Mohon tunggu...
Boris Toka Pelawi
Boris Toka Pelawi Mohon Tunggu... Aktor - .

.

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup Artikel Utama

Saatnya Percaya Diri dengan Jabatan yang Kamu Sandang

30 Desember 2016   10:16 Diperbarui: 15 April 2019   14:26 397
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber gambar (Lifehack)

Seperti biasa tulisan ini hanya sekedar intermezzo dan pengamatan sederhana sayahhh saja dalam dunia kerja, yaitu tentang rasa percaya diri. Walaupun mengambil contoh-contoh kasus dalam dunia kerja, tapi saya yakin bahwa percaya diri adalah perasaan yang tak jarang menjadi persoalan umum didalam diri kita. Baik itu di kampus, di rumah, hingga soal apa yang kita pakai di badan, tak jarang kita mengalami yang namanya rasa tidak percaya diri. Tulisan ini pun bukanlah sebuah motivasi tentang bagaimana menangani krisis kepercayaan diri.

Alasannya karena saya bukan motivator yang bisa menyajikan pandangan yang motivasional, saya hanya bisa mengamati dan menyajikan berbagai peristiwa yang ada di sekitar saya. Kalaupun ada unsur motivasional nya itu bukan lahir dari diri saya, itu pun hanyalah hasil pengamatan sederhana saja yang semoga bisa menjadi kutipan solutif. Nah di dalam dunia kerja tentu rasa percaya diri adalah sebuah perasaan yang sangat dibutuhkan dalam berinteraksi, sebab tentu kita bukan hanya diperhadapkan kepada tugas, tapi kita juga akan berhadapan dengan yang namanya manusia.

Kalau sekadar manusia sih mending, tapi di dunia kerja kita akan dihadapkan pada manusia dengan embel-embel jabatan dan senioritas. Kalau kita adalah bawahan mereka sih tidak masalah kalau ada rasa sungkan dan takut yang membuat kita tidak bisa berdiri dengan kepercayaan diri penuh di hadapan mereka, itu wajar. Walaupun sebenarnya perasaan demikian pun tidak dapat dibenarkan.

Lalu bagaimana jika kita adalah seorang atasan tapi merasa tidak percaya diri saat menghadapi bawahan? Loh memang bisa gitu seorang atasan tidak percaya diri saat menghadapi bawahan? Siapa bilang tidak bisa. Contohnya begini, misalnya kamu adalah karyawan baru yang baru bekerja sekitar satu dua tahun di sebuah perusahaan. Tapi karena kamu punya sesuatu yang positif dan nilai lebih di mata perusahaan karena kinerjamu yang baik, tiba-tiba kamu yang tadinya hanya seorang pramuniaga diangkat menjadi seorang supervisor.

Bayangkan kamu yang tadinya memiliki pangkat yang sama dengan ratusan orang lainya, berteman baik dengan mereka, bercanda dan tertawa bersama, menyembunyikan kesalahan kerja bersama, dan mengkritik atasan yang sama, tiba-tiba harus menjadi atasan mereka. Menjadi atasan orang-orang yang memang memiliki ikatan emosional dengan kamu. Tentu tidak mudah bukan? Kalau kamu masuk kerja ke suatu perusahaan langsung berposisi menjadi pemimpin sih mungkin semua akan berjalan lebih mudah, karena tak ada beban emosional sebab begitu masuk kamu sudah langsung menjadi pemimpin.

Tapi masalahnya kamu mulai dari bawah dan sekarang tiba-tiba harus memimpin mereka yang lebih senior dan bekerja lebih lama dari kamu, tentu hal ini akan menjadi beban emosional tersendiri buat kamu bukan? Nah bagaimanakah cara memimpin  jika kamu berada pada posisi seperti ini?

1. Mulai Saja, Nanti Juga Jadi Terbiasa

Salah satu bagian paling berat jika kita harus memimpin orang-orang yang notabene dulu selevel dan lebih senior dari kita adalah memerintah. Wajarlah jika pada ujungnya seorang atasan memberi perintah, walaupun dalam mengomunikasikanya dibungkus dengan kalimat minta tolong.

Tapi karena mereka adalah teman dan senior kita rasa-rasanya kok berat banget ya hanya untuk sekedar memberi instruksi, apalagi menegur, memerintahkan sesuatu saja kok rasa-rasanya setengah mati. Hal ini wajar, sebab kepemimpinan kita dicetak bukan karena ijazah yang begitu nyemplung sebuah perusahaan langsung menjadi atasan.Dalam kasus ini kita ditunjuk menjadi pemimpin karena kinerja kita.

Yang namanya dari bawah lalu diangkat ke atas, pasti ada saja yang namanya rasa tidak percaya. Seolah belum yakin atas apa yang terjadi pada dirinya. Jadi mirip dengan kisah tikus yang bertemu penyihir dan meminta agar dirinya diubah menjadi seekor singa, tapi begitu bertemu kucing dia malah lari ketakutan. Penyebabnya tentu karena sekalipun secara fisik tikus itu sudah menjadi seekor singa tapi dia masih bermental tikus.

Lalu bagaimana cara memimpin mereka kalau begitu? Saya bilang sih mulai saja, pasti ada perasaan tidak enak, tapi sudahlah lakukan saja. Pakailah bahasa yang ramah sekaligus tunjukkan rasa hormat pada mereka, nanti mereka pasti jadi lebih mudah untuk diajak bekerja sama.

2. Saatnya Percaya Diri Dengan Jabatan Yang Melekat Padamu

Adakalanya kita butuh metode dan latihan untuk menata perasaan. Sebab memang pada dasarnya perasaan selalu mendorong manusia untuk melakukan sebuah hubungan yang memberi rasa nyaman. Hal itu membuat kita sebisa mungkin menghindari yang namanya konfrontasi. Padahal ada beberapa hal yang memang harus kita sampaikan pada bawahan, tapi karena merasa tidak enak maka hal itu kita pendam sendiri.Tentu sejatinya hal ini tidak mendidik dan malah membuat kita sendiri frustasi.

Nah di sinilah profesionalisme dikedepankan, karena menurut saya pribadi, profesionalisme bukanlah sebuah slogan saja, profesionalisme adalah sebuah perasaan yang mengesampingkan sentimen pribadi. Kamu boleh lebih tua dari saya tapi saya ini atasan kamu, kamu boleh lebih lama bekerja di sini tapi dia itu atasan kamu. 

Nah profesionalisme adalah sebuah perasaan dimana kita sadar posisi kita dan melepaskan segala atribut di luar jabatan yang kita sandang. Jadi kalaupun kita disuruh beli kopi, menyapu kantor, mengelap meja, karena kita adalah seorang office boy maka kita tak boleh marah, sebab kita sadar posisi yang kita sandang.

Jadi profesionalisme adalah perasaan di mana kita tunduk sepenuhnya pada jabatan yang kita sandang, yang otomatis akan membuat kita juga tunduk pada jabatan di atasnya. 

Oleh karena itu sebagai pemimpin yang lahir dari lingkungan di mana sekarang kamu akan memimpin, tebarkanlah kesadaran profesionalisme. Hal itu bisa dimulai dari diri kita, seperti misalnya, ”Maaf ya belakangan ini kinerja bapak jelek, jadi saya harus menegur bapak, saya secara pribadi nggak ada masalah ya sama bapak, tapi sebagai perpanjangan tangan perusahaan saya wajib mengingatkan bapak, semoga kedepan kinerjanya di tingkatkan.”

Nah kenapa kita harus percaya diri? Karena perusahaan ada dibelakang kita, Surat Keputusan tentang jabatan yang kita sandang itu bukan main-main loh, dan perusahaan tidak lagi bercanda saat menunjuk kita untuk menduduki posisi tertentu.Jadi percaya dirilah dengan jabatan yang kita sandang.

3. Kedepankan Diplomasi

Kebetulan saya suka membaca berita internasional. Kalau kalian perhatikan Rusia, Tiongkok, Amerika, hingga sekutu-sekutunya di Timur Tengah kerjanya itu ributtttt mulu. Tidak ada hari tanpa saling mengecam, tapi satu hal yang membuat saya salut adalah apa yang mereka kedepankan saat melakukan perang kata-kata. Mereka tidak melontarkan kata-kata kasar dengan emosional, tapi mereka mengedepankan diplomasi sebagai senjatanya.

Kata-katanya bukan berarti selalu positif, tapi sebenci apapun Amerika pada Rusia, pejabat-pejabat negaranya itu selalu menyerang dengan pemilihan kalimat yang diplomatis. Keren bangetlah menurut saya yah. Nah hal beginian juga bisa kita serap untuk diterapkan dalam dunia kerja, seperti contoh saat kita menegur bawahan yang saya tulis diatas, itu pun adalah bentuk diplomasi.

Semakin kita sering berdiplomasi, semakin kita mampu mengikis sentimen pribadi dalam diri kita saat menghadapi siapapun. Di sisi lain hal itu akan mengasah kemampuan leadership kita. Kita tak perlu mengubah cara pandang kita terhadap mereka, kita tetap boleh memandang mereka sebagai senior, orang yang lebih tua, dan kita tak perlu berlagak layaknya bos dihadapan mereka. Sebab perkataan yang kita diplomasikan pada mereka itulah yang mencerminkan siapa kita dan apa jabatan kita.Jika sentimen pribadi semakin mengecil saya yakin kepercayaan diri akan meningkat.

------------------

Ini hanyalah share pengamatan saya saja, kalau masih tidak percaya diri dengan jabatan yang kamu emban setelah membaca tulisan ini dan setelah mempraktikanya, cobalah minta lampiran jobdesk jabatan kamu, coba baca-baca lagi. Mungkin dengan membacanya berulang-ulang kamu baru yakin kalau ternyata kamu memang di suruh untuk menegur mereka kalau kerja pakai sendal, ternyata kamu memang diperintahkan untuk melakukan hal itu. Jadi bagaimana, apakah kamu masih tidak percaya diri dengan jabatan yang melekat padamu?

Selamat natal teman-teman, maaf telat...

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun