Mohon tunggu...
Sukamto
Sukamto Mohon Tunggu... Dosen - Dosen

Saya adalah Dosen jurusan teknologi pangan/hsl pertanian Univ.Widyagama Malang. Peneliti pangan. Suka menulis hal hal sederhana tentang pangan dan nasib usaha kecil mamin Indonesia.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno

Lawan Food Waste! Mengubah Nasi Sisa Menjadi Berkah

24 Juni 2024   10:45 Diperbarui: 24 Juni 2024   11:08 248
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Image Creator (microsoft.com)

Di tengah gempuran isu ketahanan pangan global, Indonesia, bersama 149 negara lainnya, tergabung dalam barisan Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO). FAO, bagaikan perisai kolektif, menjadi wadah perjuangan bersama dalam memerangi kelaparan dan menyosialisasikan pentingnya pangan yang aman, sehat, dan bergizi.

Setiap butir nasi yang terbuang, bukan sekadar kehilangan rasa, tapi juga menyumbang pada krisis pangan yang mengintai. Bayangkan, jika 250 juta penduduk Indonesia menyisakan satu butir nasi per kali makan, setara dengan 5 ton nasi terbuang setiap hari (diperkirakan 1 butir nasi seberat 0,02 gram). Dalam sebulan, angka ini membengkak menjadi 450 ton.

Bersama FAO, Indonesia menggemakan pesan tentang akses pangan yang merata dan berkeadilan. Upaya kolektif ini tak hanya menjangkau skala nasional, tetapi juga merambah ranah internasional, menjalin kolaborasi dan merumuskan strategi bersama untuk mewujudkan dunia yang bebas dari kelaparan dan dipenuhi pangan bergizi bagi semua.

Dalam "Laporan Kajian Food Loss and Waste di Indonesia" (2021), Kementerian PPN/Bappenas, Waste Change, dan World Resource Institute membagi sampah makanan menjadi dua kategori: food loss dan food waste. Pada tahap produksi, pascapanen dan penyimpanan, dan pemrosesan dan pengemasan, kehilangan makanan diperkirakan mencapai 7-12,3 juta ton per tahun, 6,1-9,9 juta ton per tahun pada tahap pascapanen dan penyimpanan, dan 1,1-1,8 juta ton per tahun pada tahap pemrosesan dan pengemasan.

Sebaliknya, limbah makanan terjadi di kedua tahap distribusi dan pemasaran dan sisa konsumsi. Limbah makanan di Indonesia mencapai 3,2-7,6 juta ton per tahun pada tahap distribusi dan pemasaran, dan tahap konsumsi mencapai 5-19 juta ton per tahun. Sebanyak 80% sampah makanan dari tahap konsumsi berasal dari rumah tangga, dan 20% berasal dari sektor non-rumah tangga. 

Lebih memprihatinkan lagi, 44% sampah makanan masih dapat dikonsumsi. Selain membuang sumber daya makanan, hal ini menghasilkan emisi gas rumah kaca yang merusak lingkungan. 

Menurut laporan Bappenas, emisi gas rumah kaca dari kehilangan makanan dan sampah di Indonesia selama dua puluh tahun terakhir mencapai 1.702,9 M ton CO2-ekuivalen, atau 7,29% dari rata-rata emisi gas rumah kaca Indonesia selama periode tersebut.

Sampah makanan di Indonesia bagaikan gunung es yang mengancam keberlanjutan lingkungan dan ketahanan pangan. Data dan analisis menjadi kompas penting untuk merumuskan strategi komprehensif dalam menanggulangi permasalahan ini. Upaya kolektif dari berbagai pihak, termasuk pemerintah, swasta, masyarakat, dan lembaga terkait, menjadi kunci utama. Pendekatan terintegrasi yang menyeluruh, mulai dari hulu hingga hilir rantai pasok, mutlak diperlukan untuk meminimalisir food loss dan food waste.

Pemerintah perlu mengambil peran sentral dalam regulasi dan edukasi. Swasta dapat berkontribusi melalui inovasi teknologi dan praktik bisnis yang berkelanjutan. Masyarakat, sebagai konsumen, memiliki peran krusial dalam mengubah pola konsumsi dan mengelola sampah makanan dengan bijak. Lembaga terkait dapat berperan sebagai fasilitator dan penyedia solusi inovatif.

Pendekatan edukasi dan perubahan perilaku masyarakat, pengembangan infrastruktur yang memadai, dan penguatan regulasi yang berkelanjutan menjadi kunci utama dalam mengatasi permasalahan sampah makanan yang kompleks ini. Dengan upaya bersama, Indonesia dapat bergerak menuju sistem pangan yang lebih berkelanjutan dan minim limbah, demi mewujudkan ketahanan pangan dan kelestarian lingkungan.

Bagaimana Cara Mengubah Potensi nasi sisa Tersebut !

Di tengah hiruk pikuk kehidupan, nasi sisa sering kali terbuang sia-sia. Mengolah kembali nasi sisa membantu mengurangi jumlah sampah makanan yang dibuang ke tempat pembuangan akhir. Namun, tahukah Anda bahwa nasi sisa ini menyimpan potensi ekonomi yang luar biasa bagi keluarga? Ya, nasi sisa dapat diolah menjadi berbagai produk bernilai ekonomi, membuka peluang baru untuk meningkatkan kesejahteraan keluarga.

Image Creator (microsoft.com) 
Image Creator (microsoft.com) 
Di Indonesia, rata-rata individu menghasilkan 300 kg sampah per tahun, dengan proporsi signifikan berasal dari limbah makanan. Hal ini menimbulkan beban bagi Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) dan memicu berbagai permasalahan lingkungan. Penelitian inovatif menggunakan alat Food Waste Recycler (FWR) dengan metode conductive drying menawarkan solusi kreatif dalam mengolah limbah makanan menjadi produk non-pangan.

Bagi pecinta kuliner, nasi sisa dapat disulap menjadi camilan lezat dan bergizi. Beragam kreasi seperti kerupuk nasi, onde-onde, atau puding nasi siap memanjakan lidah dengan kelezatannya. Tak hanya itu, nasi sisa juga dapat diolah menjadi edible film, kemasan makanan ramah lingkungan yang terbuat dari pati.

Bagi yang ingin memanfaatkan nasi sisa untuk menghasilkan produk yang lebih unik, pengolahan menjadi alkohol dan cuka rumah tangga bisa menjadi pilihan. Proses fermentasi nasi sisa menghasilkan bioetanol yang dapat diolah menjadi alkohol, bahan baku berbagai produk pembersih dan kosmetik. Di sisi lain, cuka rumah tangga yang terbuat dari nasi sisa bermanfaat untuk bahan pembersih rumah dan dapat digunakan untuk menambah cita rasa masakan.

Pengolahan nasi sisa menjadi produk-produk bernilai ekonomi tak hanya mendatangkan keuntungan finansial, tetapi juga memberikan kontribusi positif bagi lingkungan. Mengurangi pemborosan makanan dan memanfaatkan sumber daya yang ada secara kreatif merupakan langkah penting dalam menjaga kelestarian alam.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun