Belakangan ini saya sedang mengamati status seseorang di media sosial. Sama seperti tulisan ini, yang terkesan tidak penting, status orang yang saya amati itu masih seputar galau, galau, dan galau. Tapi daripada menghakimi dan menggeleng-gelengkan kepala seraya berkata, ”Dasar cengeng,” di dalam hati, saya lebih memilih untuk menggali seputar kegalauan ini dengan lebih dalam. (Sedalam cintaku padamu eaaaaaaaaaa haha).
Galau yang sedang saya amati ini masih seputar dunia percintaan di kalangan anak muda. Saya coba baca tiap status si orang tersebut, yang pada intinya ingin mengungkapkan, tidak ingin putus, tidak rela hubungan mereka berakhir, minta maaf kalau ada salah, dan ungkapan-ungkapan betapa dia menyayangi sosok yang memilih meninggalkan dirinya itu. Status ini tidak muncul satu kali, melainkan berkali-kali dalam rentang waktu yang bisa dibilang masih dilakukan hingga saat ini.
Kalau melihat orang lagi begini, tak jarang fokus kita langsung terhunus pada pandangan yang membangkitkan yaitu move on lah Saudaraku. Nggak salah sih, yang namanya orang patah hati pasti butuh di-move-on-kan.” Sebab apa? Sebab memang seseorang yang patah hati itu sebenarnya sedang sakit, sakit yang bukan main-main. Setidaknya itulah yang saya lihat dari akun yang sedang saya amati ini.
Saya jadi ingat sebuah film berjudul forrest Gump. Saat itu Forrest jatuh cinta dan ditolak berkali-kali oleh temannya, Jenny, yang memilih berhubungan dengan pria lain. Tapi Forrest tetap setia dengan perasaannya. Tak ada orang lain yang menyuruhnya untuk move on dari perasaannya terhadap Jenny. Walau jika ditarik ke dunia nyata ini adalah pilihan spekulatif (dan naif juga, karena siapa sih yang mau menunggu sekian lama dalam ketidakpastian) yang berisiko bikin Forrest jomblo seumur hidup hehe.
Tapi dengan kesabaran toh akhirnya Forrest berhasil mendapatkan cinta Jenny. Nah, dari kasus dan kisah Forrest yang saya jadikan contoh ini, ada beberapa “pra move on” yang harus dipahami oleh kita yang sedang patah hati dan mereka yang menyuruh kita untuk segera move on. Berikut beberapa pandangan saya dan saya usahakan untuk tidak bermain di ranah motivasi. Ingat, saya bukan Mario Teguh. Ini adalah ranah yang sangat lazim untuk kita yang suka menulis, yaitu ranah mengamati dan observasi kecil-kecilan.
1. Untuk Mempertahankan Hubungan, Kita Memang Harus Memelihara Patah Hati
Dari akun media sosial yang tengah saya amati ini─bahkan rata-rata orang yang sedang ngalamin broken heart─melalui aksi dan ungkapan-ungkapannya, mereka hanya tengah berusaha mempertahankan hubungan mereka yang telanjur kandas.
Sebab, tanpa perasaan patah hati dan merasa kehilangan itu, bagaimana mereka akan mempertahankan hubungannya? Jika Tere Liye bilang, jika ingin memahami sebuah hubungan yang berakhir, lihatlah dari sisi mereka yang meninggalkan; maka jika ingin melihat sebuah hubungan tetap awet dan langgeng, lihatlah dari sisi mereka yang diam dan bertahan.
Jadi ya, kalau kalian patah hati, hal itu wajar, hal itu bukan sekadar dorongan karena rasa kehilangan, tapi juga dorongan untuk mempertahankan hubungan.
2. Jangan Biarkan "Move On" Mencuri Ruang Dan Waktu untuk Patah Hati
Memang agak naif kedengarannya, tapi walaupun sakit, patah hati juga memiliki hak pada salah satu relung hati kita (agak geli juga nulis ini). Ibaratnya, hati kita ini adalah gudang, dan setiap rasa di dalamnya memiliki layout-nya masing-masing. Setiap rasa punya space-nya sendiri-sendiri.
Oleh sebab itu, begitu patah hati di hari pertama, jangan langsung fokuskan energi kita untuk move on. Menangis saja dulu, karena hal itulah yang paling mudah untuk dilakukan. Lagian setahu saya, motivasi untuk segera bangkit juga sulit masuk kalau masih ada setumpuk unek-unek di dalam hati kita.
Kalau badan kita harus sampai kurus, biarinlah, jangan memaksakan diri. Ini waktunya untuk patah hati tampil ke permukaan, Sebab sama seperti poin pertama, dasar kita untuk mempertahankan hubungan dan memohon si dia biar nggak pergi ya perasaan patah hati itu. Kalau langsung move on dan kehilangan rasa, tak ada peluang hubungan itu untuk tetap bertahan.
3. Melihat Sisi Positif Patah Hati
Bahkan seorang playboy kelas kakap pun bisa bertobat karena mengalami patah hati. Pertama, dia jadi sadar ternyata ditinggalin itu rasanya tidak enak. Kedua, dia jadi lebih menghargai arti hubungan. Ketiga, dia akan lebih berhati-hati sebelum memulai hubungan, bukan karena trauma dan takut ditinggalin lagi. Melainkan dialah yang takut jika kelak meninggalkan pasangannya. Dia sudah bisa ngebayangin rasanya ditinggalin pasangan.
Lihatlah, ada sebuah lompatan pemikiran. Dari yang tadinya suka gonta-ganti pasangan mendadak jadi setia, mau macarin satu orang pun mikir seribu kali. Ada juga lompatan rasa, dari yang tadinya cuek bebek mendadak jadi takut kalau suatu hari mengecewakan orang lain.
Jadi bukan hanya cinta yang bisa menaklukkan Samson, atau wanita yang bisa menaklukkan Hitler. Kita pun bisa dijinakkan oleh perasaan kita sendiri. Tentu saja isi tulisan ini bukan bermaksud memotivasi. Saya hanya memaparkan hal-hal yang dapat d pikirkan dalam tahap pra move on. Tentu kita tak boleh disetir oleh mental patah hati, tapi inilah kiranya sedikit sisi positif patah hati dari seorang penikmat yang bukan pakar. Sekian.
Boleh setuju boleh tidak
Penikmat yang bukan pakar
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H