Walaupun tak terlalu aktif di media sosial dan media komunikasi lainya semacam BBM, Line, dan WhatsApp, sesekali kalau lagi bingung mau ngapain, saya juga suka ngepoin status orang di berbagai media, seperti Facebook, BBM, dan Instagram.Â
Ada status-status yang cukup menarik perhatian saya akhir-akhir ini, misalnya seperti beberapa orang yang saya kenal walau tak cukup dekat, ada yang membuat status dengan kata-kata yang memberi kesan bahwa dia sedang bahagia.Â
Beberapa di antaranya saya tahu baru saja mengalami masalah asmara, kasarnya diputusin dan ditinggal kekasih.
Untuk mempertegas status dan keadaanya saat ini, tak cukup dengan kata-kata, mereka pun turut mengganti fotonya dengan tampang bersuka ria. Kadang gambar sedang tersenyum, setelah diberi beberapa efek agar terlihat kinclong, lalu di-posting-lah di berbagai media.Â
Jujur saya tidak tahu apa maksud dari semua ini. Memang bukan urusan saya sih, tapi kalau boleh sedikit saya berkomentar kok kayak maksa ya.Â
Contohnya, dari beberapa status yang saya baca, dia posting sebuah foto lalu dikuti kata-kata yang mengesankan bahwa dia sedang bahagia. Agar lebih ekspresif, digunakanlah berbagai emoticon yang berbinar-binar.Â
Eh, tapi di ujung statusnya tertulislah, "siapakah jodohku, siapakah kelak yang menjadi imamku." Untuk saya pribadi, hal ini bukan mengesankan sebuah kebahagiaan seperti yang ingin ditunjukkan sang pembuat status, melainkan malah menunjukkan bahwa dia belum move on, masih terpuruk, kesepian, dan tidak benar-benar bahagia.Â
Apalagi buat saya yang tahu apa yang sedang mereka alami. Bahkan orang-orang yang tadinya tidak tahu malah menjadi tahu apa yang sebenarnya terjadi.Â
Orang-orang seperti ini menurut saya harus dikasihani bukan dihakimi. Memang di satu sisi, dengan mengekspresikan apa yang tengah kita alami dapat mengurangi beban yang harus kita tanggung.Â
Itu sisi positifnya. Tapi di sisi lain, akan lebih baik kalau kita menulis kata-kata bijak yang memang lagi kita butuhkan sebagai afirmasi agar menguatkan diri, bukan membuat status yang mengesankan kalau kita sudah move on, sudah bahagia, atau sudah bisa melupakan yang lalu-lalu.
Kalau memang benar demikian sih nggak apa-apa, tapi kalau hanya untuk kamuflase gimana?Â
Itu kan sama saja menipu diri sendiri. Mungkin tujuannya ingin menunjukkan kepada si doi kalau kita sudah bahagia sekarang, atau tanpa dia kita menjadi lebih baik. Kalau perasaan begini yang dimaksud dengan move on dan baik-baik saja, kasihan sekali kita.Â
Justru dengan selalu menebar kebahagiaan palsu di medsos agar dia tahu malah menunjukkan kalau kita gagal move on. Alih-alih sudah lupa, sebenarnya kita masih berharap dia datang dan kembali lagi.
Ada yang bilang kalau putus tetap silaturahmi, dengan cara tidak menghapus kontaknya. Tapi kalau benar-benar ingin move on lakukanlah tindakan berani, hapus saja kontaknya.Â
Kalau perlu blokir hehehe maaf agak emosi. Pikirkan diri kita, jangan mikirin dia yang sudah minggat. Apalagi atas nama silaturahmi, dengan menghapus kontaknya saya jamin beban untuk terlihat bahagia dan baik-baik saja akan sirna.Â
Kita tidak akan lagi menipu diri dengan foto dan status di medsos.
Jadi, berhentilah ingin terlihat bahagia, ceria, baik-baik saja, dengan pamer ini itu. Hal itu justru membuat diri kita terlihat malang.Â
Lebih baik menahan diri dan diam. Kalau misalnya masih sedih ya sudah apa adanya saja, carilah solusinya dalam pencerahan di dunia nyata. Hampirilah orang-orang yang tepat.
Sudahlah tidak ada gunanya pura-pura bahagia di medsos, toh tak akan menyembuhkan luka.Â
Jujurlah kepada diri sendiri, hentikan kamuflase, mungkin kita bisa menipu penghuni dunia maya, tapi ingat kita tidak bisa menipu diri sendiri, baik menggunakan status ataupun menggunakan foto dengan senyum merekah.
Boleh setuju boleh tidak
Penikmat yang bukan pakar
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H