Artikel ini sudah pernah dipublikasikan di Harian Jawa Pos, Kamis 25 Oktober 2007
Mengunjungi Negeri Sengketa Israel-Palestina Jelang Konferensi Damai (2)
Diskriminasi Warga Arab hingga Denda Tilang
Salah satu isu paling berat pada perundingan Israel-Palestina menyangkut status kota Jerusalem. Apa harapan warga Palestina tentang kota yang menjadi tempat suci agama Islam, Kristen, dan Yahudi itu?
TOFAN MAHDI, Tel Aviv
"Come to Israel before Israel come to You." (Datanglah ke Israel sebelum Israel mendatangi Anda). Ini joke yang juga sangat populer tentang Negeri Yahudi itu.
Karena menduduki sebidang tanah yang dulu milik warga Arab-Palestina, Israel oleh negara-negara Arab tetangganya lebih dianggap sebagai penjajah. Sebab, di beberapa wilayah pendudukan seperti Jerusalem dan Tepi Barat, aparat keamanan Israel menerapkan sejumlah aturan ketat dan diskriminatif.
Status Kota Jerusalem dan kawasan Tepi Barat itulah yang akan dibahas secara detail dala m konferensi di Annapolis, Maryland, Amerika, bulan depan. Jika disepakati, perjanjian damai Israel-Palestina yang disponsori AS kembali diteken.
Secara geografis, Jerusalem dibagi dua wilayah: barat dan timur. Warga Yahudi tinggal di Jerusalem barat, sedangkan warga Arab-Palestina (Islam dan Kristen) di Jerusalem timur. Namun, setelah Perang Arab-Israel pada 1967, administrasi dan kontrol keamanan seluruh wilayah kota itu dikendalikan Israel. Jumlah permukiman dan warga Yahudi di Jerusalem timur pun terus bertambah.
"Meski tinggal dalam satu wilayah, warga Yahudi dan Arab-Palestina hidup saling curiga. Masing-masing hidup eksklusif, menjaga jarak, dan selalu khawatir penyerangan secara fisik," kata Hasan Nasralah, warga Arab-Palestina yang tinggal di Jerusalem timur.
Seperti halnya Tel Aviv, Haifa, dan kota-kota besar lain di Israel, pengamanan di Jerusalem sangat ketat. Aparat keamanan yang bersenjata bertugas di berbagai sudut kota. Mereka ada di hotel, supermarket, mal, dan tempat-tempat publik lain.
Setel ah maraknya aksi intifadah dan bom bunuh diri melawan pendudukan Israel, setiap mobil yang masuk halaman hotel harus melalui pemeriksaan ketat. Bahkan, ruang-ruang konferensi di hotel berbintang pun dibangun di lantai bawah tanah (underground level).
"Tidak seluruh hotel. Tetapi, banyak yang seperti itu. Alasan sesungguhnya menyangkut lahan yang terbatas. Tetapi, aspek keamanan juga menjadi pertimbangan," ujar Roley Horowitz, warga Yahudi yang bermigrasi dari India.