Ada sebuah buku menarik yang berjudul Men Are From Mars Women Are From Venus yang ditulis oleh John Gray. Buku ini menarik karena memaparkan dengan detail perbedaan pria dengan wanita. Mulai dari kebutuhan emosionalnya hingga gaya komunikasinya semua dibahas dalam buku ini. Judulnya saja sudah menggambarkan betapa pria dan wanita itu memiliki dunia yang berbeda, artinya pria dan wanita itu memiliki sebuah sifat yang berkebalikan.
Seperti misalnya, pria itu senang jika kemampuan mereka diakui dan dihargai, sedangkan wanita senang jika perasaan mereka dihargai dan diakui. Pria ingin solusi mereka dihargai, wanita ingin bantuan mereka dihargai. Ketika dihadapkan dengan masalah sulit pria cenderung diam, sedangkan wanita lebih membutuhkan teman bercerita. Naluri seorang pria adalah untuk mengurus dirinya sendiri, bahkan jika itu berarti mengorbankan orang lain, Naluri wanita adalah peduli orang lain, bahkan jika itu berarti mengorbankan dirinya.
Ketika seorang pria mempunyai masalah, dia tidak ingin pasangannya untuk mengungkapkan keprihatinan baginya, tapi senang jika wanita mengatakan bahwa masalahnya adalah mudah untuk diatasi karena percaya atas kemampuannya. Ketika seorang wanita mempunyai masalah, dia senang pasangannya untuk mengungkapkan keprihatinan untuknya, tetapi tidak mau jika pria mengatakan bahwa masalahnya adalah sederhana untuk dipecahkan (untuk lebih lengkapnya klik disini).
Ini adalah sedikit banyak perbedaan antara wanita yang ditulis oleh John Gray dalam bukunya. Tujuannya tak lain dan tak bukan adalah agar pria dan wanita dapat menjadi mahluk yang lebih saling memahami antara satu dengan yang lain.
TAPI ITU DULU ZAMAN SUDAH BERUBAH COYY
Tapi itu dulu kata Hermawan Kartajaya seorang pakar marketing Indonesia yang telah mendunia dalam bukunya yang berjudul Marketing in Venus. Perbedaan-perbedaan itu terjadi dulu, saat pria dan wanita belum bermigrasi ke Bumi. Saat pria dan wanita hidup bersama di Bumi, ternyata gen pria kalah dari gen wanita, sehingga akhirnya Bumi dipenuhi dengan pria-pria yang “kewanita-wanitaan”. Tentu maksudnya bukan pria yang memiliki kelainan orientasi seksual, tapi lebih kelahirnya pria-pria metroseksual.
Tapi ya gitu, saat ini bukan hanya wanita yang sangat memperhatikan penampilan tapi pria juga. Bukan hanya wanita yang perduli dengan gaya rambut, wangi parfum, merk fesyen, bentuk tubuh, dsb. Pria juga sudah menjelma menjadi makhluk yang berasal dari Venus. Dulu waktu saya sering nemenin mantan saya (hiks) ke salon. Tahu nggak yang creambath dan totok wajah itu bukan hanya cewek tapi cowok-cowok juga termasuk saya --- haha.
Ditambah lagi dengan berkembangnya teknologi dan media sosial, cowok pun sekarang hobi curhat di medsos, jadi saat John Gray bilang kalau pas ada masalah cowok lebih memilih diam itu tak sepenuhnya lagi benar. Saat ini tak ada lagi makhluk dari planet mars, kita semua telah menjadi makhluk dari venus, semua pria telah menjadi “wanita”.
Itu sebab saya punya keyakinan bahwa wanita tak lagi relevan jika diidentikkan dengan makhluk yang ribet. Sebab pria metroseksual pun tak kalah ribetnya, karena mereka memiliki kebutuhan yang sama dengan wanita. Lihat saja dari sudut pandang marketing, bagaimana pria metroseksual ini telah menjadi segmentasi yang menjanjikan dalam pemasaran sebuah produk.
LALU BAGAIMANA SECARA RELATIONSHIP?
Jika penjelasan di atas adalah penjelasan secara individu, lalu bagaimana jika dilihat dari perspektif sebuah hubungan. Apakah wanita adalah makhluk yang ribet? Justru menurut saya pria lah yang ribet. Ribet bukan karena soal penampilan, tapi lebih ke soal hati. Saat wanita menjalin hubungan dengan seorang pria, kebanyakan dari mereka akan tulus dan setia. Sehingga kalau tuh hati punya kaki, maka hati mereka akan berjalan lurus, nggak belok-belok.
Soal bagaimana keinginan mereka yang terkadang terkesan menuntut, itu bukan ribet sih tapi memang begitulah sifat makhluk dari Venus. Toh pada kenyataannya ada banyak juga wanita yang sangat simple. Saya punya beberapa teman wanita yang sangat simple. Tidak ribet soal penampilan dan pola pikir, tapi justru itu yang membuat mereka menarik, mereka anggun dalam kecuekannya.
Lalu bagaimana dengan pria? Pokoknya mau cewek atau cowok ribet itu bukan soal sifat. Tapi soal hati. Kalau cowok sudah menjalin sebuah hubungan tapi hatinya bercabang pasti dia akan jadi cowok yang ribet. Mau nonton harus di bioskop A karena di bioskop B ada selingkuhannya. Mau makan harus jauh dari jalan C karena di jalan D itu daerah kekasih gelapnya tinggal. Diajak foto bareng saja susahnya minta ampun apalagi diminta upload foto berdua, widihhh kayaknya anti banget dah. Ternyata dia takut ketahuan gebetannya kalau dia sudah punya pacar.
Nah jadi ribet itu bukan soal gender. Tapi lebih kepada sikap hati. Bisa beradaptasi dengan situasi atau tidak. Semakin hati kita banyak cabangnya semakin rumit hidup kita. Semakin banyak pula keinginan. Semakin sulit pula hati terpuaskan. Semakin bingung pula kita memilih jalan. Karena terlalu banyak bercabang akhirnya kita tersesat, makin jauh dari jalan yang benar --- bahasamu lah Bor.
Jadi orang yang ribet atau simple itu pilihan bukan takdir yang kita bawa dari lahir. Jadi orang yang simple itu berbeda dengan orang yang tidak perduli. Ribet itu menandakan bahwa otak dan hati kita belum bisa bekerja sama dengan baik. Dalam harmonisasi duniasisasi keindahanisasi --- yaealah bahasaku kok malah kayak Vicky Prasetyo. Simple itu saat hati dan otak bisa saling memahami. Otak mungkin berasal dari mars yang logis, sedangkan hati mungkin berasal dari venus yang perasa. Tapi di dalam tubuh keduanya harus bisa diolah sehingga bisa menciptakan keputusan-keputusan yang tepat namun sederhana.
Jadi kalo kamu orang yang ribet itu bukan karena kamu seorang wanita, ribet itu tidak kenal jenis kelamin.
Washington DC (ngarepnya sih aku nulis ini dari Amerika) 21/04/2017
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H