"Ketika sebuah karya selesai ditulis, maka pengarang tak mati. Ia baru saja memperpanjang umurnya lagi" -Helvy Tiana Rosa-
Menulis bukan hanya sekadar hobi, menulis bagi saya adalah cara menyimpan ide dan gagasan yang mungkin belum atau tak pernah tersampaikan pada orang-orang terdekat terutama suami dan anak-anak saat saya masih ada.
Kembali menulis di Kompasiana bukan hal yang pernah saya bayangkan sebelumnya. Jika ada yang mengalami writer's block beberapa saat, saya sampai beberapa tahun. Menjadi ibu rumah tangga yang juga bekerja membuat saya seakan kehabisan waktu untuk memikirkan ide-ide menulis. Jangankan membuat tulisan yang agak serius, sekadar mencari judul saja saya sampai nggak dapat gambaran kata-kata.
Maklum, namanya juga masih kaget dengan status dan rutinitas baru sehingga belum bisa mengatur waktu dengan sebaik-baiknya. Seiring berjalannya waktu, saat anak-anak bisa dimintai pengertian, saya mulai bertekad untuk kembali melanjutkan hobi yang sudah cukup lama saya tinggalkan.
Awal mula saya kembali ke platform menulis yang luar biasa ini, rasanya asing, banyak nama-nama yang belum saya kenal. Pasti lebih banyak yang juga nggak kenal saya, hahaha.
Ternyata memang banyak yang melipir mungkin dengan alasan yang sama dengan saya atau hal lainnya. Tapi jenuh menulis kan manusiawi, ya?
Sebagai orang yang sudah cukup lama melakukan hiatus, saya berusaha beradaptasi lagi dengan suasana Kompasiana yang baru.
Mencari views di Kompasiana sekarang itu sangat berbeda dengan Kompasiana yang dulu. Mencari 20 viewer yang bersedia membuka postingan saja rasanya sulit untuk akun yang belum centang biru atau tulisannya tidak masuk kategori Pilihan atau Artikel Utama. Hal itu yang kadang membuat beberapa kompasianer lama yang ingin mulai menulis lagi tak bersemangat rasanya.
Mayoritas penulis akan merasa diapresiasi dengan banyaknya orang yang mau membaca tulisannya. Hal itu menjadi mood booster dan menjadikan semangat menulis itu kian besar. Saya termasuk orang yang berharap tulisan saya banyak menarik pembaca, dengan begitu saya akan makin rajin berselancar untuk mencari issue-issue yang bisa diangkat dalam tulisan saya.
Tapi, ternyata hal itu tidak bisa diberlakukan pada Kompasiana yang sekarang. Semakin malas menulis, makin tak ada yang kenal dengan akun kita apalagi punya minat untuk membuka tulisannya. Di sinilah saya berusaha memahami dan bersinergi dengan pikiran saya sendiri bahwa saya memang harus mengubah mindset tentang itu.
Awal bergabung di Kompasiana pada 2011 (di akun pertama saya ini yang sudah lupa password) Â niat saya untuk menulis fiksi. Saat itu minat saya memang ke sana. Sebelum menulis fiksi di Kompasiana saya kerap menayangkan tulisan-tulisan di media sosial. Facebook salah satunya. Namun, karena memang bukan ranahnya, peminatnya tidak banyak. Setelah masuk di Kompasiana saya merasakan atmosfer yang berbeda. Fiksi-fiksi saya cukup banyak diapresiasi (saat itu).
Dulu, ada sebuah komunitas fiksi yang cukup besar, berisikan para kompasianer. Bahkan namanya saja sesuai dengan kanal fiksi di Kompasiana. Namun, di zaman itu Kompasiana belum memberikan fasilitasi khusus untuk komunitas-komunitas yang dibuat oleh para kompasianer. Hampir sejumlah komunitas itu masih menggunakan  Facebook sebagai sarana komunikasi (selain Whatsapp tentunya) antar member. Ya, walau begitu, pihak Kompasiana masih memberikan kesempatan untuk menggunakan lapaknya sebagai tempat memposting info lomba maupun tulisan yang dilombakan dalam bentuk postingan.
Nah, masuk di 15 tahun keberadaannya, Kompasiana membuat gebrakan baru dengan memberi wadah untuk komunitas-komunitas yang memang tumbuh dari ide para kompasianer untuk bisa berkembang di sini. Melalui TEMU semua komunitas dimudahkan untuk merekrut anggota hingga memberikan info event. Sesuai dengan slogan Temu sebagai panggung kolaborasi dan interaksi komunitas di Indonesia. Tiap komunitas diberi lapaknya masing-masing, sehingga para admin menjadi lebih leluasa mengorganisir komunitasnya. Tak segan-segan Kompasiana juga menjadi jembatan untuk komunitas jika ingin bekerjasama dengan pihak lain. Keren, ya?
Kesempatan ini tentunya tak disia-siakan. Salah satunya oleh Komunitas Pecinta Cerpen (Pulpen). Saya bergabung di akhir Agustus lalu. Komunitas yang digawangi oleh Bang Y. Edward Horas S. ini punya cukup banyak member sejak berdiri pada April 2023. Saat ini terhitung 699 kompasianer sudah bergabung menjadi anggota. Sebuah pencapaian yang luar biasa, bukan?
Mulanya saya bergabung atas ajakan Mbak Ika Ayra. Saat itu yang saya tahu Pulpen hanya komunitas yang berisi sekumpulan pegiat fiksi di kompasiana yang suka mengadakan event.
Tapi setelah menyelami lebih dalam, ternyata komunitas ini istimewa, Pulpen memiliki sejumlah program yang cukup tertata. Salah satunya adalah event Sayembara Cerpen yang dibuat secara berkala yakni sebulan diadakan 1 sampai 2 kali. Uniknya, yang menjadi juri adalah para kompasianer yang memang mumpuni di bidang fiksi, jika bukan Best in Fiction ya Nominee in Best Fiction. Sejumlah nama yang pasti sudah kita kenal di kanal Fiksi Kompasiana, ada mbak Wahyu Sapta Rini, Bapak Acek Rudy, Bang Pical Gadi, Mbak Yunita Kristanti dan beberapa nama lain yang tidak asing lagi. Â Effort yang dilakukan Admin Pulpen bisa dikatakan luar biasa, untuk tiap tulisan yang berhasil menang akan di-repost di Instagram Pulpen sehingga jangkauan pembaca menjadi lebih luas lagi.
Anyways, saya pernah merasakan menang di salah satu event-nya, lho.Â
Bukan hanya event sayembara fiksi. Pulpen juga sudah beberapa kali mengadakan pelatihan menulis. Pematerinya juga nggak main-main. Andi Samsu Rijal, Dosen Sastra Inggris Universitas Islam Makassar. Siti Farihah, Guru Bahasa Indonesia SMAN 3 Rembang yang juga bagian dari Komunitas Pendidik (Komdik) di Kompasiana dan Ribut Achwandi, Penyiar Radio RKB Pekalongan yang juga lulusan fakultas Sastra Indonesia. Sampai sejauh ini, Pertemuan Pulpen sudah berlangsung sebanyak 5 kali:
Adapun materi kelima pertemuan itu:
1. Membahas pembuka paragraf cerpen yang menarik;
2. Belajar Unsur Intrinsik Cerpen;
3. Penggunaan EYD dalam Menulis Cerpen:
4. Belajar Unsur Ekstrinsik Cerpen;
5. Mengulik Cerpen Budaya.
Semua fasilitas yang disediakan Pulpen ini FREE, lho!Â
Pulpen bukan hanya menciptakan medan pertempuran dalam berfiksi, melainkan juga mempersenjatai para kompasianer yang mau ikut bertempur dengan ilmu yang mumpuni.
Buat teman-teman yang mau ikut event fiksi dan sharing tentang ilmu penulisan, Pulpen memang ada buat kamu.
Oh, ya, jelang ulang tahunnya di 10 April 2024, Pulpen sudah punya program istimewa.
Penasaran, nggak? Pasti penasaran, deh. Nyesel kalau nggak ikutan. Daripada penasaran sampai ketiduran mending langsung gabung.Â
Jadi, kapan kita bisa ada di komunitas yang sama?
Â
Salam sayang,
Ajeng Leodita
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H