Mohon tunggu...
Boris Toka Pelawi
Boris Toka Pelawi Mohon Tunggu... Aktor - .

.

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup Artikel Utama

Nggak Perlu Nunggu Jadi Mario Teguh untuk Memotivasi Orang Lain

18 Agustus 2016   21:32 Diperbarui: 15 April 2019   13:58 700
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber gambar (sumsel.tribunnews.com)

Apa kabar sahabat-sahabatku yang super dan murah hatinya? Semoga hati anda selalu di indahkan, seindah pantai Pangandaran..hahaha.Hmm-hmm, nggak pantes banget ya, ya iyalah saya kan bukan Mario Teguh, saya hanya seorang penikmat yang bukan pakar hehe. Kali ini kita bakal membicarakan soal motivasi, oraitttt lapangkan hati anda dan saya jamin setelah selesai membaca tulisan ini hidup anda akan berubah total.Berubah dari yang tadinya jelek menjadi semakin sangat jelek haha.Oke serius!

Tidak tahu kenapa hari ini saya di ingatkan pada beberapa sosok yang pernah membuat saya terkagum.Yang pertama ialah manajer saya saat dulu bekerja di sebuah toserba. Saya ingat sekali waktu itu saya baru bekerja kurang dari sebulan, tapi dalam masa yang singkat itu saya betul-betul di landa rasa frustasi.Bagaimana tidak? Saya di tempatkan pada sebuah divisi yang mana jobdesk nya teramat-amat saya benci.Bayangkan, bagaimana mungkin seorang pekerja menjadi seorang haters pekerjaanya sendiri.

Tapi itulah yang sempat saya alami.Karena sudah muak dan tidak tahan saya pun menghampiri bagian personalia dan minta di pindahkan ke divisi lain. Namun hasilnya di tolak.Saya pun mengambil langkah terakhir, saya memberanikan diri lalu mengutarakan keinginan saya untuk berbicara empat mata pada sang manajer saat kami berpapasan.

Dengan tangan terbuka dan senyum yang ramah dia mengajak saya ke ruanganya.Saat itu saya mirip benar dengan seorang suami yang tengah frustasi karena diceraikan selingkuhan.Kalau saya ingat-ingat ketika itu kami berbicara tak lebih dari dua jam, namun waktu yang singkat itu telah menjelma menjadi satu titik cahaya yang memberi saya pencerahan untuk pertama kalinya.Lampu hijau menyala, saya pun mengutarakan segala unek-unek dan meminta untuk pindah divisi.

Ditengah pembicaraan beberapa kali ada tamu yang mengetuk pintu karena ada kepentingan namun beliau menyuruh untuk menunggu di luar.Demikian pun beberapa kali telepon berbunyi dan semua ditutup nya.Keganjilan itu, mengingat dia lebih mementingkan berbicara dengan bocah ingusan seperti saya ketimbang mendahulukan tamu-tamu nya yang penting, selalu membekas sampai saat ini di kepala saya.Ketika itu , saya pikir dia layak menerima kesan pertama saya yang tak terungkapkan,"beliau sungguh sosok yang luar biasa."

Begitu selesai mendengarkan saya curhat, dengan kharismanya dia pun mulai berbicara. Saya tidak sedang  berhyperbola, tapi saat itu, sungguh saya ini seperti jiwa yang sangat berharga dimatanya.Saya bisa merasakan energi dari setiap kata-katanya.

"Saya bisa saja memindahkan kamu dengan mudah, tapi saya ingin kamu belajar dulu di tempat mu saat ini."

Lalu dia menanyakan kenapa saya benci pekerjaan saya.Saya jawab, saya benci harus bersikap pasif, menjaga pakaian,melipat baju, dan berdiri macam patung di depan counter pakaian (saat itu saya ada di divisi pakaian anak-anak).

"Kerjanya hanya melipat-lipat baju."Saya bertutur panjang lebar penuh keluh dan kesah.

"Menurutmu pakaian anak apa yang lagi musim sekarang?"Dia bertanya dan saya jawab tidak tahu.Perkataanya selanjutnya seperti ingin bilang,"lihat ternyata masih banyak hal yang kamu tidak tahu."

Singkat cerita sang manajer terus memotivasi saya, dan menyuruh saya untuk banyak belajar pada divisi yang saya huni saat itu.Banyak membaca, baca apa saja dia menasehati saya dan mata saya terhujam pada tumpukan buku yang tertata di lemari belakang mejanya.

"Berapa usiamu?"

"Kamu masih muda sekali, perjalananmu masih panjang.Ibarat sebuah rumah kamu masih diluar dan belum masuk."

"Masih di depan pintu."Saya menimpali.

"Ya tapi bukan pintu rumah, masih pintu gerbang."Dia menyarankan saya untuk kuliah dan tak berhenti belajar.Singkat cerita, saya pun keluar dari ruangan itu dengan perspektif yang baru.Rasa frustasi yang sebelumnya mengekang telah putus dan saya merasa bebas.Sampai saat ini saya tak pernah lupa kejadian itu.

Saya ingat bagaimana tiap hari senin pagi saya akan mencari tempat sunyi diberbagai sudut toko.Kenapa?Karena tiap senin pagi sang manager selalu melakukan briefing.Dan saya selalu menjadi pendengar nya yang baik tanpa diketahuinya.Kebetulan brefing itu ditujukan untuk seluruh karyawan dan staf supermarket di lantai satu.Karena menggunakan pengeras suara maka suaranya akan terdengar sampai keluar ruangan briefing, begitulah tiap hari senin saya selalu mencuri waktu untuk mendengarkan kalimat motivasinya.

Tak berhenti sampai disana, beliau juga rajin mengirimkan email untuk seluruh staff kantor.Isinya ialah kisah-kisah inspiratif yang teramat motivasional, dan lagi-lagi di saat supervisor tak memakai komputer saya akan mencuri waktu untuk membaca tiap tulisan yang dikirimkanya.Sungguh sebuah langkah kecil yang entah dia sadari atau tidak telah mengubahkan kehidupan saya, dan mungkin juga orang lain.Untuk beliau, hanya ucapan terimakasih lah yang dapat saya ucapkan untuk saat ini.

Begitu juga saat di kampus, saya juga dipertemukan dengan orang-orang yang memiliki gen motivator.Dosen bahasa inggris saya, yang setiap kali mata kuliah akan berakhir, pasti selalu memutar video-video yang inspiratif dan penuh motivasi.Setelah itu dia pun menjelaskan maksud video tersebut sembari memotivasi kami.Tentu saja mata kami yang sudah sayu sebagai karyawan sekaligus mahasiswa langsung melek lagi, seketika saja lelah sirna dan energi kami kembali di perbaharui.

Dua sosok di atas, apakah mereka motivator?Apakah mereka Mario Teguh?Apakah Mereka Dale Carnegie, Jack Canfield,John Maxwell, dan Bong Chandra?Bukan, bukan sama sekali.Tapi efek yang diberikanya pada orang lain, tidak kalah dibandingkan motivator-motivator yang namanya saya sebutkan di atas.Kenapa bisa begitu? 

Karena orang-orang seperti manajer dan dosen yang pernah saya kenal di atas pasti menyadari betapa bernilainya sebuah pengalaman.Saya pun belajar demikian dari mereka.Saya tak ragu bersikap terbuka dan menceritakan hal-hal pribadi yang saya alami (dalam batasan tertentu) selama tidak merugikan diri saya dan orang lain.Mereka tak takut di cap narsis, suka mengumbar masalah pribadi dan tak gentar di anggap tak menarik.Wibawa dan kejaiman yang muncul sebagai efek dari merahasiakan pengalaman yang mereka alami tak sebanding dengan manfaat yang akan diterima orang lain, jika kisah itu di sharingkan.

Mereka yakin dengan membagikan tiap pengalaman yang mereka sudah jalani, akan banyak orang yang merasa tak sendirian.Akan banyak pula orang yang mendapatkan kekuatan, pencerahan hingga jalan keluar.Mereka peka, bahwa siapapun butuh di kuatkan.Itu sebab di sela-sela pekerjaan dan pengajaran nya mereka selalu berusaha menyisipkan percikan-percikan motivasi untuk membakar semangat setiap orang.

Seseorang yang memiliki semangat berbagi selalu merasa rugi kalau menelan sebuah kebaikan seorang diri.Seperti ada kenikmatan yang kurang ketika sesuatu yang bermanfaat ditelan begitu saja tanpa dibagikan pada yang lain.Hati mereka terlalu terbuka lebar untuk menahan segala kebaikan yang telah mereka terima.Bagi mereka setiap jiwa itu berharga.Mereka ingin semangat yang mendidih di dalam diri mereka di rasakan juga oleh orang lain.

Itu sebab mereka suka sekali berbagi.Mereka memiliki kegemaran untuk menemukan sisi positif dari sisi ternegatif sekalipun.Setelah itu mereka ingin setiap orang yang mengalami apa yang meraka sudah jalani menemukan solusi.Itulah kenapa mereka suka berbicara, bercerita, menulis dan membagikan kisah.Sebab dengan melihat orang lain kuat mereka akan semakin kuat.

Mungkin kita berpikir boro-boro memotivasi orang lain, mengurus diri sendiri saja belum becus.Atau, mungkin takut memotivasi orang lain karena merasa tak mampu mempraktekan apa yang di ucapkan.Tapi mari belajar dari kedua sosok yang saya ceritakan di atas, kalau hanya orang sempurna yang boleh memotivasi orang lain, pasti dunia tak akan memiliki sosok-sosok yang memotivasi.Bayangkan kalau dunia ini kekurangan sosok motivasional, berapa banyak orang yang akan frustasi, depresi,putus asa, gila dan mengalami kebuntuan.Mengandalkan Mario Teguh seorang?piuhhh.

Titik balik dalam hidup saya dapatkan dari motivasi sederhana seorang manager toserba, lihat....ternyata tak perlu seorang Mario Teguh untuk merubah dan memotivasi hidup seseorang.Kita pun bisa melakukanya...

Salam super hehehe

 

Boleh setuju boleh tidak

Penikmat yang bukan pakar

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun