Mohon tunggu...
Ajeng Leodita Anggarani
Ajeng Leodita Anggarani Mohon Tunggu... Lainnya - Karyawan

Belajar untuk menulis. Menulis untuk belajar.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Beli Rumah Merasa Memiliki Jalan Umumnya Sekalian, Normalisasi Salah Kaprah

28 Februari 2023   16:17 Diperbarui: 31 Maret 2023   12:06 1411
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pic : Google (Lingkungan RW 013 - Rawamangun, Jakarta Timur)

Baru-baru ini muncul satu issue seru di salah satu platform digital soal parkir sembarangan di sebuah tempat makan yang berlokasi dalam perumahan. 

Salah satu warga yang bertempat tinggal dekat dengan lokasi usaha tersebut merasa terganggu dengan ulah para pelanggan dari kedai itu yang kerap memarkir kendaraan di depan pagar kedai sehingga saat mobil warga ini ingin keluar dari rumah menjadi begitu sulit. 

Melapor pada pihak RT sudah dilakukan, namun tidak mendapat tanggapan. Sehingga ia berinisiatif mengunggah video keresahannya ini ke media sosial dan direspons ribuan kali oleh para netijen. Tak sedikit yang memberi saran, namun banyak pula yang ikut curcol tentang kondisi yang sama. 

Pemerintah bukan "cuci tangan" untuk kasus yang satu ini. Undang-undang sudah dibuat, sanksi sudah digalakkan, tapi mirisnya, kebijakan dan ketegasan ini (hanya) terlihat di jalan-jalan besar saja. 

Sedikit alihkan fokus ke pemukiman perumahan yang juga punya masalah serupa. Jelas ini bukan apple to apple. Jangankan memberi sanksi pada pelakunya, memprosesnya saja tidak. Mungkin dianggap masalah sepele. Who knows?

Pic: kompas.com
Pic: kompas.com

Saya tergelitik untuk membahas ini karena saya pribadi pernah merasakan tinggal di pemukiman padat penduduk dan mengalami hal yang sama. 

Pemukiman kami berlokasi di Jalan Rawamangun Muka Selatan, RW 013, Jakarta Timur. Jika Anda mau sedikit rajin untuk melihat di Google Map maka akan muncul tampilan ini.

Pic : Google (Lingkungan RW 013 - Rawamangun, Jakarta Timur)
Pic : Google (Lingkungan RW 013 - Rawamangun, Jakarta Timur)

Pemukiman ini terletak tepat di belakang Gardu Induk PLN Pulomas dan persis di samping tembok "Jakarta Golf Club" tempat mantan presiden kita almarhum Bapak Soeharto berlatihan golf beserta jajarannya. 

Berbanding terbalik dengan tampilan lapangan golf besar dan (dulu) mewah itu, pemukiman di samping lapangan ini bisa dikatakan cukup padat dan (sedikit) kumuh. Jalan yang tersedia hanya bisa dilewati satu kendaraan/searah. 

Di dalam pemukiman tersebut masih ada beberapa gang-gang kecil yang hanya bisa dimasuki kendaraan bermotor. Sehingga mobil-mobil milik mereka yang tinggal di dalam gang, ditempatkan di luar gang. Hal tersebut yang seringkali memicu masalah di lingkungan kami.

Mulai tahun 2010, pemilik kendaraan bermotor roda empat di lingkungan itu makin banyak. Sementara jalan depan sudah penuh dengan mobil-mobil pendahulunya. Akhirnya saling adu cepat untuk kembali ke rumah setelah beraktivitas di luar, alasannya hanya satu, agar dapat tempat untuk memarkir mobilnya.

Tapi masalah tidak selesai sampai di sana. Para pemilik rumah yang berada di luar gang merasa keberatan jika ada mobil lain yang diparkir tepat di seberang rumahnya (walaupun menempel di dinding tembok lapangan golf dan bukan tepat di depan pagar rumahnya) padahal tidak semua dari pemilik rumah itu memiliki mobil. 

Akhirnya muncul kebiasaan baru, ada yang meletakkan pot-pot besar, tong sampah,  atau bahkan kursi semacam bale-bale di jalan umum tersebut supaya tidak ada kendaraan yang diparkir persis di seberang rumah mereka. 

Mirisnya, pengurus RT dan RW membiarkan hal ini berlangsung bertahun-tahun. Aduan masyarakat hanya sekedar syarat, tapi sama sekali tidak dicarikan jalan keluar atas masalah yang sangat sering terjadi ini.

Pic : Google (Meletakkan tong sampah dan kursi milik pribadi di jalan pemukiman)
Pic : Google (Meletakkan tong sampah dan kursi milik pribadi di jalan pemukiman)

Pic : Google (Memarkir motor di atas selokan yang sekarang bagian atasnya ditutup semen)
Pic : Google (Memarkir motor di atas selokan yang sekarang bagian atasnya ditutup semen)
Akhirnya beberapa dari para pemilik mobil yang tak punya lahan parkir itu pun menyewa lahan warga yang lebih dekat dengan area gardu PLN untuk memarkir mobil mereka dengan sistem pembayaran per bulan. Namun, itu pun tak cukup menyelesaikan masalah yang ada. Karena lahan yang tersedia tidak bisa meng-cover kebutuhan semua pemilik mobil untuk menyewakan carport.

Jika kita merujuk pada Pasal 671 Undang-Undang Hukum Perdata, yang berisi:

"Jalan setapak, lorong, atau jalan besar milik bersama dan beberapa tetangga, yang digunakan untuk jalan keluar bersama, tidak boleh dipindahkan, dirusak, atau dipakai untuk keperluan lain dari tujuan yang telah ditetapkan, kecuali dengan izin semua yang berkepentingan."

Jelas dari pasal itu kasus di pemukiman tempat tinggal lama saya itu kedua belah pihak bisa dikatakan bersalah. Yaitu pemilik mobil dan pemilik rumah.

Jika pemilik mobil tidak boleh memarkir kendaraan mereka di jalan pemukiman itu maka pemilik rumah juga tidak boleh dengan bebas meletakkan pot-pot besar atau kursi-kursi miliknya pribadi diletakkan di sana. Karena lahan itu milik pemerintah bukan milih perseorangan. Dan jelas itu juga mengakibatkan terganggunya fungsi jalan yang terkandung dalam pasal 38 Peraturan Pemerintah (PP) No. 34 Tahun 2006 tentang jalan. Kecuali jika ada kesepakatan di antara kedua belah pihak. 

Namun, sayangnya itu tidak pernah terjadi. Pemilik rumah seakan membeli rumah beserta jalan umum tersebut. Kesalahan yang dinormalisasi belasan hingga puluhan tahun oleh para penghuni pemukiman dan diperkuat dengan lemahnya ketegasan dari pihak RT dan RW setempat.

Kendaraan roda empat saat ini bukan lagi menjadi kebutuhan tersier melainkan beralih fungsi menjadi kebutuhan primer bagi para pemiliknya. 

Peraturan pemberlakuan ganjil-genap tidak menekan daya beli atau minat masyarakat akan kendaraan tersebut. Selain karena untuk alasan-alasan seperti kebutuhan keluarga, cuaca yang tidak menentu, malas menggunakan kendaraan umum karena banyak tindakan kriminal yang bermunculan, dan lebih menjaga privasi, ada satu yang sepertinya ingin ditonjolkan oleh si pemiliknya, yaitu status sosial di masyarakat. 

Orang yang menggunakan mobil otomatis terlihat status sosialnya menjadi lebih tinggi. Tapi apa hanya itu yang dicari sementara konflik yang muncul juga menjadi semakin banyak?

Sekadar saran, jika Anda masih tinggal di rumah yang tidak memiliki lahan cukup untuk garasi atau carport, lebih baik Anda melakukan survey terlebih dahulu di lokasi terdekat, apakah ada lahan yang bisa Anda sewa untuk tempat parkir kendaraan pribadi Anda. 

Selain itu ada dalam aturan perundangan juga memang menjadi tanggung jawab Anda sebagai pemilik. Tempat parkir yang tepat juga penting untuk keamanan kendaraan, dan yang pasti menjauhkan diri dari konflik dengan tetangga terdekat.

Bijaklah dalam mengambil keputusan. Walaupun membelinya dengan uang pribadi kita sendiri, tapi bisa menyangkut hak orang banyak.  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun