Dikenal sebagai Kota Keris sudah pasti keraton ini memiliki koleksi keris yang cukup banyak. Keris-keris yang tersimpan di sana adalah peninggalan para abdhi dalem keraton. Pembuat keris disebut dengan Empu.Â
Ada satu daerah di Sumenep yaitu Desa Wisata Aeng Tong-Tong sebagai desa yang memiliki empu terbanyak di dunia. Hal itu yang yang membawa Aeng Tong-Tong mendapatkan Piagam Penghargaan Museum Rekor Dunia-Indonesia (MURI) pada 31 Oktober 2022 Â (sumber : https://www.koranmadura.com/)
Ranjang Bindara Saod dan Kisah Pengorbanan Nyai Izzah
Ada sebuah ranjang dalam bangunan ini, yaitu tempat tidur dari Bindara Saod. Beliau merupakan ayah dari  Panembahan Sumolo I yakni sosok yang berhasil membangun Keraton Sumenep ini.
Membahas tentang sosok Bindara Saod. Ada kisah tentang pengorbanan cinta seorang wanita untuk suami dan rakyat Sumenep dibalik dinding keraton ini.
Saat itu Sumenep memiliki seorang Menteri bernama R.Tirtonegoro. Nahasnya, beliau tewas saat perang melawan pasukan Ke Lesap. Hal itu dianggap sebuah kekalahan yang akhirnya membuat Pangeran Cakranegara (yang memimpin Kerajaan Sumenep saat itu) beserta seluruh anggota kerajaan keluar dari Sumenep.
Sepeninggal R.Tirtonegoro, istrinya yang bernama R. Ayu Rasmana Tirtonegoro menggantikan posisinya untuk memimpin Sumenep. Seiring berjalannya waktu, banyak pihak yang menyarankan Rasmana untuk mencari pendamping karena akan sangat berat memegang tampuk kepemimpinan sendirian. Rasmana pun mulai memikirkan tentang hal itu, sepanjang proses semedi beliau mendapatkan sebuah mimpi bahwa yang akan menjadi jodohnya adalah seorang pencari rumput.
Keesokan harinya, Rasmana memerintahkan prajuritnya untuk mencari sosok itu. Akhirnya mereka menemukan Bindara Saod. Bindara Saod memang bekerja mencari rumput selain mengajar agama. Akhirnya Bindara Saod didatangkan untuk bertemu dengan Rasmana. Saat itu Sang Ratu langsung menceritakan maksudnya mengundang Bindara Saod datang, yakni ia ingin penyabit rumput itu untuk memperistrinya. Saat itu Bindara Saod mengatakan bahwa ia sudah memiliki istri bernama Nyai Izzah. Rasmana pun memintanya untuk pulang dan meminta ijin pada istrinya.
Sampai di rumah, secara baik-baik Bindara Saod menyampaikan keinginan Rasmana pada kekasih hatinya. Dengan besar hati karena memikirkan kondisi masyarakat Sumenep dan Nyai Izzah juga merupakan seorang muslimah yang menganut ajaran Islam bahwa pemimpin harus seorang laki-laki, maka ia pun meminta untuk diceraikan oleh suaminya.Â
Keduanya pun berpisah dengan baik-baik. Setelah berpisah dengan Nyai Izzah, Bindara Saod dan Rasmana melangsungkan akad nikah. Kemudian kepemimpinan kerajaan Sumenep dialihkan dari Rasmana kepada Bindara Saod dengan gelar Tumenggung Tirtonegoro Mohamad Bindara Saod. Karena dari pernikahan keduanya ini Bindara Saod tak memiliki anak, maka anak dari hasil pernikahannya dengan Nyai Izzahlah yang kemudian menggantikan Bindara Saod memimpin Sumenep yakni Assirudin yang kemudian bergelaran Panembahan Notokusumo atau dikenal dengan Panembahan Somala.