Oh, ya, berhubung bunker ini dekat dengan lokasi parkir motor, jadi jangan khawatir jika kalian mau datang ke sini, tersedia space yang terbilang lumayan untuk memarkir 10-18 unit motor. Dan, free.
Selesai dari Museum Perumusan Naskah Proklamasi ini, kami pun bergerak menuju lokasi selanjutnya. Acara jalan kaki pun dimulai. :D (jangan lupa foto dulu)
Sekitar pukul 10.20, kami bergerak ke arah Taman Suropati dengan berjalan kaki, yaitu kurang lebih 3 menit atau kira-kira 190 meter dari Musaprok. Alhamdulillah, cuaca masih cukup mendukung. Dulu, saat saya SMA, sekitar tahun 2002, Taman Suropati yang dikenal dengan TamSur adalah kawasan tujuan pacaran.Â
Sepulang sekolah kami sering menghabiskan waktu di sana. Apa sebab?Â
Jajanannya melimpah. Yang saya masih selalu ingat adalah sate padang. Namun, jangan harap menemukan jajanan semacam itu sekarang. Sudah ada aturan dari pemda DKI untuk larang berjualan di sekitar Taman Suropati.Â
Anyways, jangan dikira TamSur tidak punya kisah Sejarah, lho. Awalnya, taman ini diberi nama Burgemeester Bisschopplein. Nama itu diberikan oleh pemerintah Belanda pada seorang walikota berkebangsaan Belanda juga bernama G.J Bisschop, karena ia mempelopori banyak pembangunan di Hindia Belanda.
Kami pun terus berjalan, sampai akhirnya tiba di jalan Surabaya. Area ini dulu terkenal menjual barang-barang antik. Tapi, setelah covid 3 tahun lalu, banyak pedagang yang gulung tikar. Banyak ruko yang terpaksa tutup. Sayang banget, ya.