Mohon tunggu...
Sukamto Suparno
Sukamto Suparno Mohon Tunggu... -

Saya dosen Universitas Widyagama Malang. Aktif meneliti produk pangan pengendali obesitas dan kegemukan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Jenang Madumongso, Ada Sejak Jaman Mataram Kuno

1 Oktober 2017   02:22 Diperbarui: 1 Oktober 2017   04:21 6087
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Lestarikan Makanan Khas Jawa (Dokumentasi Pribadi)

Kedatangan bangsa-bangsa Eropa ke Nusantara memberikan pengaruh yang cukup besar terhadap peta komoditi tanaman pangan. Mereka bangsa Eropa rupanya lebih tertarik untuk membeli komoditi berupa rempah-rempah yang harganya cukup tinggi di Eropa. Kondisi ini berpengaruh terhadap perkembangan komoditi pangan yang bergeser ke tanaman rempah-rempah terutama  lebih condong ke Kawasan Indonesia yang cocok untuk tanaman rempah rempah.

Pada Masa Orde Lama dan Orde Baru

Mengenai diversifikasi tanaman pangan sudah dipikirkan di era Presiden Soekarno dan era Presiden Soeharto. Program swasembada beras, Panca Usaha Tani, Lumbung Pangan menuju  

percepatan pencapaian swasembada beras pada tahun 1974 sudah digalakkan bahkan Indonesia bisa mencapai swasembada pangan. Kondisi ini memicu kegiatan masyarakat untuk mengembangkan bidang pengolahan pangan termasuk  jenang dan madumongso, tidak heran makanan tersebut termasuk makanan pavorit pada saat ada hajatan, hari raya Idul Fitri dan hampir semua orang mengenalnya.

Lestarikan Makanan Khas Jawa (Dokumentasi Pribadi)
Lestarikan Makanan Khas Jawa (Dokumentasi Pribadi)
Masa Reformasi sampai Sekarang

Paska kejatuhan Soeharto di tahun 1998 akan menjadi penanda babak baru kebijakan di sektor pertanian. Liberalisasi di sektor pertanian sudah mulai resmi diterapkan sejak tahun 1998. Harga-harga kebutuhan pokok pangan diserahkan kepada mekanisme pasar. Pemerintah hanya berperan sebagai regulator atau mengatur tata kelolanya, tetapi tidak memiliki kewenangan lagi untuk mempengaruhi secara langsung atas harga-harga kebutuhan pokok.  

Disinilah awal tantangan bagi para pembuat makanan khas Indoesia atau khas daerah seperti madumongso dan jenang. Membanjirnya berbagai jenis makanan olahan import dan yang modern membawa dampak terhadap kegemaran anak-anak muda terhadap makanan khas asli Indonesia. Saat ini anak-anak muda sudah banyak yang tidak mengenal apa itu madumongso,jenang trembelek, tiwul, gatot, cenil, lepet dan makanan tradisional lainnya. Kondisi ini sungguh memprihatinkan kita semuanya. Mengenal saja tidak apalagi mengkonsumsinya.

PadaEra Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)

MEA yang sudah berlaku  mulai 1 Januari 2016 tidak hanya menjadi tantangan, tetapi juga peluang bagi pelaku usaha makanan tradisional. Pada masa saat ini semua produk pangan tradisional harus memiliki standart, dan mengikuti regulasi yang telah ditetapkan. Bagaimana dengan Madumongso dan Jenang ketan tradisional. Berdasarkan penelusuran penulis produsen makanan tersebut sudah mulai tahu, namun yang langsung action masih sangat terbatas. Disinilah kita semua tertantang untuk ikut menyelamatkan produk pangan tradisonal tersebut sesuai dengan tantangan perkembangan jaman. Semoga jaya produk pangan asli Indonesiaku dan bisa eksis di pasar Dunia.  Amiin ya Robbal Alamin (Sukamto, 2017).

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun