Mohon tunggu...
Ajeng Leodita Anggarani
Ajeng Leodita Anggarani Mohon Tunggu... Lainnya - Karyawan

Belajar untuk menulis. Menulis untuk belajar.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Engkong Haji

29 Agustus 2023   22:37 Diperbarui: 29 Agustus 2023   22:43 211
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Sadeli baru pulang dari pasar, setelah membiarkan Welas, istrinya yang orang Jawa itu membeli segala isian dapur yang hampir 3 bulan tanpa ada aroma masakan.

"Malam ini akan kuberi jatahmu," katanya.

Terus terang, Sadeli tak terlalu menginginkan. Selama menganggur, Welas sama sekali tak mau disentuh, suami bagaikan barang haram yang tak boleh dipegang. Untung ada Sari, janda penjual jamu sepeda, perempuan semok bin montok itu sudah sering menggantikan posisi Welas di atas ranjang. Sari butuh kasih sayang, Sadeli butuh rasa senang. Kata anaknya yang kelas 3 SD itu namanya simbiosis mutualisme alias sama-sama untung.

Sampai di depan gang kumuh jalan masuk ke rumah, terlihat rumah Engkong Haji Jaja Rojalih sudah dipenuhi banyak warga. Bandar kontrakan itu akhirnya menutup mata.

Edi Rojalih, anak engkong yang paling tua terlihat paling sibuk di antara adik-adiknya. Pengangguran yang sebenarnya anak kesayangan bapaknya itu terlihat tabah, bahkan sempat senyum saat melihat Sadeli sempat berdiri agak lama di depan rumahnya.

Melihat makin banyak orang yang berkerumun, Sadeli mengajak Welas pulang.

"Buru, yuk. Demen banget lihat yang rame-rame!"

"Akhirnya mayatnya ketemu juga ya, Mas. Kasihan, masa tua bukan diberi kasih sayang malah ditunggu kapan matinya." ucap Welas sambil membereskan barang belanjaan.

"Makanya gue takut mati jadi orang kaya, anak-anak bukannya ngurusin gue malah rebutan harta gue," balas Sadeli sambil menghisap rokok kretek murahnya dalam-dalam.

"Didikannya kali yang salah, bukan nasibnya. Welas nggak mau Mas mati ninggalin utang pokoknya. Welas mau kayak bininya Engkong Haji, jadi janda kaya raya,"

"Iye ... doain aja."

Tak berapa lama ada yang bergetar di kantong celana Sadeli. Pria 36 tahun itu mengeluarkannya dengan gelagapan.

"Lah, Mas punya handphone baru? Kapan belinya? Ini juga tumben banget belanja segini banyak, uang dari mana? Ini halal, kan? "

Sadeli tak menjawab pertanyaan Welas yang tak ada habisnya. Cepat-cepat ia masuk dalam kamar, memeriksa isi pesan masuk di ponsel barunya.

"Tolong hapus semua pesan masuk dari saya, buang hp itu segera. Uang yang saya kasih kemarin pakai buat pindah dari sana, kalau kurang nanti tambahannya saya transfer segera. Sepertinya polisi mencium motif kematian bapak saya."

--------------------------------- Selesai ---------------------------------------------

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun