Di era modern yang hampir di berbagai sisi sudah serba digital ini, masih saja ditemukan isu-isu terkait Suku, Agama, Ras, dan Antar golongan (SARA) di Indonesia. Hal ini ini jelas berseberangan dengan semboyan nasional Bhineka Tunggal Ika yang diartikan, berbeda -beda tetapi tetap satu.
Tak perlu jauh-jauh, jika aroma pesta demokrasi semakin dekat bisa dikatakan hampir selalu memicu kelompok-kelompok tertentu untuk mengusung agama sebagai landasan calon pemimpin yang mereka pilih.
Sebenarnya hal itu akan terlihat wajar jika dilakukan secara sehat, namun apabila selanjutnya jadi mendiskreditkan kelompok lain yang berseberangan, itu yang akan memunculkan masalah selama proses pemilu berlangsung.
Pemerintah pun tak hanya diam melihat kondisi ini, berbagai upaya sudah dilakukan. Para pemuka agama juga sudah turun tangan. Masing-masing berusaha mengkampanyekan kebhinekaan yang menjadi semboyan negara Indonesia sejak Sidang Kabinet Republik Indonesia Serikat pada 11 Februari 1950.
Bhineka Tunggal Ika ini sangat erat kaitannya dengan sikap toleransi. Tak hanya di Indonesia, seluruh negara di dunia mengharapkan sikap toleransi itu ada di tiap-tiap warga negaranya.
Wujud dari keberhasilan sikap tolerasi adalah perdamaian dunia. Bahkan, Majelis Umum PBB menetapkan Hari Toleransi Internasional untuk diperingati tiap 16 November sejak tahun 1996.
Berkenaan dengan itu, Wisata Kreatif Jakarta (WKJ) yang diketuai oleh Mbak Ira Lathief mengadakan walking tour bertajuk "Wisata Bhineka Spesial Hari Toleransi Internasional". Lokasi yang dituju adalah 3 rumah ibadah. Yakni, Gereja Katholik Katedral, Masjid Istiqlal, dan Gereja Immanuel.
Tour guide yang menemani kami sepanjang tur berlangsung, yakni, Ai dan Meysa. Keduanya akan menjelaskan sejarah bangunan-bangunan yang megah dan menawan ini.
Kita mulai turnya, yuk.
Gereja Katedral Jakarta