Mohon tunggu...
Ajeng Leodita Anggarani
Ajeng Leodita Anggarani Mohon Tunggu... Lainnya - Karyawan

Belajar untuk menulis. Menulis untuk belajar.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Perbincangan Lintas Generasi

14 September 2023   02:46 Diperbarui: 14 September 2023   02:48 273
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://cdn.pnghd.pics/

Jorman menduduki kursi kayu di beranda rumah. Matanya menyipit merasakan hawa panas yang seakan menampar wajahnya yang keriput. Sejak beberapa bulan lalu sudah banyak informasi tentang fenomena iklim yang dianggap seperti tamu tak diundang itu. Kemunculannya ditaksir bak mimpi buruk berkepanjangan, apalagi untuk para petani kopi desa ini yang menggantungkan nasibnya pada cuaca. Banyak yang khawatir namun lebih banyak yang tak peduli, salah satunya si Jorman ini.

Pria berkulit legam dengan rambut yang hampir seluruhnya memutih itu menghisap rokok lintingnya dalam-dalam lalu mengembuskan asap tebal yang kemudian menimbulkan suara batuk gadis di sebelahnya.

"Merokok terus, merokoklah terus, Kek. Sudah Mamak nggak ada, Bapak nggak ada, Kakek juga mau pergi?"

Jorman tak menimpali ocehan cucu perempuannya itu. Sebelumnya ia tengah asik mendengarkan Mirela yang sibuk mengomentari dengan panik video-video singkat yang mengabarkan tentang datangnya fenomena El Nino. Walau terkesan cuek, namun telinganya menangkap dengan baik isi racauan cucunya.

"El Nino itu seperti kiamat kecil, Kek. Bayangkan kalau jadi dia datang, biji-biji kopi kita itu bisa gagal panen, lho. Kakek nggak takut?"

"Sepertinya kita butuh AC, supaya agak sejuk rumah ini. El Nino itu katanya panasnya luar biasa. Mamaknya kawanku jualan AC, bisa kita ambil kredit sama dia. Mau nggak, Kek?"

Jorman tak menanggapi ucapan-ucapan Mirela. Selain memang karena merasa tak perlu menjawabnya, ia pun tahu benar jika dilanjutkan pembicaraan ini tak akan ada ujungnya.

Sejak usia 2 tahun, Mirela diasuh Jorman. Ibunya meninggal dunia saat melahirkannya, ayahnya pun menyusul karena sebuah kecelakaan kerja. Mirela punya banyak mimpi, salah satunya melanjutkan pendidikan ke jenjang kuliah. Sayangnya, Jorman tak memiliki cukup dana untuk menjangkau harapan cucu satu-satunya itu.

*

Pukul 8 pagi Jorman dan puluhan warga petani berkumpul di kantor desa. Mereka memenuhi undangan untuk mendapatkan penyuluhan dari Dinas Pertanian dan Dinas Kesehatan dalam menghadapi El Nino ini.  Seorang pria muda berdiri di depan, ditaksir usianya lebih tua beberapa tahun saja dari Mirela. Banyak informasi yang ia sampaikan, salah satunya adalah kiat-kiat yang harus dilakukan para petani dalam mengantisipasi gagal panen; memelihara tanaman penaung kopi, pengaplikasian mulsa dan pupuk organik, sampai dengan peningkatan ketersediaan air yang saat ini masih mungkin dilakukan karena hujan masih datang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun