Mohon tunggu...
Boris Toka Pelawi
Boris Toka Pelawi Mohon Tunggu... Aktor - .

.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Ketika Narasi dan Dialog Menjadi Kekuatan Sebuah Cerita

1 Januari 2016   21:45 Diperbarui: 15 April 2019   12:16 2038
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Selamat tahun baru untuk semua penghuni dan admin Kompasiana, semoga di tahun 2016 ini Kompasiana serta para penulisnya semakin jaya dan semakin mampu membawa perubahan positif untuk Indonesia kedepanya, amin yes yes luar biasa.

Seperti biasa tulisan saya kali ini hanya sekedar intermezzo untuk mengimbangi artikel artikel berat dan berkualitas yang sudah ditulis oleh sahabat sahabat kompasiana lainya.Sebagai penikmat yang bukan pakar, saya akan coba menjelaskan sesuatu dari sudut pandang seorang penikmat sahaja.

Jadi begini, beberapa minggu yang lalu salah seorang teman kampus saya meminjamkan sebuah novel berjudul ‘Dilan' yang ditulis oleh Pidi Baiq yang dalam description Profil nya mengaku sebagai imigran dari sorga.

Novel ini sebenarnya adalah sebuah novel populer dan menjadi salah satu buku best seller, namun waktu itu, sekalipun sudah sering melihat tumpukan bukunya di toko buku saya belum tertarik untuk membelinya.Alasanya, ya karena belum tertarik saja.Lagian kalau bisa minjam ngapain beli? haha.

Karena penasaran ‘sekeren apa sih ceritanya' sampai teman teman saya senang sekali membaca buku berjudul ‘Dilan' tersebut, maka saya pun membacanya.Setelah membuka isinya, saya cukup takjub dengan gaya bercerita, format tulisan, hingga dialog dialog manis yang tersaji di dalamnya (ini bukan review buku). 

Ceritanya sederhana sekali demikian pun dengan bahasanya.Ini novel yang sangat sederhana , hanya bercerita soal hubungan seorang anak SMA bernama Dilan dan Milea yang terjadi di Bandung pada era 1990-an.

Tapi jangan dikira sang penulis akan menuliskan banyak detail soal bagaimana keadaan Bandung pada era 1990-an, malahan soal setting tempat, dimana bagusnya harus ditulis dengan detail dalam petunjuk petunjuk menulis novel tak terjadi dalam buku ini. 

Tak ada penjelasan tempat yang ‘ngejelimet' semua di ceritakan dengan mengalir tanpa bahasa bahasa yang sulit di pahami. Dialog antara Dilan dan Milea lah yang menjadi satu satunya kekuatan novel tersebut.

Dari segi cerita bisa di bilang sangat klise, dari segi bahasa terasa sangat ringan (malah terkesan seperti cerita di majalah bobo) namun dialog dialog manis, aneh, lucu membuat cerita tersebut terasa sangat romantis, hingga mampu merangsang imajinasi serta membangkitkan sensitivitas saya sebagai pembaca untuk mengenang kembali masa masa SMA dengan berbagai romantikanya. 

Bahkan salah seorang teman saya mengaku hanya butuh waktu dua jam untuk melahap seluruh isi novel tersebut.

Dibawah ini saya cuplik (foto pakai kamera handphone) beberapa dialog antara Dilan dan Milea, dalam buku tersebut Milea di posisikan sebagai pencerita;

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun