Kala itu jika ada yang berbuat kejahatan maka akan diadili oleh raja. Ada 1 buah kursi untuk raja, 1 tempat berbentuk keranjang persegi panjang dari bahan rotan untuk meletakkan berkas-berkas, 2 buah kursi saksi, dan tempat duduk terdakwa yang bentuknya serupa piring besar. Saya nggak bisa membayangkan seramnya jika ada yang diadili saat itu.
Kursi Santai
Lambang Kerajaan Sumenep
Mahkota melambangkan kekuasaan.
Kuda terbang melambangkan Kuda Panule, kuda ini adalah kendaraan yang dipakai Joko Tole untuk berperang. Joko Tole merupakan salah satu raja Sumenep yang konon katanya hasil dari pernikahan bathin sehingga banyak yang tidak percaya. Oleh karena itu, saat Joko Tole lahir, ia dianggap sebagai anak dari hasil hubungan di luar nikah, lalu ia dibuang di hutan.Â
Sejak kecil Joko Thole sudah memiliki keahlian membuat perkakas tanpa alat bantu. Kemudian ia dimintai bantuan untuk membangun pintu raksasa Kerajaan Majapahit yang akhirnya membuatnya bisa menikah dengan Dewi Ratnadi (putri dari Patih Majapahit). Hal itu pula yang membawanya bisa kembali bertemu dengan R.A Potre Koneng, ibu kandungnya. Setelah itu Joko Thole dilatik menjadi Raja Sumenep. Â
Naga terbang melambangkan belati milik Bindhara Saut saat bertapa. Bindhara Saut adalah putera dari Kyai Abdullah. Kyai Abdullah sendiri merupakan putra dari Kyai Abdul Qidam atau Raden Pandiyan, putra dari Raden Rajasa (Pangeran Lor II) salah satu raja kerajaan Sumenep.
Bindhara Saut memiliki keistimewaan yaitu saat masih berada dalam kandungan ibunya (Nyai Nurima) ia bisa menjawab salam dari ayahnya. Bindhara Saut ini adalah kakek dari Sultan Pakunataningrat / Sultan Abd.Rachman yang menerima hadiah kereta melor yang saya jelaskan di atas.