Gedung ini mulanya dipakai sebagai kantor urusan dagang Jawa Barat. Keberadaan Gedung ini dijadikan pemerintah Indonesia sebagai bukti bahwa Jakarta adalah pusat perdagangan Indonesia saat itu. Alasannya, bangunan ini adalah tempat mengepulkan hasil rempah-rempah yang akan dikirim ke Eropa. Bangunan ini kini digunakan sebagai kantor PT. Asuransi Jasa Indonesia (Persero).
Gedung Dasaad Musin Concern
Gedung ini dimiliki oleh seorang pengusaha Minangkabau yang lahir di Pilipina, Agoes Moesin Dasaad. Beliau adalah salah satu anggota Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) yang dalam Bahasa Jepang disebut Dokuritsu Junbi Cosakai. Sebagai konglomerat, beliau juga ikut mendanai perjuangan Ir. Soekarno. Saat ini Gedung tersebut kerap dijadikan lokasi para vlogger untuk membuat konten.
Gang Virgin
Dinamakan Gang Virgin karena jalan kecil di antara bangunan-bangunan di kota tua itu memiliki sebuah kafe di ujung gang bernama Virgin. Di kafe tersebut biasa dilakukan semacam fashion show di mana para modelnya adalah warga Indonesia yang dijadikan budak oleh orang-orang Belanda. Pertunjukan tersebut digunakan mereka sebagai ajang pameran. Saat "model-model" tersebut berjalan di catwalk akan disebutkan siapa nama majikan mereka. Semakin banyak budak yang dimiliki maka akan dianggap dialah yang paling kaya.
Stasiun Jakarta Kota
Sebelumnya bernama Stasiun Beos ini dibangun pada tahun 1870. Memiliki luas 325 hektar. Berdasarkan informasi dari laman KAI Heritage stasiun ini merupakan stasiun terbesar di Indonesia. Setelah mengalami renovasi selama 3 tahun 1926 - pertengahan 1929 akhirnya kembali beroperasi lagi pada 8 Oktober 1929 hingga saat ini.
Toko Merah
Bangunan ini didirikan oleh Gustaaf Willem Baron Van Imhoff pada tahun 1730 dan digunakan sebagai rumah pribadi. Menurut Pamelita, bangunan berwarna merah ini terdiri dari susunan batu bata yang dibawa langsung dari Belanda dan memang aslinya berwarna merah. Jadi sebenarnya tidak berhubungan dengan peristiwa kelam yang dialami ribuan etnis Tionghoa di Batavia yang lebih dikenal dengan Geger Pecinan. Peristiwa itu terjadi pada tahun 1740. Diperkirakan 10.000 masyarakat Tionghoa yang saat itu berada di Batavia dihabisi nyawanya. Hal ini dipicu karena adanya masalah ekonomi pemerintah VOC yang diakibatkan tingkat penjualan rempah dan gulanya yang mengalami penurunan di Batavia. Hal itu diduga karena munculnya banyak masyarakat Tionghoa yang berdagang di Indonesia.
Asal mula bangunan ini berwarna merah hingga saat ini masih memiliki banyak pendapat yang berbeda. Sejak bangunan itu berpindah tangan pada seorang Tionghia bernama Oey Liaw Kong bangunan ini pernah dijadikan toko. Sehingga dikenal hingga saat ini menjadi Toko Merah.
Museum Sejarah Jakarta