Proses pembangunan rumah ibadah umat muslim ini menghabiskan waktu yang cukup lama. Prosesnya sempat tersendat karena kondisi negara yang tidak kondusif. Ditambah lagi dengan peristiwa Gerakan 30 September yang membuat suasana kian memanas.
Sejak pemancangan tiang pertama, yang bertepatan dengan Maulid Nabi Muhammad SAW pada 24 Agustus 1961, Masjid Istiqlal ini pun akhirnya selesai dibangun 17 tahun setelahnya. Yakni, 22 Februari 1978.
Masjid Istiqlal berdiri di atas lahan seluas 95.000 meter persegi. Mampu menampung 120.000 jemaah. Contoh paling kentara adanya toleransi beragama dalam Pembangunan Masjid ini adalah arsitek yang mendesain bangunan Istiqlal adalah seorang penganut protestan bernama Frederich Silaban. Beliau juga sebagai salah satu arsitek yang mendesain Gelora Bung Karno (GBK) dan Monumen Nasional.
Masyarakat Indonesia pastilah berbangga hati memiliki Masjid ini, karena Istiqlah masuk dalam jajaran 6 masjid terbesar se-Asia Tenggara.
Mengingat waktu yang terbatas, dan masih ada 1 lokasi lagi yang akan dikunjungi, akhirnya kami harus mengakhiri kunjungan ke masjid yang megah ini.
Gereja Immanuel
Gereja ini dikenal dengan nama Gereja Protestan di Indonesia bagian Barat (GPIB) Immanuel. Peletakkan batu pertama dilakukan pada 24 Agustus tahun 1835 dan selesai empat tahun berselang yakni 24 Agustus 1839.
Gereja yang dibangun untuk menghormati Raja Belanda Willem I (masa jabatan 1813-1840). Gereja ini merupakan perwujudan mimpi Raja Willem I untuk mempersatukan umat Protestan Belanda dalam satu gereja.
Bangunan ini terletak di Jalan Medan Merdeka Timur No.10, Kecamatan Gambir, Jakarta Pusat. Asiteknya adalah J.H Horst. Gereja ini merupakan satu-satunya gereja di Jakarta yang memfasilitasi jemaat ibadah berbahasa Belanda selain Inggris dan Indonesia.
Bangunan GPIB Immanuel ini masuk dalam cagar budaya Indonesia, sehingga bentuk bangunannya tidak boleh diubah. Pilar-pilar penopangnya nampak sangat kokoh.