Sebuah perusahaan pastinya membuat standar kualifikasi kriteria karyawan yang akan mereka pekerjakan. Baik perusahaan besar maupun kecil, masing-masing memiliki standarnya sendiri. Hal itu biasanya muncul di awal sebagai syarat utama menyaring calon-calon pelamar agar mengenal diri mereka sendiri atau memantaskan diri sebelum mengirimkan CV-nya ke perusahaan tersebut. Perusahaan biasanya akan mencari kandidat terbaik berdasarkan penilaian saat melakukan interview. Jawaban-jawaban yang spontan saat terjadinya interview sedikit banyak mempengaruhi keputusan akhir dari sebuah proses melamar pekerjaan.
Itu yang normalnya terjadi. Namun, ada kondisi di mana seseorang dipekerjakan dalam sebuah perusahaan untuk mengisi posisi kosong dalam waktu cepat namun di posisi tersebut terdapat sebuah konflik yang ditinggalkan karyawan sebelumnya.
Hal itu terjadi di kantor tempat saya bekerja. Di mana ada vacant position untuk Project Manager. HRD hanya punya waktu 3 hari untuk mendapatkan kandidat pengganti.
Perusahaan tempat saya bekerja bergerak di industri telekomunikasi, yang fokus pada Maintenance untuk perangkat telekomunikasi. Maka kandidat yang diminta adalah sosok yang terbiasa menjalankan dan mengembangkan Standard Operational Procedure (SOP) Maintenance. Membuat program untuk pemeliharaan dan perawatan rutin dan kemampuan manajerial seperti perusahaan lain pada umumnya.
Mengingat waktu yang sangat singkat, maka direkrutlah seseorang melalui jalur orang dalam atau Nepotisme.
Sebut saja namanya Heru. Sebelumnya beliau memang pernah memiliki pengalaman sebagai manager. Sehingga hal itu dijadikan alasan oleh HRD agar beliau bisa menempati posisi kosong ini. Kekurangannya yang tidak masuk dalam kualifikasi dianggap bisa dipelajari sambil berjalan.
Dua pekan berlalu karyawan lain masih berupaya untuk adaptasi dengan ybs. Kekurangan atau masih minimnya pemahaman ybs atas SOP dan Job Description yang berlaku untuk posisinya cukup dimaklumi. Statusnya sebagai "orang bawaan", membuat karyawan lain pun mahfum dengan jargon "orang bawaan selalu aman", sehingga mereka tak dapat berbuat banyak. Lumrahnya orang baru harus banyak bertanya, namun ini justru kebalikannya, Heru dinilai cukup pasif untuk menempati posisinya yang penting ini.
Masuk di pekan keempat, beberapa karyawan yang memang harus terhubung dengan Heru mulai melihat tabiat buruk Project Manager baru ini. Heru seringkali menjawab "saya tidak tahu, saya tidak paham, bukan jaman saya." Sehingga hal itu membuat karyawan lain kesal dengan sikap tak mau tahunya itu. Keluhan tentang ini sudah pernah diutarakan salah seorang rekan kepada HRD namun tidak secara resmi. HRD merespons akan mengajak Heru ini bicara dengan kata-kata sakti di penghujung obrolan, "Sabar ya, kan tahu dia bawaan siapa?"
Banyak perusahaan merekrut orang yang sudah dikenal sebelumnya atau jalur internal atau  nepotisme ini biasanya karena beberapa pertimbangan. Salah satunya adalah menghemat waktu dalam proses perekrutan. Kadang proses perekrutan semacam ini tidak melalui HRD. Kalapun prosesnya melalui HRD biasanya untuk persyaratan administratifnya saja. Oleh karena itu HRD seakan tidak mau tahu keberlangsungan karyawan tersebut di lapangan. Mampukah orang tersebut mengemban tugasnya? Pahamkah orang tersebut berinteraksi dengan rekan kerjanya, dan apakah orang tersebut bermanfaat untuk perusahaan tersebut atau tidak. Kendatipun demikian HRD tidak akan secara blak-blakan menjelaskan tentang ini pada semua karyawan yang mengeluhkan orang-orang yang direkrut secara internal tersebut.
Jujur, saya pun masuk ke dalam daftar orang yang masuk melalui jalur orang dalam. Walaupun saya begitu tetap melewati proses 2x interview yang dibumbui kalimat "ikuti saja, ini hanya formalitas,"
Namun di sini, saya paham bagaimana rikuhnya menjadi karyawan yang diterima "seakan" tanpa syarat. Padahal terbilang saya masuk di semua kualifikasi yang diminta perusahaan. Rata-rata orang bawaan itu dianggap tidak bisa kerja, mau enak sendiri, dan susah diajak berdiskusi. Terus terang hal itu saya bantah keras. Saya berusaha komunikatif dengan semua orang yang bersinggungan dengan saya. Saya berusaha mempelajari hal-hal yang sekiranya masih belum saya pahami. Menghargai keberadaan orang lama adalah hal yang paling saya perhatikan. Senang ataupun tidak, mereka tetap lebih dulu ada. Dimana bumi dipijak, disitu langit dijunjung. Peribahasa itu saya pakai di manapun saya bekerja.
Satu hal lagi yang saya tidak pernah lakukan sebagai orang bawaan adalah memberikan jawaban atas pertanyaan seputar pekerjaan dengan kalimat, "Saya tidak tahu,"
Sekalipun memang saya benar-benar tidak tahu, saya akan mengalihkan jawaban itu menjadi "Sebentar, saya cek dulu,". Dan di sini perlunya menjalin hubungan baik dengan sesama karyawan apalagi beliau senior. Banyak informasi yang bisa kita dapatkan dari orang-orang terdahulu. Jika orang-orang lama tidak tahu, lantas langsung menyerah? Tidak. Saya akan mengajak mereka membangun sebuah diskusi untuk menyelesaikannya. Jangan malu jika dianggap bodoh. Ingat, bekerja tidak semata-mata merefleksikan apa yang pernah kita dapatkan di jenjang pendidikan saja. Dengan bekerja justru kita bisa menambah ilmu baru yang belum pernah didapatkan di jenjang pendidikan.
Kembali lagi ke soal Heru, saya menyayangkan sikap arogannya. Seharusnya dengan dipermudahnya dia mendapatkan lapangan pekerjaan lagi (karena infonya beliau lama menganggur) sepatutnya ia menjalankan tugasnya dengan baik, ini menitikberatkan pada caranya bersikap pada rekan kerja yang lain. Koordinasi dan komunikasi diselaraskan dengan empati. Jika dia sudah memiliki empati pada rekan kerjanya yang selama ini merasa sulit bekerjasama dengannya, pastinya dia tahu langkah apa yang harus ia lakukan sebagai partner kerja yang baik.
Beban menjadi orang bawaan itu justru lebih berat dari yang melalui jalur formal, Besti.
Oleh karena itu kita harus mempersiapkan diri untuk bisa menerima "hujatan"Â yang muncul karenanya. Tapi perlu diingat, tidak semua orang yang masuk melalui jalur orang dalam itu buruk, barangkali rejekinya memang di sana atau mungkin memang rejekinya bisa bekerja tanpa melalui proses yang sesuai standard perekrutan karyawan pada umumnya.
Bukalah diri untuk menerima ilmu yang belum pernah kita dapatkan sebelumnya. Tetap semangat dan tetap rendah hati.
Salam sayang,
Ajeng Leodita
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H