Mohon tunggu...
Boris Toka Pelawi
Boris Toka Pelawi Mohon Tunggu... Aktor - .

.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Meminta Maaf itu Personal, bukan Pengumuman

6 Juli 2016   16:42 Diperbarui: 15 April 2019   13:49 1225
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber gambar:dveraux.blogspot.com

Seperti yang terjadi pada umumnya di Hari Idul Fitri, sudah dipastikan berbondong-bondong setiap orang akan mengungkapkan ucapan selamat dan meminta maaf. Baik secara langsung, ataupun melalui status-status di media sosial. Saya sendiri termasuk orang yang tak ikut merayakan Idul Fitri tapi turut juga mengucapkan maaf baik secara personal ataupun secara umum melalui status di medsos.

Di hari yang besar ini, timbul pertanyaan di pikiran saya, kenapa mendadak meminta maaf menjadi sesuatu yang sangat mudah? Bukankah di kehidupan sehari-hari mengucapkan maaf biasanya sangat sulit untuk kita lakukan? Timbul sedikit pemikiran, apakah karena memang Idul Fitri ini adalah momen yang tepat untuk meminta maaf, atau karena, meminta maaf di hari yang besar ini mendadak menjadi formalitas belaka?

Mungkin ada yang berkomentar, "Loh nggak ikut merayakan kok sok-sok kan ngasih komentar." Mungkin ada benarnya, oleh karena itu saya tidak akan masuk pada konteks Idul Fitrinya, melainkan pada maaf-memaafkanya yang memang telah menjadi bagian dari sejarah hubungan dan etika manusia sejak dahulu kala.

Saya sendiri pernah berbuat salah dengan orang lain, pernah juga meminta maaf, pernah juga disakiti, dan pernah juga ada orang yang meminta maaf kepada saya. Di momen Lebaran ini, tak salah memang kalau kita mengucapkan selamat dan meminta maaf pada khalayak umum. Kenapa saya sebut demikian? Coba lihatlah di facebook, BBM, Line, Twitter dan segala jenis medsos lainya. Pasti hampir semua orang mengucapkan, contoh, "Saya beserta keluarga memohon maaf jika ada salah-salah kata bla bla bla."

Tak salah memang, tapi kalau dipikir-pikir, contohnya di facebook, ada berapa banyak orang yang tak kita kenal, kenapa pula harus minta maaf?Memangnya apa salah kita sama mereka? Apakah maaf hanya sekadar formalitas? Apakah melakukan itu salah? Menurut saya tidak. Mengapa demikian? Karena yang namanya manusia kadang tak sadar bahwa ucapan dan tindakanya sudah menyinggung orang lain, dalam konteks kealpaan dan ketidaksadaran inilah meminta maaf secara umum adalah sebuah langkah yang sudah tepat dan mulia. Bukankah tak ada salahnya meminta maaf lebih dulu?

Tapi jika digali lebih dalam lagi, bukankah seharusnya kita meminta maaf pada orang-orang yang pernah kita sakiti? Atau menyakiti kita? Disitulah kemuliaan kata maaf dan Idul Fitri ini, di saat yang benar ataupun yang salah berlomba-lomba untuk meminta maaf lebih dulu. Sudahkah itu kita lakukan? Lalu setelah tahu pada siapa seharusnya kita meminta maaf, apa yang harus dilakukan? Dan apa selanjutnya? Saya akan coba kupas berdasarkan beberapa arti kata maaf di bawah ini.

Kata maaf bukanlah sebuah broadcast message atau sebuah pengumuman. Menurut KBBI, maaf memiliki arti; pembebasan seseorang dari hukuman (tuntutan, denda, dan sebagainya) karena suatu kesalahan, ungkapan permintaan ampun atau penyesalan. Saya pun coba memberanikan diri untuk mencari pengertian yang lebih dalam di Oxford Dictionaries.Ternyata kata maaf atau sorry memiliki pengertian; feeling sad or distressed through sympathy with someone dan feeling regret or penitence, ada beberapa pengertian lagi tapi saya cukupkan saja karena saya takut salah hehehe.

Jika kita lihat pada pengertian kedua kamus tersebut artinya bisa dibilang sama. Kita meminta maaf karena pernah melakukan suatu kesalahan pada seseorang. Sehingga kata maaf memiliki arti untuk meminta ampun yang ditunjukan lewat sebuah penyesalan (atau dengan perasaan menyesal). Bahkan secara predicative Oxford Dictionaries lebih dalam mengatakan bahwa maaf atau sorry adalah sebuah ungkapan yang ditujukan karena kita memiliki perasaan sedih, menyesal dan bersimpati pada seseorang. Dalam konteks ini, tentu perasaan itu timbul karena kita pernah melakukan kesalahan terhadap seseorang.

Belajar dari kata maaf ini, apakah iya tak ada etika yang menyertainya. Saya sendiri sebagai orang yang hidup di tanah Sunda, sangat merasakan bagaimana bersalaman adalah sesuatu yang entah kenapa harus dilakukan tiap kali bertemu. Padahal waktu saya tinggal di Sumatera tak pernah tuh saya bersalaman jika bertemu dengan teman bahkan guru. Tapi di sini tidak, bersalaman tiap kali bertemu masih dilakukan hingga saat ini yang menandakan pergaulan dalam etika masih terasa kental.

Bahkan kemarin sebelum libur Lebaran, kami pun bersalam-salaman lebih dulu sebelum pulang kerja.Indah sekali. Timbul pertanyaan, loh budaya tiap daerah kan beda? Kembali pada pembahasan mengenai maaf-memaafkan ini, perlu diketahui ini bukanlah suatu norma yang berlakunya tergantung suku dan budayanya. Contohnya, mengucapkan kata punten tiap kali akan melintas di depan orang lain jika tinggal di Bandung, di Medan tak harus kita melakukan hal itu kita tak akan di cap sombong, tapi kita bisa di cap tidak sopan kalau tidak mengucapkan hal tersebut saat melintas di depan orang lain.

Maaf-memaafkan adalah sebuah nilai yang berlaku universal. Dia tak memandang daerah, suku, budaya dan agama. Berkaca dari seluruh penjelasan sebelumnya, apa iya kita hanya akan meminta maaf pada orang yang pernah kita sakiti dengan  broadcast message atau status facebook belaka. Jika memungkinkan kenapa tak meminta maaf secara personal, bukankah maaf adalah ekspresi dari sebuah penyesalan. Ingat karena kata maaf tetaplah indah ditujukan secara massal, tapi akan lebih mengena kalau disampaikan secara personal pada orang-orang tertentu yang kita kenal baik. Apalagi pernah kita sakiti dan kecewakan.

Kalau sudah maaf-memaafkan bagaimana? Yasudah berbaikan saja, kesalahan masa lalu jangan di kenang-kenang lagi. Cukup jadi pelajaran saja. Segini dulu dari saya. Terimakasih buat semua. God Bless You all, salam damai.

Boleh setuju boleh tidak

Penikmat yang bukan pakar

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun