Mohon tunggu...
Boris Toka Pelawi
Boris Toka Pelawi Mohon Tunggu... Aktor - .

.

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup Pilihan

Pekerjaanmu Hari Ini adalah Masa Depan, Bukan Batu Loncatan

3 Agustus 2016   16:46 Diperbarui: 4 Agustus 2016   05:52 292
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Judul tulisan ini saya kutip dari pernyataan seorang senior di kantor.

Jadi ceritanya begini, kemarin, sekitar jam sembilan sampai jam sebelasan saya di ajak ke sebuah ruangan oleh atasan saya.Disana saya bertemu ,saya sebut saja pak A , dia juga tadinya atasan saya.Diruangan itu, dengan sedikit pembukaan atasan saya mempersilahkan pak A untuk berbicara.

Sebagai perintis dan founding father divisi audit di perusahaan itu dia memberi beberapa wejangan ke saya.Beliau sudah bekerja diperusahaan itu sekitar sembilan belas tahun lamanya (seingat saya).Sebagai pekerja yang bisa dikatakan sudah sangat lama mengabdi di perusahaan itu, tentu tak terhitung lagi berapa banyak asam garam , pahit getir, dan rasa manis yang dirasakanya selama bekerja.Hal itulah yang harus saya serap selama perbincangan tersebut.

"Seorang auditor harus obyektif."Dia berujar.Saya tak dapat mengingat setiap kata yang ducapkanya, namun saya masih dapat mengingat point-point yang disampaikanya.

"Kalau hitam katakan hitam kalau putih katakan putih."Dia menambahi.

Sebelumnya atasan saya sudah memberi tahu bahwa tugas kami bukanlah mencari kesalahan orang lain, melainkan memeriksa berbagai aspek diperusahaan, apakah sudah sesuai dengan SOP (standard operating procedure) atau belum.Demikian pula mengenai stock barang, apakah yang tertulis di database sudah sesuai dengan fisik yang ada di lapangan.

Saya coba cek di mbah Google, audit itu apa sih?

lalu mbah Wikipedia bilang pada saya, Audit adalah sebuah evaluasi terhadap suatu organisasi, sistem, proses, atau produk.Ohhhh jadi itu toh artinya...

Saya jadi ingat waktu saya dulu masih bekerja pada sebuah keluarga (bukan perusahaan).Pekerjaan saya mengantarkan anak keluarga tersebut kesekolah.Walaupun terlalu kasar disebut pembantu, tapi kira-kira begitulah pekerjaan saya;membantu-bantu.

Suatu hari saya disuruh membeli beberapa kilo beras dan mengisi bensin motor.Setelah selesai membelinya saya pun pulang membawa kembalian hasil pembelian bensin dan beras tersebut.Setelah memberikanya saya pun melanjutkan pekerjaan seperti biasa.Sore harinya tuan saya yang laki-laki mengajak saya bicara.

"Lain kali kalau disuruh membeli sesuatu biasakan untuk meminta struck (nota/bon) nya."Dia berujar pada saya,"Bukan karena kami nggak percaya sama kamu."

"Tapi begini,"lalu dia menjelaskan."Kalau suatu hari barang yang kamu beli kamu simpan dirumah, lalu hilang, terus gimana?" Saya merasa kikuk.

"Atau bensin motormu habis padahal baru tadi di isi, ternyata bensin motormu di curi orang, gimana tuh?" Saya diam, tak mengerti kemana arah pembicaraanya.

"Nah itulah gunanya struck, jadi kalau tiba-tiba terjadi suatu kehilangan, kamu punya bukti bahwa kamu telah membeli barang yang disuruh.Bukan karena kami nggak percaya, tapi itulah yang namanya tertib administrasi."Saya mangut-mangut.

Perkataan itu membekas sampai hari ini dalam diri saya.Apalagi di sebuah perusahaan, barang apapun yang dibeli,dikirim atau dikeluarkan, semua harus memakai bukti serah terima.Mungkin inilah yang dimaksud dengan SOP.Tujuanya, agar terciptanya tertib administrasi.Jika tertib administrasi berjalan dengan baik tentu proses audit pun akan mudah.Tidak hanya itu peluang untuk terjadinya kecurangan pun akan semakin kecil.Di pikir-pikir mirip Negara saja ya.Mungkin kasus korupsi yang selama ini melanda Negara kita salah satunya di sebabkan lemahnya SOP Negara ini dalam melakukan transaksi keuangan dan berbagai pengadaan.

"Jadi perusahaan tidak hanya hidup dari penjualan saja."Ujar atasan saya sehari sebelumnya."Perusahaan juga hidup dari data dan informasi."Dia menambahkan.

Benar juga sih saya pikir.Mendadak orientasi otak saya yang cukup mengagungkan divisi penjualan karena dari sanalah seisi perusahaan bisa di gaji dan makan berubah total.

Untuk apa penjualan tinggi kalau disisi lain telah terjadi penggerogotan yang merugikan perusahaan.Benarkan?Ternyata bukan hanya lembaga pers yang hidup dari data dan informasi, semua perusahaan juga begitu, tak ada perusahaan yang bisa hidup dari menjual dan menjual saja.Pentingnya sebuah audit pun saya temukan.

Kembali pada waktu dan ruang dimana saya sedang di ajar, setelah beberapa hal teknis yang memang sangat penting saya skip,Sang senior audit berujar.

"Bagi saya perusahaan ini adalah masa depan bukan batu loncatan."Saya terhenyak.

"Inilah masa depan."Dia berkata-kata dengan hikmatnya.

Sebelum kejadian ini saya selalu menganggap setiap tempat bekerja yang saya huni hanyalah sebuah persinggahan.Semua hanyalah pelabuhan sampai saya tiba di sebuah tempat yang saya tuju.

Bahkan saya coba menciptakan anekdot untuk diri saya sendiri."Kalau semua tempat kerja di anggap sebagai batu loncatan, maka dimanakah pada akhirnya saya akan bekerja?"

"Apakah iya saya akan melompat-lompat terus,nggak capek?"

Saya agak kesulitan membawa nuansa ruangan saat kami berbicara ke dalam tulisan ini.Tapi beginilah kira-kira kelanjutanya, walaupun masih mencicil tapi karena bekerja di perusahaan inilah dia bisa memiliki rumah.

"Inilah masa depan, soal bagaimana nanti ada pekerjaan yang lebih baik biarlah itu menjadi urusan Tuhan."

Sontak pikiran saya mengenai "bebatuan dan loncat meloncat" berubah seribu persen.

Bahkan atasan saya menambahkan (karena dia tahu saya suka nulis).

"Mungkin nanti kamu akan jadi penulis besar.Tapi untuk sekarang, selama masih disini kita masih lah karyawan diperusahaan ini."Saya mangut-mangut.

"Saya ada sebuah kutipan, bentar saya cari."Pak A mencari-cari di hapenya, katanya diambil dari facebook.

Lalu dia membacakanya untuk kami.Beginilah bunyinya,"peliharalah perusahaan dimana kamu bekerja, meskipun tidak membuatmu kaya, tetapi dia membuatmu tetap hidup."

Saya diam dipaku oleh kalimat tajam yang menguliti ke-asal-asalan saya dalam bekerja selama ini.

"Kalau saya sih sudah tua, mungkin kalau masih di pakai perusahaan akan bekerja hanya sekian tahun lagi.Tapi lihat bayi-bayi diluar sana, setiap hari mereka lahir dan bertambah besar.Mereka butuh penghidupan dan saat sudah dewasa tentu butuh pekerjaan."Sang senior menjelaskan.

"Kalau perusahaan ini bangkrut bagaimana nasib mereka?"

Sebuah pertanyaan yang menyadarkan saya betapa pentingnya pekerjaan saya saat ini.Bahkan semua divisi tanpa terkecuali memiliki nilai dan tingkat kepentingan yang saling terkait demi majunya perusahaan.

"Nah yang paling penting setidaknya perusahaan ini telah merubah statusmu, dari yang tadinya pengangguran menjadi seorang pekerja yang tidak meminta-minta."Di ucapkanya kalimat itu sembari menengadahkan tangan ke langit-langit.

Sebuah pengalaman berharga yang membuat waktu sirna tak terasa.Pembicaraan usai,saya mengambil pulpen dan kertas, kembali kelapangan untuk melakukan pekerjaan yang bisa dibilang sebuah pembelajaran tapi dibayar....

 

Bandung,3 Agustus 2016

Penikmat yang bukan pakar

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun