apa). Kalau ingin menulis tapi pola pikirnya masih merasa membuang waktu, maka mulai sekarang pola pikirnya harus diubah. Sekalipun tidak dibayar materi, waktu yang dipakai dalam menulis harus dianggap sebagai sebuah investasi. Nanti investasi itu kembali dalam bentuk apa? 

Kalau passionnya memang menulis, saat tulisannya dibaca orang pasti akan menimbulkan kepuasan pribadi di hati. Secara sederhana itulah hasil yang akan kita terima saat menginvestasikan waktu untuk menulis. Banyak orang ingin menulis, tapi merasa sayang untuk menyisahkan waktunya, kalau mentalnya masih seperti ini, sampai kapanpun tak akan menulis. Segala sesuatu sedikit banyak memang butuh pengorbanan.

  • Energi

Hal paling mutlak yang dibutuhkan dalam menulis adalah energi. Jangan harap bisa produktif menulis kalau masih pelit “membuang energi”. Nulis itu bisa dibilang membuang tenaga yang tidak sedikit. Mulai dari mikir apa yang harus ditulis, mengeksplore ide tulisan, riset, mencari data, mengetik di laptop, belum lagi harus ada paket internet  buat posting tulisan. Jadi menulis itu memang harus siap tenaga baik secara fisik, mental ataupun pikiran. Tapi percayalah setelah tulisannya selesai, secara ajaib, kondisi tubuh dan pikiran kita akan pulih kembali. Ibarat ponsel, tubuh kita akan diisi tenaga dengan teknologi fast charging. 

Saya pribadi tak jarang malas menulis karena kondisi fisik yang tidak oke. Itu sebab kalau jari ini berat buat nulis, saya bakal jalan kaki, naik sepeda atau minimal lari-larilah ke alun-alun. Saat energi sudah mantap barulah menulis kembali. Jadi kalau tak berani korban tenaga jangan harap bisa menulis dengan baik, apalagi menulis dengan ikhlas.

  • Mental

Nah dalam hal mental, tak sedikit orang yang merasa tulisannya jelek, sehingga merasa tak percaya diri dengan apa yang dia tulis. Ini pun adalah hambatan. Jika kita adalah seorang amatir yang baru belajar menulis (seperti saya contohnya) wajarlah ada rasa malu dikit-dikit saat tulisannya akan dibaca orang. Jangankan dibaca orang lain, membaca sendiri juga kayak ada perasaan “geli” dan malu kok. Tapi toh kan kita bukan lagi nulis karya ilmiah atau nulis buku, jadi jangan berlama-lama tenggelam dalam perasaan rendah diri. Mental harus terus dibangun agar kita berani menyampaikan gagasan kita sekalipun mungkin berbeda dengan kebanyakan orang.  Percayalah, mental yang baik akan melahirkan penulis yang baik pula.

  • Sumber

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun