Mohon tunggu...
Togar Arifin Silaban
Togar Arifin Silaban Mohon Tunggu... ASN -

Life is easy when you make it easy.

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Adopsi Surabaya untuk Pemulihan Lingkungan Danau Toba

5 September 2016   10:09 Diperbarui: 5 September 2016   10:33 157
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kalau hanya sekedar membaca tulisan "Menjernihkan Danau Toba dalam Jangka Panjang", dan mencermati tulisan lainnya "Inspirasi dari Sungai Murasaki untuk Memulihkan Air Danau Toba", beberapa orang mungkin menganggap pengalaman Kota Kitakyushu terlalu muluk untuk dijadikan referensi bagi pemulihan kualitas air Danau Toba. Anggapan seperti itu saya nilai keliru. Pengalaman Kota Kitakyushu itu bisa diadopsi dan diadaptasi untuk Danau Toba. Banyak hal yang bisa dijadikan contoh yang bisa ditiru dari Kitakyushu untuk diimplementasikan di Danau Toba. Yang terutama adalah semangat dan kemauan,

Kalau dianggap Kota Kitakyushu terlalu ideal, maka pengalaman Kota Surabaya mungkin bisa lebih mendekati. Kalau melihat kebersihan dan kenyamanan kota Surabaya sekarang ini, orang mungkin tidak percaya kalau Kota Surabaya itu dulunya kotor, jorok, gersang dan tidak nyaman. Lho, kenapa sekarang ini kelihatan bersih, nyaman, dan indah. Kalau mau tau bagaimana Surabaya berkembang dari kota yang kumuh menjadi nyaman, harus dilihat dari kondisi sekitar 15 tahun lalu. Tapi salah satu yang pasti, Kota Surabaya banyak mendapat inspirasi dan bantuan dari Kota Kitakyushu, Jepang.

Supaya tidak dinilai asal ngomong kalau dulu Surabaya itu pernah kotor dan gersang, saya tampilkan beberapa foto Surabaya tahun 2004 lalu. Sekedar "mengenang" tempo dulu sekitar 10 - 15 tahun lalu, berikut ini bisa dilihat bagaimana keadaan kota Surabaya saat itu.

kalimas1-57c792786223bdfa40556307.jpg
kalimas1-57c792786223bdfa40556307.jpg
Kalimas, Surabaya (2004)

kalimas2-57c79283b27e617e3d2c4d56.jpg
kalimas2-57c79283b27e617e3d2c4d56.jpg
Kalimas, Surabaya (2004)

kali-jepara-57c79293567b61203c3eae26.jpg
kali-jepara-57c79293567b61203c3eae26.jpg
Kali Jepara Surabaya (2004)

kalimas3-57c792a7b27e61893d2c4d54.jpg
kalimas3-57c792a7b27e61893d2c4d54.jpg
Kalimas, Surabaya (2004). Untuk diketahui Kalimas itu adalah Sungai yang membelah pusat kota Surabaya, panjangnya tidak sampai 20 kilometer.

Saya masih punya puluhan foto Kota Surabaya yang bisa memperlihatkan kondisi Surabaya sampai tahun 2004. Foto-foto itu membuktikan bahwa ada perubahan yang signifikan di Surabaya, sama halnya ada perubahan besar di Kota Kitakyushu Jepang 30 - 40 tahun lalu.

Bagaimana Surabaya bisa berubah? Apakah perubahan Surabaya hanya karena pekerjaan Pemerintah Kota saja? Apakah karena hasil kerja seorang walikota semata?

Sama halnya dengan apa yang terjadi di Kota Kitakyushu, perubahan di Surabaya dilakukan secara bersama-sama oleh banyak pihak. Terlalu naif, kalau ada pihak yang mengklaim kalau perubahan di Surabaya adalah hasil karya satu pihak saja. 

Perubahan signifikan yang terjadi di Surabaya, ceritanya dimulai sekitar 15 tahun lalu. Pada tahun 2001, tepatnya tanggal 13 Oktober 2001, Tempat Pembuangan Akhir (TPA) sampah yang berlokasi di Keputih, bagian Timur Surabaya ditutup secara paksa oleh sejumlah orang. Sekelompok orang yang mengatasnamakan warga Keputih menutup jalan masuk ke TPA. Mereka beralasan sudah tidak tahan dengan bau amis dan asap dari TPA Keputih yang setiap hari mereka rasakan selama ini. Siang malam warga Keputih menderita karena bau dan asap dari tumpukan sampah yang terbakar.

Untuk diketahui TPA Keputih saat itu dioperasikan dengan "open dumping", sampah ditumpuk begitu saja di alam terbuka dibiarkan membusuk. Tumpukan sampah itu sering terbakar sehingga bau sampah menyebar ke mana-mana bahkan kalau ada tiupan angin, bau sampah bisa tercium sampai beberapa kilometer. Saat itu TPA Keputih adalah satu-satunya pembuangan Sampah kota Surabaya yang berjumlah kurang lebih 3 juta jiwa. Sebenarnya  TPA itu sudah harus ditutup, karena sudah penuh. Tapi sampai tahun 2001, TPA lain di bagian Barat Surabaya belum selesai dibangun. 

sampah-surabaya-2001-57c93349349773b606379eaf.jpg
sampah-surabaya-2001-57c93349349773b606379eaf.jpg
sampah-surabaya-2001a-57c9335d187b617d438032ea.jpg
sampah-surabaya-2001a-57c9335d187b617d438032ea.jpg
Dua foto diatas adalah beberapa hari setelah penutupan paksa TPA Keputih pada 13 Oktober 2001. Sampah menumpuk di tepi jalan dan di mana saja di Surabaya.

Penutupan paksa TPA Keputih membuat kota Surabaya mengalami darurat bencana sampah. Selama 2 minggu tidak mempunyai tempat pembuangan sampah menjadikan Surabaya seperti lautan sampah. Di jalan, di taman, di setiap tanah kosong sampah bertumpuk dan menimbulkan bau. Orang membakar sampah di mana-mana, sampah bahkan dibuang di median jalan-jalan protokol. Pemerintah kota Surabaya sendirian tidak mampu mengatasi timbulan sampah yang luar biasa. 

Pemerintah Provinsi Jawa Timur dan Pemerintah Pusat turun tangan membantu. Pembangunan TPA Benowo yang baru dikerjakan kurang dari 50% dikebut bekerja siang malam. Sejumlah insinerator mini didatangkan untuk membakar sampah. Setelah berusaha susah payah, akhirnya TPA Benowo dipaksa dioperasikan secara darurat meski belum selesai seluruhnya. Yang penting sampah bisa diangkut dari pusat kota ke TPA. Setelah kurang lebih sebulan, kondisi persampahan di kota Surabaya berangsur pulih.

Bencana sampah kota Surabaya tahun 2001 itu seperti membangunkan perhatian orang Surabaya akan pengelolaan sampah. Beberapa inisiatif untuk mengkaji dan mendikusikan pengelolaan sampah mulai muncul. Berbagai pihak mulai memberi perhatian yang serius, sejumlah orang, baik anggota masyarakat biasa, ibu rumah tangga, LSM,  perguruan tinggi, dunia usaha ikut mencari upaya pengelolaan sampah. Awalnya inisiatif itu berjalan sendiri-sendiri, tapi kemudian berbagai inisiatif masyarakat mulai dikordinasikan dan disinergikan. 

Pemerintah kota juga berupaya untuk meningkatkan pengelolaan sampah, kerjasama dengan berbagai pihak dilakukan. Bantuan kerja sama datang dari berbagai pihak. Pemerintah kota Surabaya menjalin kerjasama dengan sejumlah lembaga di dalam negeri maupun di luar negeri. Salah satu kerjasama kota Surabaya adalah dengan kota Kitakyushu Jepang. Sejumlah personil pemerintah kota Surabaya diundang untuk melihat dan mempelajari pengelolaan lingkungan di Kitakyushu. 

Pemerintah kota Kitakyushu sendiri proaktif membantu Surabaya dalam pengelolaan sampah. Bekerjasama dengan IGES, suatu lembaga internasional yang bergerak di bidang lingkungan hidup, Pemerintah Kota Kitakyushu mengirimkan sejumlah tenaga ahli persampahan perkotaan ke Surabaya. Sebuah tim peneliti dari Kitakyushu bekerja secara intens di Surabaya. Sejak tahun 2001 sampai tahun 2006, Tim yang dipimpin oleh Mr. Koji Takakura melakukan penelitian bagaimana mengolah sampah di rumah secara individu. Hasil penelitian itu kemudian menemukan "Keranjang Takakura", sebuah keranjang yang mengolah sampah dapur tanpa menimbulkan bau.

takakura1-57c90459187b61cf3e8032e4.png
takakura1-57c90459187b61cf3e8032e4.png
Mr. Koji Takakura (berdiri) melatih ibu-ibu rumah tangga di Surabaya bagaimana menggunakan Keranjang Takakura (gambar di latar depan).

Meski banyak inisiatif dimulai sejak akhir tahun 2001 untuk mengelola sampah kota Surabaya untuk menjadi lebih baik, di tingkat masyarakat hal itu tidak serta merta mengubah kebiasaan masyarakat membuang sampah sembarangan. Foto-foto di atas yang diambil tahun 2004 digunakan sebagai bahan kampanye dan sosialisasi untuk mengajak masyarakat mengubah kebiasaan yang kurang baik.

Sejalan dengan penelitian Mr Takakura dkk, gerakan pengelolaan sampah mulai dilakukan secara sistematis. Sejak tahun 2002, dipelopori oleh lebih kurang 20 orang yang terlatih dari Yayasan Uli Peduli dilakukan pembentukan kader lingkungan di tingkat masyarakat. Mereka bekerja melakukan pengkaderan dengan melatih anggota masyarakat dari berbagai tingkatan untuk menjadi kader lingkungan di daerah masing-masing.. Materi pelatihan yang diberikan tidak hanya tentang pengelolaan sampah dan pengelolaan lingkungan, tetapi juga termasuk pelatihan untuk menjadi pelopor lingkungan yang kemudian peserta pelatihan bisa melatih orang lain menjadi kader lingkungan. Mereka dibekali dengan kemampuan seperti training of trainers, supaya bisa melakukan pengkaderan secara mandiri. Setiap kader lingkungan yang telah dilatih ditugaskan untuk membentuk kader lingkungan baru di daerah tempat tinggal masing-masing. Pengkaderan dilakukan mengikuti metode "multi level marketing (MLM)". 

Gerakan pembentukan kader lingkungan dengan metode MLM dilakukan secara masif dan terstruktur. Gerakan tersebut kemudian diintegrasikan dengan mengadakan kegiatan "Surabaya Green Clean Award" yang dimulai tahun 2005.  Gerakan ini memberi penghargaan kepada lingkungan yang paling baik dalam mengelola sampah di tempat tinggal masing-masing. Pada awalnya gerakan ini dilakukan di tingkat kelurahan, tapi kemudian ditingkatkan menjadi tingkat RT. Berbagai pihak ikut mendukung program ini, termasuk media, perusahaan, LSM, Pemerintah Kota dan tentu saja masyarakat kota Surabaya. Program Surabaya Green Clean masih berlanjut sampai sekarang. pendaftaran Surabaya Green Clean Award 2016 sudah dimulai. Warga masyarakat Surabaya dalam pekan-pekan ini akan menampilkan kemampuan terbaiknya dalam mengelola lingkungan. 

Pada saat yang hampir bersamaan dengan program MLM kader lingkungan, sorang ibu bernama Sriatun Djupri dari kampung Jambangan, bagian Selatan Surabaya, melakukan upaya mandiri mengajak tetangganya untuk mengelola lingkungan. Kegiatannya berupa pelatihan bagi warga untuk memilah dan mengolah sampah, pembibitan tanaman, penghijauan pekarangan, penghijauan jalan, penghijauan pinggir sungai, serta membuat dan menggunakan jamban umum. Sriatun memilah sampah, lalu melakukan daur ulang. Ia mengajak para ibu rumah tangga lainnya yang tinggal di sekitar tempat tinggal Sriatun. 

Kegiatan Sriatun Djupri dilakukan secara terus menerus selama bertahun-tahun. Dalam masa itu, banyak pihak yang kemudian mendukung kegiatan Sriatun Djupri baik dari Pemerintah, perusahaan swasta maupun beberapa lembaga yang peduli pada pelestarian lingkungan. Kerja keras Sriatun Djupri berhasil mengajak masyarakat melakukan kegiatan masyarakat, dan kegiatan bersama itu diapresiasi oleh banyak pihak. Atas usaha dan kerja keras Sriatun Djupri, ia diberi penghargaan Kalpataru sebagai perintis lingkungan, sebuah penghargaan tertinggi untuk individu berprestasi di bidang lingkungan hidup. Sriatun Djupri menjadi inspirasi bagi banyak orang di Surabaya untuk ikut melestarikan lingkungan hidup di tingkat masing-masing. 

Apa yang bisa diadopsi dari Surabaya untuk memulihkan lingkungan Danau Toba?

Saya kira banyak yang bisa diambil dari pengalaman Surabaya tersebut, dan bisa diadopsi untuk memperbaiki lingkungan Danau Toba. Pelibatan masyarakat Surabaya untuk melakukan upaya pelestarian lingkungan. Metoda pelibatan masyarakat, metoda mengubah partisipasi masyarakat  yang dilakukan di Surabaya bisa digunakan sebagai acuan untuk mengajak masyarakat di Kawasan Danau Toba untuk menjadi kader lingkungan yang berbuat dan bekerja memulihkan Danau Toba.

Dengan adanya Badan Otorita Pengelola Pariwisata Danau Toba yang disahkan oleh Presiden dalam Perpres No 49 tahun 2016, bisa menjadi fasilitator atau menjadi promotor untuk mengajak masyarakat KDT dan semua stakeholder  untuk melakukan upaya pemulihan lingkungan Danau Toba. Badan Otorita mempunyai tugas untuk meningkatkan pariwisata di KDT, sudah tentu kualitas lingkungan Danau Toba menjadi salah satu unsur yang sangat penting dalam peningkatan pariwisata di KDT. Kehadiran Badan Otorita menjadi momentum yang baik untuk melakukan upaya pemulihan lingkungan Danau Toba secara terstruktur, sistematis dan masif. Semua pihak perlu membantu Badan Otorita untuk melaksanakan tugas yang amat mulia ini. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun