Mohon tunggu...
Toha Rastafara
Toha Rastafara Mohon Tunggu... -

seorang penikmat sastra dan juga seorang programmer

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Saya Tak Mau Kalah!

15 Mei 2011   15:20 Diperbarui: 26 Juni 2015   05:39 66
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Suatu hari, saya belajar Fisika di kelas seperti biasanya. Tapi ketika sedang belajar guru saya ini, sebut saja bu Risa (Bukan nama sesungguhnya), sungguh membuat saya berpikir tujuh keliling sembilan belokan dan sepuluh tanjakan. Pasalnya ia mengatakan tak mau kalah. Kalah apa? Saya pun tak mengerti. Ada baiknya saya beritahu dulu kronologisnya.

Begini, kami sedang berbicara mengenai nilai rapot. Sudah bukan hal yang baru lagi bahwa guru ini dikenal kalau mengajar hanya bergantung mood. Kalau moodnya sedang baik tentu ia baik memberikan kami nilai. Kalau moodnya sedang tidak enak pasti anda tahu bagaimana. Saya bingung sekali dengan guru yang satu ini. Oh, ya, kembali ke kronologisnya, kami sedang membahas tentang tugas yang sudah dikumpulkan. Ada beberapa dari kami yang tidak mengerjakan, lalu disamber kata-kata dari mulutnya "Kalian ini tidak cekatan, cari saja jawabnnya dari internet, pasti ada. Ibu mengambil soalnya dari internet, mana mungkin ibu membuat soal yang ibu sendiri tak kuasai". Saya sudah tak heran dengan kata-katanya ini, ia mahasiswa jurusan Teknik Industri bukan Pendidikan. Tentu anda tahu bagaimana perbedaan antara orang yang mendapatkan pengajaran dari Teknik dan Pendidikan. Orang Pendidikan tahu bagaimana cara mendidik yang baik, tetapi orang Teknik belum tentu bisa mendidik dengan baik karena bukan dalam bidang Pendidikan. Pendidikan mempunyai konsep yang berbeda dengan Teknik.

Setelah selesai membahas soal ia membahas tentang nilai rapot kami. Ia merasa tak terima ketika ada dari kami yang protes masalah nilai kepada Kepala Sekolah. Ia mengatakan ia tak mau kalah dari kami. Bukankah ia adalah guru kami, pembimbing kami, dan partner kami semua murid dalampersoalan belajar mengajar? Mengapa berkata tak mau kalah? Memang kami dianggap musuhnya? Sungguh keterlaluan kali ini kata-katanya.

Saya berpikir, bukankah dalam dunia pendidikan tak ada yang namanya musuh? Apa salah kalau kami protes? Mengapa kalau kami protes tak dibenarkan saja jika itu salah? Tak perlu mengecam dengan hal-hal yang tak masuk akal.Apakah dunia pendidikan begitu seramnya hingga tak ada yang mau kalah? Bukankah belajar adalah berbagi? Bukankah belajar adalah proses? Bukankah belajar adalah dari tidak bisa ke bisa? Bukankah belajar adalah agar kita bisa tahu? Bukankah belajar adalah agar mendapatkan ilmu yang bermanfaat? Mengapa kami sebagai muridnya dianggap musuh?

Akhirnya, banyak sekali pertanyaan yang muncul di kepala saya. Di awal sudah bingung di akhir tambah bingung.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun