Mohon tunggu...
Boris Toka Pelawi
Boris Toka Pelawi Mohon Tunggu... Aktor - .

.

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup Artikel Utama

FTV vs Realita, Bukti Bahwa Hidup Tak Ada Indahnya?

5 September 2016   01:47 Diperbarui: 15 April 2019   14:08 66
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi. Thinkstock

Belakangan ini saya menonton beberapa video di  yang cukup kocak dan menghibur. Saya nggak tahu siapa yang bikin tuh video, yang jelas video-video itu bisa dibilang kreatif. Jadi videonya bicara kurang lebih soal bagaimana sesuatu terjadi di FTV (film televisi) lalu bagaimana adegan kejadian itu sebenarnya saat terjadi di dunia nyata.

Secara tak langsung video-video yang membandingkan bagaimana sesuatu terjadi dalam FTV dengan dunia nyata ini, bisa di artikan dalam beberapa sudut pandang. Misalnya, sebagai cara untuk menertawakan hidup (bahkan bisa jadi menertawakan FTV itu sendiri sekaligus para pembuat film nya), lalu sebagai sarana membangun kesadaran penikmat televisi bahwa hidup itu tak seindah apa yang tersaji di FTV.

Saya juga dulu suka sekali menonton FTV, alasannya karena ceritanya ringan dan lucu, ada romantis nya juga (walau terkesan norak), walau selalu bisa ditebak tapi cukup menghibur dan menyegarkan otak. 

Seperti yang kita tahu, bahwa FTV yang populer di Indonesia masih didominasi kisah cinta-cintaan. Nah yang membuat FTV menjadi begitu "tak realita" adalah jalan ceritanya. Seperti, bagaimana seorang gadis yang sangat cantik, dengan betis yang indah, tergila-gila kepada seorang pria hanya karena dia bisa kuliah sambil ngamen di bis kota. 

FTV, dalam pandangan si wanita cowok begini tuh udah keren bangetlah pokoknya. Tak berhenti sampai di sana, saking naksirnya si wanita pasti akan ikutan tuh cowok ngamen di bis kota. Padahal si wanita tuh kaya banget, tapi dia rela ninggalin semua demi cintanya untuk seorang pengamen yang ternyata seorang mahasiswa.

Ada lagi anak orang kaya yang biasa hidup glamour di Jakarta, lalu di hukum babeh nya untuk tinggal sementara di rumah neneknya biar taubat. Nyampe disana ngomel-ngomel, dan muak dengan orang kampung. Eh taunya malah nggak mau pulang pas ketemu sama seorang pria culun penjaga kambing cuman karena si pria itu setia jagain kambingnya dan karena si pria pernah ngelap kaki si wanita pakai kapas pas kepentok batu. 

Sambil ngelapin luka si wanita mata mereka bertatapan, dan hebatnya yang jatuh cinta duluan tuh si cewek yang super duper cantik itu. Ada lagi pria yang berani ninggalin tunangannya hanya karena kepincut dengan seorang gadis penjual susu murni, padahal hubungan mereka selangkah lagi tinggal nikah. Ah macam-macam lah ya.

Lalu kenapa FTV yang memiliki kisah di luar kewajaran manusia itu bisa begitu di sukai penikmat televisi? Beberapa alasan praktisnya mungkin hanya sebagai hiburan saja, tak ada salahnya menikmati sesuatu yang ringan dan mengundang gelak tawa. Tapi di satu sisi FTV juga secara tak langsung ingin menunjukan betapa "monochromenya" kehidupan kita manusia. 

Cobalah lihat berbagai video soal FTV versus realita, disana terlihat dengan jelas bahwa yang indah-indah tak pernah menjadi miliki dunia pada kenyataanya. 

Misalnya bagaimana dalam FTV dua orang yang bertabrakan akan saling jatuh cinta, tapi dalam realitanya? Beuh si wanita malah nyumpahin si pria yang menabraknya jadi batu atau jadi kodok.Ini adalah sebuah antitesis, bagaimana di saat pembuat Film ingin membuai penonton dengan "kisah picisanya,"Para pembuat video Ekspektasi vs Realita atau Film vs Realita malah ingin menunjukan apa yang terjadi sebenarnya. 

Walaupun hanya sebagai bahan tertawaan, tapi saya pikir hal ini dapat jadi penyeimbang agar penonton tak terlalu terbuai dengan FTV yang di tonton nya.

Sebenarnya, kisah-kisah dalam FTV sendiri bisa jadi adalah bentuk kerinduan sebagian besar penikmat film. Misalnya, seorang yang hidup nya pas-pasan dan belum juga menikah, tentu dia berharap segera menemukan pasanganya. Nah kisah yang tersaji dalam FTV bisa jadi adalah puncak angan-angan andai saja hal itu terjadi dalam hidupnya. 

Betapa romantiknya hidup saat seorang pria yang hidup pas-pasan diuber-uber gadis cantik anak konglomerat hanya karena pria itu jago bermusik contohnya. Bukankah begitu yang sering di tayangkan? Si wanita FTV tadi mencintai si pria karena kebaikan hati dan talentanya, yang membuatnya bisa menerima segala kekurangan si pria. Siapa yang tak terbuai dengan cerita hidup yang demikian. Apalagi semua FTV selalu berakhir dengan happy ending apapun judul dan siapapun pemeranya.

Kisah dalam FTV bisa jadi ialah obat dari kenyataan yang pilu. Sebuah kisah yang "berandai-andai." Tapi ada hal yang membuat saya terus berpikir, dalam cerita atau gagasan yang ditawarkan oleh video Ekspektasi vs Realita atau Film vs Realita ini sisi yang nggak enaknya selalu menjadi milik sosok yang sama namun hidup dalam realita.Apakah iya sebegitu flat dan bengisnya alur dunia nyata?

Pandangan saya sih begini. Bedanya film dan realita adalah, film menyajikan kisah yang sudah diracik oleh ahlinya. Mulai dari penulis skenario, soundtrack, pipi-pipi mulus artis, hingga kru yang membuat berbagai spesial efek,ya gitulah.

Ibarat kata nih, kita sudah disajikan makanan jadi tanpa harus memasaknya. Film membuat kita bisa jadi penikmat yang mudah, tapi realita membentuk kita menjadi seorang fighter hanya untuk menikmati hidup.Sama-sama hidup sih, tapi film mengesampingkan apa yang terjadi seharusnya demi keindahan sebuah cerita.

Bahkan, sesuatu yang harusnya jadi penderitaan atau pertengkaran dalam FTV pun dapat disajikan dengan kocak dalam balutan musik (cintaku klepek-klepek sama dia). Dalam dunia nyata hal tersebut menimbulkan luka dan beban yang nyata.Yang tak dapat ditanggung hanya dengan ekspresi nanar semata.

Film-film itu tak salah, karena bayangkan kalau dia menyajikan sesuatu yang senyata realita, mulai dari kisahnya, dialognya, hingga penyelesaiannya. Apa yang terjadi? Bukankah kita malah bosan dan malah terperangkap kenyataan. Memang yang indah-indah lebih banyak milik yang tidak nyata, tapi selalu menjadi kisah yang menakjubkan karena disanalah kunci kenikmatan hidup tanpa harus lari dari yang nyata. 

Lalu bisakah suatu hari semua ini dibalik? Atau minimal seimbang. Jika dalam film kebahagiaan atau cinta tak memandang kasta, katakanlah suatu saat tak ada salahnya jika anak konglomerat menikah dengan penjual cilok di jalanan kota Bandung.

Di satu sisi, inilah kisah yang sering dikritik penonton tanpa melihat sisi positifnya. Kebanyakan dari kita begitu menghujat apa yang tak realita, misalnya ketika si gadis konglomerat tadi tergila-gila dengan tukang cilok yang hidupnya melarat. 

Antipati kita langsung menghujam, ah nggak masuk akal, film indonesia kan memang gitu murahan, seolah secara tak langsung kita malah menghakimi bahwa dalam dunia nyata nggak ada yang begitu, bahwa pada kenyataanya seorang tukang cilok tak pantas di cintai anak orang tajir, dan hanya seorang wanita bodoh yang melakukan itu.

Seolah dalam dunia nyata, hal yang begini-begini menjadi tabu. Kita kehilangan optimisme bahwa siapapun memiliki kesempatan yang sama di hadapan yang realita dan bukan. Lalu benarkah di dunia nyata ada wanita kaya raya yang jatuh cinta dengan penjual cilok yang miskin? 

Atau seorang pria tajir yang naksir berat dengan gadis penjual susu murni? Bisakah dalam realita penderitaan "di jogetin" dengan musik dangdut?Bisakah hidup selalu berakhir bahagia?

Kalau mau realistis sih rasa-rasanya sulit, seperti mengharapkan Miranda Kerr jatuh hati dan besok ngeinvite pin BBM saya haha. 

Tapi ada satu yang ingin saya tambahkan saat kita menonton perbandingan bagaimana yang tersaji dalam FTV, atau video Ekspektasi vs Realita, mungkin di satu sisi tokoh fiktif dan kisah palsu itulah yang menertawakan kita, atau bisa jadi saat si pembuat konten ingin mengkritik sajian picis FTV dan membuka mata "nih realitanya FTV itu bohong semua tuh," malah sebenarnya tak sadar telah mengkritik sisi realita, kenapa yang indah-indah kebanyakan milik yang direka-reka dalam kisah yang tak nyata?

Seperti FTV dan konten video yang saya maksud di atas, tulisan ini juga hanya sekedar hiburan, efek ketiduran dan gagal nonton MotoGP, untung Rossi naik podium.

 

Boleh setuju boleh tidak

Penikmat yang bukan pakar

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun