Bahkan saya coba menciptakan anekdot untuk diri saya sendiri."Kalau semua tempat kerja di anggap sebagai batu loncatan, maka dimanakah pada akhirnya saya akan bekerja?"
"Apakah iya saya akan melompat-lompat terus,nggak capek?"
Saya agak kesulitan membawa nuansa ruangan saat kami berbicara ke dalam tulisan ini.Tapi beginilah kira-kira kelanjutanya, walaupun masih mencicil tapi karena bekerja di perusahaan inilah dia bisa memiliki rumah.
"Inilah masa depan, soal bagaimana nanti ada pekerjaan yang lebih baik biarlah itu menjadi urusan Tuhan."
Sontak pikiran saya mengenai "bebatuan dan loncat meloncat" berubah seribu persen.
Bahkan atasan saya menambahkan (karena dia tahu saya suka nulis).
"Mungkin nanti kamu akan jadi penulis besar.Tapi untuk sekarang, selama masih disini kita masih lah karyawan diperusahaan ini."Saya mangut-mangut.
"Saya ada sebuah kutipan, bentar saya cari."Pak A mencari-cari di hapenya, katanya diambil dari facebook.
Lalu dia membacakanya untuk kami.Beginilah bunyinya,"peliharalah perusahaan dimana kamu bekerja, meskipun tidak membuatmu kaya, tetapi dia membuatmu tetap hidup."
Saya diam dipaku oleh kalimat tajam yang menguliti ke-asal-asalan saya dalam bekerja selama ini.
"Kalau saya sih sudah tua, mungkin kalau masih di pakai perusahaan akan bekerja hanya sekian tahun lagi.Tapi lihat bayi-bayi diluar sana, setiap hari mereka lahir dan bertambah besar.Mereka butuh penghidupan dan saat sudah dewasa tentu butuh pekerjaan."Sang senior menjelaskan.