Mohon tunggu...
Ajeng Leodita Anggarani
Ajeng Leodita Anggarani Mohon Tunggu... Lainnya - Karyawan

Belajar untuk menulis. Menulis untuk belajar.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Fenomena Pak Ogah Jalanan Penyandang Disabilitas, Pahlawan atau Mengkhawatirkan?

10 November 2023   17:25 Diperbarui: 11 November 2023   04:42 475
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi pak ogah | sumber: KOMPAS/AGUIDO ADRI 

Setelah keluarga kami pindah rumah, saya tidak lagi mendengar kabarnya untuk 2-3 tahun. Namun, saya terkejut saat tanpa sengaja melihat Amat sedang memarkir kendaraan di area Jalan Rawamangun Muka Selatan, Jakarta Timur. Tepatnya di depan pertigaan TPU Utan Kayu, dekat kampus Universitas Negeri Jakarta (UNJ).

Walau Amat memiliki keterbelakangan mental, ia ingat orang-orang yang pernah ia kenal. Sejak dulu ia memanggil saya dengan sebutan Mbak Adeng. Mungkin susah menyebut huruf J. Sore itu dia memanggil saya, minta saya melipir dulu.

Saya yang melintas akhirnya mampir sebentar untuk mengajaknya ngobrol. Karena kami bertumbuh bersama sejak kecil jadi sedikit banyak saya paham apa yang Amat sampaikan.

Amat cerita, sekarang cari uang sendiri, karena kakaknya sudah menikah dan tinggal dengan suaminya. Dia beli jajan dari uang hasil parkir. Kadang Amat tidak pulang ke rumah, lebih senang tidur di musholla atau pos satpam dekat rumah.

Saya juga sempat berbincang dengan teman-temannya yang nongkrong bersama Amat. Menurut mereka memang sekarang Amat hidup di jalan. Ia jadi Pak Ogah walau seadanya, tapi disebut cukup membantu.

Mayoritas orang memberikannya uang karena kasihan, namun sebagian lagi memang benar-benar memberi karena merasa terbantu dengan keberadaan Amat.

Karena lokasi kerjanya jadi Pak Ogah dekat dengan Tempat Pemakaman Umum (TPU), memang sering terjadi kemacetan di sana, apalagi areanya masuk ke wilayah jalan kecil, terutama jika traffic sedang tinggi saat ada pemakaman atau ketika banyak orang berziarah.

Untungnya, Amat memiliki teman-teman yang memahami kondisinya. Ia juga memiliki tetangga yang peduli jika ada bantuan dari pemerintah, Amat selalu didahulukan.

Kembali lagi ke soal profesi Pak Ogah, entah apa yang bisa dilakukan pemerintah untuk membantu mereka yang masuk kategori difabel tapi terpaksa melakukannya karena himpitan ekonomi.

Hanya berharap semoga mereka selalu diberikan kesehatan dan dijauhkan dari segala kemungkinan buruk yang bisa terjadi terutama saat melakukan pekerjaannya yang memiliki tingkat konsekuensi tinggi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun