Assalamu'alaikum ww, barokalloh fiikum    Unzhur maa qoola, walaa tanzhur man qola, lihat apayg dikatakan,   jangan dilihat dari siapa, juga tawashaubilhag, saling wasiat dalam kebenaran, ballighu  ani walau ayat , sampaikan walau seayat, qullil haqqo walau kaana murron, sampaikan walau pahit. Ihwal taqdir yg dapat diterappkan dalam kehidupan yg khusus hanyadilihat dari sudut  jin dan manusia, adalah seperti yg umumnya dirasakan seharihari, namun belum holistic hakiki yg seyogyanya adalah selalu menyertakanNya.  Satu ihwal kebenaran ini, adalah, memandang secara dari "sudut integralitas kekaffahannya", dimana berdalil dengan asma ul husna, dll, yakni " tak terikat waktu", mukholafatuh lil hawaditsi, ,berbeda dari makhluk,dll, dimana perspektif ini, tak selalu dapat diberllakukan praktis keseharian .Namun harus diusahakn dapat tertanam di jiwa, dimana hal ini terkait dngan nasib keakhiratan. Ihwal ini adlh, pertama : menyangkut maha mengetahui, dll, yakni ketika terdapat pemahaman ttg qadha harian,bulanan,dst,, maka untuk semua taqdir itu,  mutlaq wajib dipahamkan bahwa Dia tlah mengetahuinya, bahkan Dia lah yg mengaturnya, alhasil, kiasannya seperti sbb. : ""ini Aku tetapkan qadha harianmu/per menit mu,dst, namun sesungguhnya semua qadha buat segala hal ini tlah tertulis di Lauh mahdudz, yg takkan berubah, yakni dari sudutKu sbagai Penciptanya, yg berbeda dengan makhlukKu, dalam segalanya, yakni tak perlu waktu, proses,dst.  Ihwal kedua adalah  ttg ayat ; dunia ini permainan, sendagurau, lebih hina dibanding sayap seekor nyamuk,dsb, yg mana hal sendagurau ini , adalah jika dibandingkn  dngan akhirat, dan tentunya justru, untuk bekal hidup hakiki itu, diharuskn tak main2. Untuk ini, diilustrasikn ada dua butir langkah khidupan, yg di keduanya dikosongkan dari ihwal ikhtiar yg umum,  kemudian ihwal ikhtiarnya itu diganti dengan ikhtiar yg serius dan yg main2  lalu, yg A adalah yg dianggap "bukan sendagurau/ sama dengan kehidupan akhirat, serius"" yakni yg  "tanpa menyertakan kemahatahuanNya sebelumnya atas penentuan qadha/hasil operasi bilangan di layar,"  , yg A ini, kendati disebut serius, adalah bukan makna hakikinya, dikarnakan justru menjadikan keseriusan itu sebagai segalanya/hubuddunya__kendati tentunya adalah tak menyamaiNya/ bukan musyrik __, lalu terkadang ada jargon, " takkan terulang lagi, keburu wafat, hidup hanya sekali, dsb", padahal di surga itu, segala apapun yg dikehendaki akan didapat, Fushilat 31, dan asy Syuro 22, QAF 35, dll  namun tentunya bukan bermakna buruk jikalau punya passion, impian2, dsb, yakni roja harapan. Dan adapun yg B, adalah yg menyertakan sifat maha mengetahui, maha kuasa,dsb, ini disebut " sendagurau", namun hal sendagurau ini adlh dlam hal perbandingan dngan akhirat, dan justru, akan lebih serius mengejar akhirat, ketimbang yg menganggap dunia sbagai segalanya, dimana kebalikannya, kehidupan akhirat itulah yg bukan permainan, bukan hina tapi mulia. Alhasil, hal sendagurau ini, dikarnakn telah komplit dengan sgala sifat asma ul husnaNya, sebagai sifat dari  Pencipta tempat dan waktu yg berupa sendagurau ini, maka ini menunjukkan bahwa dunia ini hanya permainan, hina, dsb, dibandingkan dengan akhirat, dikarnakan seolah2 wayang boneka, yg mana  tak perlu serius/ dikiaskan  sendagurau, karna tokh kesemuanya telah ditentukan, dari mulai mengedip, biji yg bakal tumbuh didalam tanah, semua yg basah dan yg kering,sehelai daun jatuh,dst, yg kesemuanya tak berhingga tak terhitung jumlahnya dimana bukan hanya diketahui, tentunya hanya Dia lah sebagai Pengaturnya. Kemudian, tentunya, dalam kesehariannya, pemahaman kyakinan pada taqdir ini, tak selalu rinci ada di benak, karna seyogyanya  semenjak tamyiz baligh mukallaf, adalah  telah koheren dilatih diriyadhohkan menjadi melekat dalam jiwa/qullubuyyuqilun/akal kalbu, adapun yg praktis kesehariannya, adalah tak selalu terpikir, namun tatkala tafakur, merenung sesaat walau sdang sibuk, dsb, hal pemahaman ini bisa dipikirkn, dan sekaligus, sambil ikhlas menerima qadar qadhaNya. Dalam hal sifat "tak terikat waktu", dll, maka ihwal terjadinya penciptaan  ini ,  disebut alam ruh,  ataupun , jika dibedakan, maka alam ruh ini, adalah pengejawantahan dari alam penciptaan__  adalah seperti hanya setitik peristiwa/ kejadian, dimana disebut " setitik" ,adalh untuk dipahami oleh makhluk. Lalu, berdasar titik penciptaan  dan sekaligus dalam titik tsb adalah terdapat  tindakan para makhluk yg dimerdekakan untuk memilih, yg mana terjadi kedholiman2, seperti kiasannya dalam rasa sakit mencubit dirisendiri, yg juga dirasakan sama oleh korbannya, dalam mana iblis telah dholim yg tak termaafkan, lalu, kendati langkah kemerdekaan bertindak itu langsung disetopNya, sesuai sifat maha pengasihNya dll,  namun peristiwa satu titik itu, adalah telah terjadi, dan Dia adalah mahaberkehendak untuk tak menghapusnya, salahsatu dalilnya : ar Ra'd 39, lalu berdasar titik ini__al qadar/ ukuran,  diciptakanlah alamsemesta yg berumur 13,7 milyar tahun ini, berikut Adam as. turun dari surga, dst sampai kiamat, yg disebut qadha_ ketetapan, yg di Lauh mahfudz, dimana kesemuanya adalah telah paling teramat sempurna, yakni ttg. biologis makhluk hidup, alam raya mengembang dan mampat, siklus di bumi, poros sumbu bumi, dsb, di sinilah juga, mutlak disertakan rasa khauf takut pada Yang maha pencipta, dsb, ,yg kiasannya walau tak berhingga ketakberbandingannya,namun semata2 untuk mengandaikan, yakni, misalnya hewan qurban ataupun binatang berbahaya, nyamuk, dsb, adalh tak bisa protes ktika mau dipotong. Namun, juga, selain khauf, juga ada roja harapan, berdasar segenap asma ul husna, maha pengampun, pengasih, maha adil,dst. Alhasil, dilihat dari sudutNya, ilmuNya, afa'lNya, mukholafatuh lul hawaditsi, berbeda dengan makhluk_ tak terikat waktu/ tak perlu proses dsb, ,  qadha itu takkan diubahNya.. Adapun ar Ra'd 11, ttg takkan mngubah nasib_keadaan, adalah sebagai sunatullah  qadar ukuran/ software algoritma. Juga, intermezo, ada kalkulator yg berfitur acak lagu, yg hanya tekan satu tombol, dan kita tak tahu lagu yg akan keluar,, namun telah tertentu hanya satu, alias bukan dari banyak pilihan, itulah " "penyertaan sifat maha mengetahuiNya,maha kuasaNya,dalam iman pada qadha dari sudut makhluk, , alias hanya  Dia lah yg tahu, lagu yg akan keluar,/qadha di lauhmahfudz, selain juga dari sudut makhluk adalah Dia lah yg telah menetapkan qadha yg dihasilkan oleh  ikhtiar penekanan tombol untuk mengoprasikn bilangan, dan juga, artinya bahwa dalam kalkulator plus ini, adalah berfiturkan software chip ttg segenap yg belum terjadi, yakni fitur  acak lagu, namun hanya satu ketentuan, alias  bukan terdiri dari banyak pilihan dari yg belum terjadi.@. Alhasil, kembali ke topik, bahwa yaqin pda taqdir ini, terkait dengan ayat asy Syuro 27,28,29, juga hadits shahih  yg senada, yaitu ttg, tak cukup satu lembah emas, namun dua dan ,tiga,, kecuali terhenti ketika tanah memenuhi mulutnya, namun ini adalah sifat dasar, keinginan manusiawi, yg tentunya dibarengi infaq,dsb. Juga sama, asy Syuro, 27, : jika diberi keluasan harta, akan melampaui batas. Ini juga sifat dasar, dan hanya pengandaian, dikarnakan di teks berikutnya kuranglebih disebut, telah diatur pemberiannya., alhasil, sifat dasar tsb, melekat manusiawi, sebagai ikhtiar pada umumnya, dimana, ada yg terkadang sukses dan tidak,  pula jikalau orientasinya untuk niyat akhirat, manfaat yg pertama adalh akan lebih ikhlas menerima, yg kedua adalh akan lebih sedikit kedholiman, ingin lebih untung,dsb, tapi lebih banyak saling bantu,dsb, semisal dalam resesi global, dsb.  Asy syuro 27,28,29  ini kontexnya adlh ttg pertolonganNya, yakni kmudian, di ayat 28, ttg, makhluk melata,di langit__ bukan alien, karna alien ini adlh jin__, adalh jentik larva yg masih kecil  milimicron, yg dlm 25 C, menguap ikut terbawa gas, dan masih hidup, lalu di ayat 29, jika dikehendaki sbagai anugerah, maka dipersatukan dngan turun hujan. Alhasil, ketika tak menyertakan asma ul husna, akan ada dua kelompok yg sukar menjawab sunatullah qadar, yakni seperti dalam hadits shahih, namun mewakili umumnya orang : sejumlah sahabat yg galau karna ,rekannya dapat ibadah dan sekaligus infaq yg banyak, lalu dinasihati, agar dzikir subhanallah,dst 33 kali setelah sholat, tapi yg agniyapun sama, maka disabdakan, bahwa krnglebih : itulah pemberian yg dikehendakiNya. disinilah yg sesuai kondisi umumnya adalah  disertai jawaban  ttg ikhlas pada qadhoqadar, lalu ke:lompok kedua, manakala ada seprosen jelaga di jiwa dari unsur takabur, yg mngacu pada firaun,qarun,dll, yg tak iman padaNya dan juga pada taqdir, yakni hubuddunnya yg terlalu sangat berlebih. Jadi, kedua2 nya, jikalau lebih berorientasi akhirat, maka, akan lebih ikhlas, dikarnakn tokh akan sama2 ke surga. Alhasil juga, tak ada dua qadha, memilih pindah,dst, yg ada adlh pindah dari qadar/ taqdir sunatullah ke taqdir sunatullah/keadaan lainnya/ mengubah nasib, demikian juga silaturahim memperpanjang umur, sama dengan sunatullah kehidupan dalam menjaga kesehatan, dsb, namun ada yg menafsir umur kualitasnya lebih panjang, jariyahnya,dst. dan qadha yg tak berubah ini, adlh dari sudut hakikinya, yg harus tertanam di jiwa _yaqin pda taqdir, dan di kesehariannya adlh betul2 terasa merdeka dalam memilih, bukan wayang boneka, karna memang sekaranglah yg dirasakan makhluk, sbagai pengejawantahan dari alam qadar penciptaan, dan secaara teori, ini adalah ajaib, karna scara hakiki adlh tlah terjadi,namun tak disadari, yakni pemilihan ke kiri atau kanan di kehidupan alam ruh,  seperti halnya yg tak disadari ktika di alam rahim. Alhasil, ketika menyebut  menjemput taqdir/ sunatullah qadar ukuran yg telah ditentukanNya sebagai sebuah tabiat kehidupan, dll, maka harus juga disebut bahwa  tak ada perubahan  dalam qadha, di Lauh mahfudz, yg semata2 sebagai sebuah ilmuNya,dsb, kendati misalnya disebut oleh makhluk, bahwa tentang diketahuinya suatu hal sebagai qadha itu, adalah setelah sebuah peristiwa terjadi, namun sebelumnya, tak dapat menganggap bahwa ingin mengubah qadha, dikarnakan,  apakah kita sudah tahu qadhanya? Alhasil, menganggap ada qadha yg berubah adalah dosa besar, karna menyangkut afa'lNya, sifat2 Nya,dll, inilah salahsatunya untuk susah berniyat akhirat, dikarnakn tadinya lebih banyak niyat dunianya, sedikit alpa dari definisi hukum wajib :  " jika ditinggalkn adlh dapat siksa", kendati tentunya adlh tak melalaikan melupakannya . Alhasil,        SEYOGYANYA DIINGAT MUKHOLAFATUH LIL HAWADITSI, ATAUPUN TERSIRAT DARI SMUA QURAN SUNNAH,  JIKA DI LAUH MAHFUDZ ITU. TERTULIS BANYAK PULIHAN TAQDIR BERPINDAH2 MNCARI YG TRBAIK, DST,  MAKA  "" DARI SUDUT NYA, ALIAS HAKIKATNYA""****PERLUKAH WAKTU BAGI NYA UNTUK MENYAKSIKN PEMILIHAN ,?MNUNGGU MAKHLUK MENJEMPUT SATU TAQDIR KE YG LAINNYA,? MNCARI YG TRBAIK.?, ADAPUN TTG HADITS  YG PINDAH TQDIR, MAKNANYA ADLAH TAQDIR SUNATULLOH, SBAGAI BAGIAN DARI QADHA QADAR YG DIRASAKN MAKHLUK DI DUNIA, DAN PNCIPTAAN QADHA INI ADLH  AKIBAT ADANYA QADAR_ PENGEJAWANTAHAN DARI ALAM RUH, DIMANA QADAR DAN QADHA ITU, ADLH SAMA PERSIS, DAN DI LAUH MAHFUDZ, DINAMAI BERBEDA,HANYA UNTUK MEMBEDAKAN PROSES ASALNYA. Dibawah ini, sedikit keluar topik , yakni, ttg : beberapa dalil ttg. ruh yg akan diminta pertanggungjawaban, adalah : diantaranya ttg alam ruh, lauh mahfudz yg ditulis lima puluh ribu tahun sebelum alam diciptakn, , yg disana itu, adalah ruh, dan scara teori adlh brrikut badanhalus/jiwa, dikarnakn manusia itu ,secara sunatullohnya yg hidup di alam serba nyata ini. agak sukar membayangkn hanya berupa dzat ruh. Kmudian, juga ttg penciptaan makhluq yg merdeka memilih semuanya,iblis, jin dan setan. ,serta malaikat, yg secara teori ,tadinya di alam pencptaan/satu titik peristiwa adanya penciptaan, malaikat itu bebas memilih, ataukah diciptakan setelahnya, yg mana tokh, nantinya malaikat itu musnah, tak ada di akhirat. __jadi alam pnciptaan ini adlh bukan ktika adam a'laihi salam diciptakan , dan iblis tak mau sujud. lAlhasil, dalam alam penciptaan pun,yg tak diingat makhluk, adlah sama, yg diminta tanggung jawab itu adlah ruh, dimana pengejawantahan kemerdekaan memilih benar dan salah ini, ___yg dulu di alam ruh, tak disadari/ diaturNya menjadi lupa,  sebagai sunatulloh bagi makhlukNya, seperti halnya pikun, tidur, demensia penyakit, celaka, dibius, saat di alam rahim, dibawah dua atau tiga, terkadang balita pun , betul2 lupa semuanya, dsb, ___  adalh betul2 terasa  merdekanya sekarang di masa hidup nyata sekarang . Kembali ke topik, yg juga, terkait dengan prtanggungjawaban ruh, adalah ttg. pentingnya pemahaman yg lurus ttg taqdir,  dimana sangat haram menganggap bahwa banyak pilihan qadha,  dan dengan do'a dapat pindah dari satu qadha ke qadha lainnya,  kendati berdasar dalil,  namun keliru memahaminya, yg mana maksud " pindah" tsb adalh "merdeka melakukan pilihan2 dari banyak kemungkinan sunatulloh qadar,  yakni sebagai pengejawantahan dari alam ruh/alam penciptaan. Alhasil,  ktika kurang mngerti,  dan tetap menyebut bisa pindah dari satu qadar ke qadar laimnya,  adalh lebih kecil dosanya,  ketimbang yg sudah diingatkan bahwa sangat haram,  namun menganggap remeh isi pengingatan pemberitahuan tsb,  dan malahan menyebut ada banyak qadha, dimana qadha dan qadar itu adanya di lauh mahfudz dan berupa ketetapanNya yg tak dapat berubah,  ada dalam satu ayat,  mohon dibrowsing., surat Qaf 29. Nah,  minimal,  kesalahannya dari sudut pelakunya,  adalah tak ikhtiyat/hati2. namun hakikinya adalh sangat haram dikarnakn me"menentang shifatNya yg mukholafatuh lil hawaditsi,  yg jelas mutlak berbeda,  kendati tak berdasar dalil mukholafatuh tsb.  Ini hakikatnya adlh menentangNya, yakni logikanyaa, : sudah taHu bahwa berbeda dan otomatis haqqul yaqinnya adlh hanya satu qadha,  namun tetap mengedepankan akalnya,  bahwa : ***banyak qadha***. Adapun hikmah dari kebenaran ttg satu taqdir/qadha qadar ini. adalh sbb  : ktika menyesal takkan terlalu stres,  minimal ada berkurangnya, yg tentunya ditolongNya menjadi keringanan stres yg ada nilainya/tidak mrupakn yg tak berarti.  Kringanan itu,  adlh ktimbang menganggap banyak pilihan taqdir,  lalu menyesal,  dan tak paham bahwa ***hal itu tlah terjadi di alam ruh***. namun untuk yg belum terjadi,  tentunya,  jangan selalu menyertakan ihwal taqdir ini,  inilah ksalahanya jabariyah,  semisal " tak ibadah karena sudah taqdir", padahal hakikatnya,  di alam ruh itu,  dia telah memilih untuk apatis, kurang taat,  dsb,  yg tak diingat smua makhluk jin, manusia masing2,, yg padahal,  sekarang ini,  dia betul2 merasa bebas tak ada yg memaksa melakukan pilihannya, untuk hal2 yg pokok/ushul, atau bukan yg dijajah kolonialism imperialism .dsb.Logikanya adlh,  dalam istila@H duniawinya dikarnakn sudah conditio sine qua non, analog sama dngan hukum alam sunatulloh yg mutllak,  hukum yg inkrag,  sudah menjadi sejarah,  namun adanya di alam ruh, dsb,  . Berbeda dngan,  manakala, tadinya merasa banyak pilihan,  dan kendati setelahnta terjdii tsb,  dia mengakui bahwa hanya ada satu taqdir ketetapan, dikarenakn peristiwa pemilihannya adlh masih sangat baru, bahkan yg sudah jadi sejarah pun, namun brlainan dngan ktika ada kepahaman pada terjadinya peristiwa tsb adlh di alam ruh, yg malahan olehNya dibuat lupa, dan yg sekarang di dunia ini yg telah trjadi, adlh semata2 ketetapanNya, dan demikian juga hakikatnya  ,___ terutama jika dilihat dari sudut ilmuNya, maha kuasaNya, dst___, dngan yg belum trjadi, namun seyogyanya tak seperti jabariyah, dikarnakn, bagi makhluk adalah masih berupa kemerdekaan memilih sunatullah qadar baik buruk..Logika, ttg kelirunya berkesadaran mngenai adanya satu taqdir setelah terjadinya,  adalh sbb :  misalnya ditanyakn padanya, apakah pilihan2 itu ada di qadha,?  Dijawab iya ada,  lalu setlh terjadi,  apakh di qadha itu,  masih banyak pilihan?,  tidak,  karena, Dia maha kuasa, dst,  beda dari makhlukNya. Berarti, jikalau begitu, sebelum mlakukan pilihan itupun/sebelum terjadinya satu peristiwa itupun,  adalah hanya satu qadha,  karena,  anda itu kan takut menentangNya,  benar begitu? Benar,  namun,  bukankah boleh berdoa,  memilih dari banyak qadar?, Maksud anda,  qadar taqdir sunatulloh kehidupan atau qadar taqdir di lauh mahfudz?  Tentunya yg di lauh mahfudz, dikarnakan tak bisa bohong, jelas ketahuan dari kontex harapan untuk maksud mengubah taqdir,  dsb. Nah,  itulah,  jawabannya sama dengan untuk qadha,  apakah kalau sudah terjadi tetap menganggap banyak qadar?,  tentunya tidak,  karena khauf menentang Mengingkari SHIFAT -NYA, benar begitu wahai saudaraku seiman?,  Kmudian,  ttg,  tiga kmungkinan doa,  yakni,  ditunda,  diganti dengan dihindarkanya dari musibah yg semisal/ yg timbul dari jenis substansi/ihwal yg didoakannya,, misalnya, jika dikabul naik pesawat, maka ternyata celaka,  _____khusus untuk ihwal ttg mohon dimudahkn dimampukan menempuh jalan lurus, maka tergantung tujuan akhirnya, apakah sebatas.ingin selamat dunia, ataukh dunia akhirat, misalnya.betul2 hanya terpikirkan selamat dunia, lalu doa tsb dikonversi menjadi keselamatan, hatta sudah hampir wafatpun, dngan maha kuasaNya, adlh dihindarkn dari  gempa di rumahsakitnya,dsb, yg intinya adlh, dikabul menjadi selamat dunia, namun tak dikabul menempuh jalan lurus,yg akan dikabul di akhirat, dikarnakan memang tak niyat selamat akhirat, berbeda ktika, telah betul2 ada  keinginan selamat dunia akhirat, maka doa mohon dimampukn tsb, __untuk solat, dsb__akan dikabul di akhirat, dimana di surga itu,  akan mengalami persis terkabulnya keinginan untuk solat di dunia sekarang ini, dsb, kendati di dunia belum sempat solat., Alhasil, ujian agar ingin bertujuan selamat akhirat inilah yg terus2an diuji, agar dijawab dengan : iya, saya mau selamat akhirat, dan untuk kelas taqwa lanjutannya, maka akan betul2 takut, jikalau dengan sifat maha kuasaNya, ditaqdirkan riya, di akhir hayat, ataupun mendekati akhirhayat, dsb, dan ditaqdirkan tak sempat istighfar, maka khaufnya itu adalah takut dosa yg trmasuk syirik /kendati asghor  ini ,tak terbayar oleh pahala, apalagi jikalau hanya punya sedikit, inilah pula, Rasul saw tak kurang sratuskali sehari istighfar, lalu do'a minta ampunan dari riya yg tlah tak disadari/ terlupa,_ ya muqollibal qulub, tsabit qalbi al'a dinik., kendati masum, namun sebesar o.oo1 % ada rasa khisiyahnya, dmikian juga Ibrahim a'laihu dalam, khawatir tak ditrima amalnya, dll, maka itylah, kendati hanya 10%, khouf ini, dengan iman pada sifat mahakuasaNya, dan tentunya ada roja, yakni dengan mendawamkan istighfar, dan memahami "al kh0watim," yakni segalasesuatu itu dilihat akhirnya _tobat nasuha, dst Dimana pula ttg. ihwal ujian tauhid ini, adalah diantaranya termasuk yg syahid dunia, tenggelam,longsor,dst , ataupun yg telah betul2 tobat takut neraka ingin selamat akhirat di waktu sebelumnya. Alhasil, doa ingin surga takut nraka slamat akhirat kebaikan akhirat ini, adlh berbeda dngan smua doa lainnya, yakni ktika doa ini dijadikan niyat, maka pasti dikabul, karna tak bisa dikonversi, dan jikapun ditunda, adlh nanti di surga, maka berarti telah dikabul, walaupun minimal,yakni yg ke surga tanpa amal, namun betul2 takut neraka,dan ini semata2 urusannya berdua denganNya, jikalau telah niyat dlam solatnya, tentunya adlh lebih benar, namun beda jika kibir, yg samaskali tak ada ktakutan, hatta diuji sampai akhir hayat tak kunjung lulus, dan tak syahid dunia. Akantetapi untuk asy Syuro 20, adalh bukan doa, namun niyat,  kndati ada unsur doanya,  , disebut beda  karena  niyat tujuan itu,  adlh melekat dengan amal,  sdangkan doa secara umum,  adalh diluar amal, atau ada yg boleh didalamnya,  misal dalam sujud solat. Alhasil,  dunia yg penuh dalam asy syuro  itu, -___-kecuali yg dalam unsur duniawimaterilnya, yg mana teorinya jika memberlakukan keumuman tiga kmungkinan dikabulnya doa, adalh belum pasti, disamping, ada unsur penyebab dari derajat taqwa,makanan haram,dsb___-,  dalam unsur spiritualnya adalah telah dikabul, yakni punya bekal pulang yg pasti yg lebih dari apapun karena satukali qabla shubuhpun,  pahalanya adlh dunia dan seisinya, alhasil, dunia sepenuhnya itu,yg berupa fondasi spriritualruhaniyahnya adalh  mrpakan kepastian //,alias bukan dalam hal yg nyata materil,  namun adalh dalam unsur minimal di fondasinya,  yakni jikalau jujur tlah niyat akhirat, terutama dalam solatnya. Adapun ttg. taqdir_qadhaqadar mubrom dan mukhoyyar, hakikatnya adalh hanya mubrom, baik untuk qadha maupun qadar,  dan mukhoyar itu adlh untuk ikhtiar pemilihan qadar sunatulloh tabiat kehidupan, misalnya, sakit harus berobat,, qadar sunatullah lapar, harus makan, ada wabah harus pindah  dsb., dimana qadar_ukuran itu sendiri, berdasarkan alam ruh_alam penciptaan yg tak disadari_diingat makhluk, seperti halnya alam rahim, dalammana, di alam ruh tsb dibebaskn memilih langkah, dan trnyata ada yg zholim, yakni setan, lalu langsung saat itu juga dihentikan, dan ini tak perlu waktu sepersekian detik pun,,sekejap pun, karna berbeda mukholafatuh lil hawaditsi, bahkan Dia lah pencipta waktu itu sendiri, dan di Ar Ra'ad  39, adalah berkehendak tak dihapusNya, juga dalil lainnya : maha kuasa, dsb, makhluk tak berhak memprotes, namun juga maha penyayang, dan salahsatunya tercermin dari lamanya rata2 hidup, mis. 100 tahun, adalh sepersepuluh hari akhirat, yakni 2,4 jam, dimana kelak, makhluk akan ingat bahwa dulu di dunia itu, hanya sekejap mata, dibandingkan hidupnya yg kekal.Kebebasan makhluk yg ternyata ada yg zholim itu, adalah, seperti halnya yg mencubit dirisendiri, yg terasa nyata sakitnya, dimana setan memilih sangat zholim, makanya kekal di neraka. Alhasil, berdasar qadar ukuran itulah, dengan serba mahaNya, maha sempurna,dsb, diciptakan hidup nyata,surga neraka,, semenjak Adam,as, masa sebelum jagat raya nya,dsb. , yg mana merupakan  qadar sunatulloh tabiat kehidupan. Adapun qadar ukuran bagi tiap2 makhluk tsb , yg berupa ketetapan mubram,  intinya adalah sama dengan qadha, yaitu mubram, dimana taqdir qadha/ketetapan, itu adalah berdasar taqdir qadar/ ketetapan ukuran. Alhasil,  pemilihan langkah hidup tsb, di alam ruh, bagi jin dan manusia, dirasakannya adalah sekarang, sedangkan setan, tak lagi bisa memilih, saking besarnya kezholimannya.
 Adapun dalil Umar r.a. ttg. sahabat yg brtanya : apakh mau menolak taqdir, adlh karna memang taqdir itu pelik, dan lebih baik diam, jika ada yg brtanya dan belum mampu mnjelaskan, alhasil, saat itu, tentunya sahabat yg brtanya itu sangat maphum untuk menghindari wabah, namun ingin sekalian mempertanyakan taqdir, dan dijawab bahwa  yg dimaksudkannya itu adlah sebagai taqdir mua'laq mukhoyar, yakni qadar sunatulloh, yg bisa dipilih dengan unsur ikhtiar, demikian juga, makna "do'a mengubah taqdir", adlah sama dngan ayat " mngubah nasib keadaan". , demikian juga, ttg silaturohim akan memperpanjang usia, yakni akan menyehatkan,menggembirakan,dsb, adapun ttg. pendapat bahwa namanya tetap dikenang, hasil jariyah,dsb, adalah makna tak langsungnya/panjang umur dalam ihwal jasanya. Alhasil, tatkala menyebut  "pindah dari satu taqdir ke taqdir lainnya, menjemput taqdir,dsb, dan memaksudkannya sebagai banyaknya taqdir ,yakni taqdir qadha qadar, sedangkan taqdir di lauh mahfudz itu, hakikatnya hanya satu, dan memang sunatullohnya, kita sangat haram menduga2 nya, menganggap banyak taqdir,dsb"", maka apakah sifatNya yg berbeda dengan makhluk itu, harus disamakan, yakni perlu waktu, tak serba maha, tak maha kuasa, dsb? Adapun ttg ridwanulloh akbar ,ridhoNya lebih besar, kapankah diberikanNya, yg tentunya makna di ayat itu adalah kelak., dan seyogyanya dalam sholat untuk meraih ridho tsb, tentunya terpikirkan konteks tujuan alamnya, demikian juga, untuk rahmatNya, adapun ingin ridho rahmat di dunia, adalah terlingkup dalam doa' kebaikan dunia akhirat. Insya Allah maslahat dan dmudahkan menempuh jalan lurus.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H