Banyak harapan dari wajah-wajah itu. Salah satu di antara mereka adalah Jorman, si kakek keras kepala yang luluh setelah diajak bicara cucunya. Parlan, sahabatnya, terkejut melihat Jorman dengan semangatnya.
"Ada kau simak cakap anak muda tempo hari itu, Man?" ledek Parlan mengingatkan kata-kata Jorman saat penyuluhan di kantor desa lalu.
"Kimbeknya kau, Lan. Aku salah, karena aku duduk dekat kau, jadi nggak ada fokusku sama apa yang mereka bilang. Untung ada cucuku si Mirela. Dapatlah aku ilmunya. Kalau nanti panen sukses, kudaftarkan dia kuliah, biar nggak bodoh macam kita berdua, Lan."
"Bodoh kau rupanya, Man? Kenapa pula aku mau temanan samamu?"
Lagi dan lagi dua petani itu terbahak bersama, namun kali ini dengan makna yang berbeda.
Terkadang, memang harus ada minimal satu kali dalam hidup sebuah obrolan yang serius lintas generasi seperti Jorman dan Mirela. Yang muda diberi kesempatan bicara, yang tua berbesar hati untuk menerima.
-Selesai-
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H