Mohon tunggu...
Ajeng Leodita Anggarani
Ajeng Leodita Anggarani Mohon Tunggu... Lainnya - Karyawan

Belajar untuk menulis. Menulis untuk belajar.

Selanjutnya

Tutup

Parenting Artikel Utama

Anakmu Bukan "Bau Tangan", Dia Hanya Bucin pada Orangtuanya

11 Februari 2023   17:56 Diperbarui: 13 Februari 2023   14:46 465
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dia sering menunjukkan raut muka sedih saat saya sudah bersiap berangkat kerja. Rasanya matanya seperti bicara, "Di rumah aja, nggak usah kerja ya, Ma. Main aja sama aku,". 

Anyways, anak saya ini memiliki kendala speech delay, sehingga banyak hal yang dia inginkan tidak tersampaikan dengan baik. Namun, sebagai ibu, hanya dengan melihat tatapan mata dan gestur tubuhnya saya bisa memahami apa maunya.

Anak saya masuk kategori hiperaktif, walaupun dia perempuan tapi dia lebih lincah dari kakak laki-lakinya. Dia tidak takut ketinggian, tidak gampang menangis saat jatuh, dan walaupun dalam keadaan sakit ia juga bukan tipe anak yang lebih banyak diam. Dia akan tetap terlihat sehat dengan segala kelincahannya.

Neneknya pernah cerita pada saya, saat saya tidak berada di rumah, anak ini lebih banyak diam saat bermain. Dia hanya sibuk memperhatikan mainan-mainannya. Tapi saat bersama saya, anak ini agak lain. Dia suka "ngoceh-ngoceh" sambil sesekali melihat ekspresi saya. Jika saya tertawa, maka dia pun ikut tertawa.

Sekarang ini ada kebiasaan baru yang dia lakukan. Yaitu, minta pada neneknya untuk menghubungi saya melalui video call. Biasanya saya hanya mengaktifkan kamera sambil tetap melanjutkan pekerjaan. Dia pun tetap sibuk dengan mainannya, hanya saja sepertinya dia mau saya melihat aktivitasnya secara langsung jadi seakan kami ini ada di satu tempat yang sama.

Ada sebuah artikel yang narasumbernya seorang dokter mengatakan bahwa "Pada proses menyusui, tercipta bonding dan pemberian stimulasi. Saat menyusui langsung, ibu akan melakukan kontak mata dengan bayi, mengelus kepala dengan penuh kasih sayang, memerhatikan bayi yang menyusu serta mengajak bayi berbicara atau mendendangkan lagu untuk bayi." 

Sayangnya, anak saya tidak seberuntung itu. Ia tidak menerima cukup ASI. Sejak usianya 5 minggu saya terpaksa memberinya sufor karena produksi ASI saya sangat sedikit. 

Lalu kuantitas pertemuan kami pun terbatas. Saya berangkat kerja pagi sekali dan akan pulang pada larut malam. Jadi saat dia bayi, interaksi kami hanya di saat dia haus minta susu saat tengah malam.

Jadi ini memunculkan rasa penasaran, hal apa yang membuatnya sedekat ini dengan saya? Melihat saya jauh dari kata ideal sebagai ibu. 

Usut punya usut, sepertinya saya menemukan alasan mengapa walaupun dia tidak mendapatkan ASI yang cukup dan waktu kebersamaan yang banyak dengan saya. 

Saat saya bisa stay di rumah, saya maksimalkan kinerja saya sebagai ibu. Nenek dan kakeknya saya biarkan menikmati kesenangannya sendiri. Saya kerahkan semua cinta saya padanya. Saya ajak dia ngobrol walaupun dia belum bisa membalasnya, saya ajak bercanda sampai dia terkekeh-kekeh.  Saya berusaha selalu nampak di hadapannya jika saya sedang berada di rumah. Apapun yang dia butuhkan, selalu saya bantu. Saya tidak pernah membiarkannya sendirian barang sedetik pun. Hal ini saya anggap sebagai penebusan dosa saya padanya. Dan, Alhamdulillah, saya menjalankannya dengan ikhlas.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Parenting Selengkapnya
Lihat Parenting Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun