Mohon tunggu...
Togar Arifin Silaban
Togar Arifin Silaban Mohon Tunggu... ASN -

Life is easy when you make it easy.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Antara Batik dan Sepatu Robek Pak Boediono

20 Maret 2014   22:12 Diperbarui: 24 Juni 2015   00:42 390
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

+ Togar Silaban +

Adalah Menteri Keuangan Chatib Basri yang “membongkar” rahasia hidup sederhana Wakil Presiden Pak Boediono. Suatu ketika, kata Chatib Basri, Pak Boediono sedang ada acara kunjungan di suatu kota, salah satu menteri yang mendampingi adalah Chatib Basri. Hari itu Pak Boed pakai baju batik lengan pendek. Tidak dinyana dress code pada suatu acara yang akan dihadiri Wapres ini adalah batik lengan panjang. Tak mau mengecewakan tuan rumah, Pak Boediono pun berpikir untuk beli baju batik lengan panjang.

Tapi beliau tidak ingin terlalu merepotkan orang lain dan stafnya. Jadi beliau memutuskan untuk beli sendiri. Tentu saja beliau bisa saja menyuruh salah satu staf atau ajudan untuk beli batik lengan panjang, tapi disitulah kesederhanaan hatinya, dia tak mau merepotkan orang lain. Sebagai Wapres, tentu beliau tak bisa beli sendiri ke toko batik atau ke mall, karena akan merepotkan pemilik toko, kalau mendadak Wapres datang ke sebuah toko batik.  Karena itu beliau memutuskan beli batik yang ada dijual di hotel dimana beliau menginap. Jadilah beliau membeli baju batik lengan panjang di hotel tersebut.

Rupanya pak Boediono kurang memperhatikan batik yang beliau beli. Menurut Chatib Basri, ternyata kemeja batik yang dibeli itu adalah seragam batik pegawai hotel dimana beliau menginap. Itulah yang diceritakan oleh Chatib Basri pada acara “Mata Najwa” yang menampilkan bintang tamu Wakil Presiden, Prof. Dr. Boediono.

Najwa Shihab, host Mata Najwa sampai bilang: “Masak sih pak, Wakil Presiden pakai batik seragam hotel”?. Mendengar itu Wapres Boediono cuma senyum-senyum. Pak Boediono hanya menambahkan:

“Itu terjadi di kota Solo”.

Cerita baju batik itu masih dilengkapi oleh Chatib Basri dengan cerita celana robek. Ketika di salah satu acara kunjungan, Pak Boediono mengajak beberapa menteri untuk makan. Rupanya Chatib Basri melihat sesuatu dalam penampilan Pak Boediono hari itu. Karena itu Chatib Basri mengajak Wapres Boediono untuk pulang saja dan tidak makan. Pak Boediono tidak menyadari alasan Menteri Keuangan itu, dan Chatib Basri pun tak mau mengatakan apa sebenarnya yang dilihatnya. Ternyata celana yang dipakai Pak Boediono saat itu ada yang robek! Chatib Basri tak ingin celana robek itu sampai terlihat oleh orang lain ketika mereka makan bersama, karena itu ia mengajak Wapres untuk pulang saja. Itu cerita Menteri Chatib Basri yang mendapingi Wapres Boediono dalam acara “Mata Najwa”.

Lain lagi testimoni mantan ajudan Pak Boediono. Suatu hari, Wapres sedang acara lari pagi didampingi ajudannya. Salah satu olah raga kegemaran Pak Boediono adalah lari pagi. Selesai jogging, ternyata sepatu yang dipakai pak Boediono robek. Sepatu robek itu lalu diserahkan kepada ajudan dengan perintah:

Mas, tolong sepatu ini ditambal, supaya bisa saya pakai lagi”.

Tentu saja si ajudan melaksanakan perintah itu. Seorang Wakil Presiden memerintahkan menambal sepatu yang robek supaya bisa dipakai lagi. Semahal-mahalnya sepatu olah raga tentulah Pak Boediono bisa mengganti dengan membeli yang baru. Tapi karakter sederhana Pak Boediono tidak mau boros.

Kesederhanaan Prof. Boediono adalah karakter dan kebiasaan hidup yang sudah ia lakoni sejak kecil. Boediono adalah guru, pengajar, sebagaimana awal karirnya. Menurut pengakuannya, beliau menjadi birokrat secara tidak sengaja dan dimulai di Bappenas puluhan tahun lalu. Sejak di Bappenas, berbagai jabatan sudah ia jalani. Menjadi menteri, dan Gubernur BI. Di tengah karirnya itu, kesederhanaan hidupnya tak pernah berubah walaupun ia menjadi Wakil Presiden.

Kehidupan Pak Boed, begitu ia sering dipanggil, disampaikan oleh Najwa Shihab dalam closing remarks nya pada “Mata Najwa”.

Pak Boed lama bersama kekuasaan
Didalam makna lain telah memberi pengabdian
Dia mungkin contoh yang sempurna pejabat nonpolotik yang relatif diterima
Sebagai Wapres dia tahu diri berada digelanggang sebagai pengganti
Kini dia menjadi sansak amuk politik akibat bank gagal berdampak sistemik
Ada yang menudingnya miskin terobosan hanya karena Pak Boed taat aturan
Dia bukan bintang liputan media meski bukan berarti sedikit bekerja
Berwibawa, tanpa banyak kata
Berkuasa, namun terap hidup sederhana
Dia teknorat yang santun dalam batasan menyeimbangkan peran dan atasan
Bekerja dalam dingin rasionalitas angka
Paham distorsi pasar dan negara
Pak Boed terpuji karena laku sederhana
Merintis jalan negeri sejahtera
Meski ia tak sepenuhnya berkuasa
Dalam kecamuk belenggu para politisi
Boediono contoh pekerja yang memilih sunyi

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun