Mohon tunggu...
Ajeng Leodita Anggarani
Ajeng Leodita Anggarani Mohon Tunggu... Lainnya - Karyawan

Belajar untuk menulis. Menulis untuk belajar.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Fenomena Gentrifikasi, Jangan Asal Pilih Lokasi

16 September 2023   11:36 Diperbarui: 22 September 2023   02:45 892
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Yogyakarta adalah kota impian saya. Pernah terpikir jika usia saya sudah tidak produktif lagi, Jogja adalah tujuan akhir menikmati masa tua. Itu adalah andai-andai jika saat tua nanti saya tetap sehat dan punya uang banyak.

Mayoritas orang yang memutuskan untuk pindah ke desa pertimbangannya adalah karena desa tidak sehiruk pikuk di kota. Wajar saja, sejak jaman sekolah, orang-orang selalu mendapatkan ilustrasi desa sebagai tempat yang indah, tenang, asri, nyaman, tenteram dan damai. 

Di desa hasil panen subur sehingga bahan pangan otomatis menjadi lebih murah. Hal itu tentunya mempengaruhi biaya hidup lain yang pastinya lebih rendah dari pada kota. Intinya, semua yang menyebalkan di kota tidak akan anda temui di desa. Kurang lebih persepsi yang terbentuk semacam itu.

Sekarang pertanyaannya, berapa ribu orang yang ingin menikmati masa tua mereka di desa? Dampak apa yang akan mereka timbulkan pada kepadatan penduduk nantinya? 

Bagaimana penduduk asli desa menyikapi kedatangan orang kota yang berniat pindah dan menghabiskan sisa usia mereka di desa?

Sekarang saya ingin berandai-andai bagaimana jika Fenomena Gentrifikasi merambah ke DIY Yogyakarta terutama Kota Jogja.

Kepadatan Penduduk

Sebagai alumni salah satu kampus di Kota Jogja, sedikit banyak saya memahami bagaimana budaya masyarakat di sana. Jogja sebagai kota pendidikan cukup berhasil membentuk pola pikir masyarakat asli yang maju. 

Pelajar atau mahasiswa dari luar kota yang datang dan pergi setiap tahunnya membuat masyarakat Jogja ikut mempelajari budaya yang dibawa pihak luar. 

WNA yang datang atau berlibur pun membawa wawasan baru untuk orang-orang Jogja. Namun, 10 tahun belakangan kerap kali saya membaca keluhan teman-teman Jogja melalui media social mereka. 

Jogja dianggap hectic, ruwet, penuh polusi, dan macet di sana sini. Hal itu disebabkan karena saat ini Jogja menjadi salah satu destinasi wisata favorit untuk para wisatawan lokal maupun asing. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun